Riset Ini Temukan Biaya Tersembunyi di Setiap Transaksi Remitansi, Nilainya Triliunan
Masyarakat Indonesia mengeluarkan dana total sekitar Rp15,09 triliun setiap tahun untuk biaya penukaran valas.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru-baru ini isu transparansi menjadi topik pembicaraan di Twitter atau X, setelah Ayudia Chaerani (@ayudiac) membagikan pengalamannya saat transfer ke luar negeri pada platform social media tersebut.
"Keinget transfer ke luar negeri buat temen/keluarga. Emang tau sih ada feenya, tapi pas nyampe ternyata ada duit yg kepotong lagi, kalau dari dulu tau gini aku pasti cari cara lain buat transfer." ujarnya di akun Twitter @ayudiac.
Penelitian independen yang dilakukan Capital Economics Juli 2023 menyatakan, masyarakat Indonesia mengeluarkan dana total sekitar Rp15,09 triliun setiap tahun untuk biaya penukaran valas.
"Dari jumlah itu, sekitar Rp6,83 triliun merupakan biaya yang disembunyikan dalam bentuk markup nilai tukar, pembayaran dan pembelian menggunakan kartu kredit dan sisanya Rp8,26 triliun merupakan biaya transaksi," kata Elian Ciptono, Country Manager Wise Indonesia dalam paparannya, Rabu (18/10/2023).
Wise adalah perusahaan teknologi penyedia jasa layanan transfer dana dari dan ke luar negeri.
Riset ini menyatakan, di antara masyarakat Indonesia yang sering mengirim uang ke luar negeri, sebagian besar mengetahui dua biaya utama untuk transfer internasional, yaitu biaya transaksi di muka (upfront fee) dan biaya nilai tukar (exchange rate fee).
Namun, banyak yang belum mengetahui biaya remitansi yang sebenarnya.
"Sekarang biaya pengiriman uang antar negara rata-rata mencapai 6,3 persen yang berarti bahwa transfer uang sebesar USD 1.000 (± Rp 15 juta) ke Indonesia masih dikenakan biaya sebesar USD 63 atau sekitar Rp1 juta," kata Elian.
Baca juga: Selama 14 Tahun, Topremit Bukukan Transaksi Layanan Remitansi 7,61 T
Upfront fee yang biasanya diungkapkan oleh provider seringkali berbeda dari biaya yang sebenarnya ditagih.
"Provider cenderung untuk tidak menggunakan kurs tengah dan tidak mengungkapan markup yang ditambahkan pada nilai tukar. Akibatnya, konsumen tidak sadar kalau mereka dikenakan biaya tambahan," katanya.
Disebutkan, sekitar 50.000 pelajar Indonesia saat ini menempuh pendidikan di luar negeri setiap tahunnya dan membutuhkan dana dari keluarganya di Indonesia.
Baca juga: Perusahaan Remitansi Ini Kenalkan Layanan Baru untuk Transfer Uang ke Australia
"Berdasarkan studi kami, selama tahun 2022, mereka membayar total biaya sebesar Rp 4,03 triliun, termasuk Rp 2,70 triliun untuk biaya transaksi dan Rp 1,32 triliun untuk margin nilai tukar.
Begitu juga dengan pekerja migran Indonesia di luar negeri juga merupakan kelompok masyarakat yang ikut terdampak oleh biaya tersembunyi.
Di tahun 2021, pengiriman remitansi oleh TKI di luar negeri berasal dari Arab Saudi (37,5 persen), Malaysia (25,2%), Uni Emirat Arab (7,5%), dan Singapura (4,1%). Mereka membayar Rp 7,61 triliun untuk biaya transfer di tahun 2022, termasuk Rp 4,76 triliun untuk biaya transaksi dan Rp 2,84 triliun untuk markup nilai tukar.
Studi ini juga mengungkapkan wisatawan Indonesia mengeluarkan total biaya sebesar Rp 3,45 triliun ketika mereka berbelanja di luar negeri dan uang Rp2,66 triliun disembunyikan dalam bentuk markup nilai tukar.
Wise meluncurkan kampanye nasional #TransparanBarengWise untuk mengedukasi ihwal biaya tersembunyi dan mempromosikan transparansi harga di seluruh industri.
Sejauh ini provider layanan remitansi telah membuat kemajuan signifikan dalam mengatasi masalah ini, walau masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan.
"Kami melihat penurunan yang signifikan pada biaya layanan mata uang asing dalam tahun-tahun terakhir di Indonesia, dari Rp 21,47 triliun pada 2018 menjadi Rp 15,09 triliun pada 2022. Kami melihat ini sebagai evolusi dan tren di seluruh industri menuju transparansi yang lebih baik yang menguntungkan semua pihak," ujarnya.