APBN 2024 akan Perkuat Kinerja Logistik Nasional untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut secara impresif dengan pertumbuhan di atas 5 persen selama tujuh kuartal berturut-turut.
Penulis: Vincentius Haru Pamungkas
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut secara impresif dengan pertumbuhan di atas 5 persen selama tujuh kuartal berturut-turut. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pada Kuartal III-2023, pertumbuhan ekonomi nasional berada di kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen. Pertumbuhan positif ini membuktikan bahwa ekonomi nasional tetaplah resilien meski di tengah perlambatan ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut disokong oleh peningkatan kinerja di berbagai sektor, salah satunya tak terlepas dari kinerja perdagangan nasional. Neraca Perdagangan (NP) nasional, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), selalu surplus dalam 41 bulan terakhir.
NP berkontribusi positif pada terkendalinya (defisit) transaksi berjalan, yang menurut BI tercatat rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta kenaikan permintaan domestik.
Sebelumnya, laporan Kuartal II-2023 BI mencatatkan bahwa kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali. Investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) menjadi faktor yang mendukung kinerja positif tersebut, meski di tengah tingginya kondisi ketidakpastian pasar keuangan global. Investasi langsung yang solid juga mengindikasikan terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik.
Baca juga: Kemenkeu Tetapkan Arah Kebijakan PNBP 2024 untuk Jaga Kelestarian Lingkungan dan Kualitas Pelayanan
Kepala LNSW, Agus Rofiudin mengatakan bahwa perdagangan antara negara dan FDI menjadi hal penting karena perannya sebagai instrumen untuk pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, hal ini juga memungkinkan suatu negara mengonsumsi jasa yang lebih murah berdasarkan keunggulan komparatifnya.
"Perdagangan memungkinkan suatu negara mengonsumsi barang dan jasa yang lebih murah dari negara lain berdasarkan keunggulan komparatifnya. Sedangkan FDI mendorong transfer teknologi serta modal manusia dan perbaikan kelembagaan dari negara maju ke negara berkembang," kata Agus Rofiudin.
Hal ini meningkatkan potensi pada biaya logistik yang rendah, waktu transportasi makin singkat, serta penambahan peluang kerja (dunia bisnis tumbuh).
"Efisiensi waktu pengiriman mendorong produktivitas dunia usaha yang berpengaruh positif pada daya saing nasional. Alhasil, kombinasi produktivitas dan daya saing, mendorong tumbuhnya perekonomian," tambah Agus.
Hal ini juga didukung oleh tensi geopolitik yang mereda, yang menurut Agus dapat mendorong fragmentasi serta mempersempit batasan antar negara, terutama dalam hal perdagangan.
"World Trade Organization (WTO) dalam Global Trade Outlook-nya, memprediksi volume perdagangan dunia tahun 2023 hanya tumbuh 1,7 persen dan picking up di tahun 2024 sebesar 3,2 persen.
APBN dorong kinerja logistik nasional
Rancangan APBN 2024 telah resmi disahkan melalui Pembicaraan Tingkat II (Paripurna) pada bulan September lalu. Pada kesempatan itu, para pihak yang terlibat berkomitmen untuk menjadikan APBN tahun 2024 sebagai instrumen kebijakan yang dapat diandalkan menghadapi gejolak ekonomi pada tahun 2024.
Lebih lanjut, pemerintah telah menyusun APBN tahun 2024 dengan asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen, inflasi sebesar 2,8 persen; hingga nilai tukar rupiah sebesar Rp15.000/US$.
Baca juga: Sri Mulyani: APBN Agustus 2023 Surplus Rp 147,3 Triliun
Sedangkan anggaran belanja negara direncanakan berada pada angka Rp3.325,1 triliun, dialokasikan Rp2.467,5 triliun untuk Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah sebesar Rp857,6 triliun. Belanja Pemerintah Pusat dimaksimalkan untuk menguatkan APBN sebagai fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Di saat yang bersamaan, Pemerintah memperkirakan bahwa tahun 2024 nanti APBN akan berhadapan dengan situasi geopolitik yang belum jelas ujungnya, perubahan iklim, kekhawatiran pandemik, dan digitalisasi.
Karenanya, Penyusunan APBN tahun 2024 ini bertujuan agar Indonesia mampu menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang dan pastinya tidak mudah. Untuk menjawab tantangan digitalisasi, pemerintah pun telah menyiapkan langkah antisipasinya.
Kinerja ekonomi nasional didorong oleh leading sectors, seperti Industri, Perdagangan, Pertanian, Pertambangan, hingga Konstruksi. Lapangan usaha industri, tercatat masih memberikan kontribusi terbesar dibandingkan lapangan usaha lainnya.
“Dalam kondisi itu inline dengan komposisi impor nasional yang masih didominasi bahan baku penolong. Alhasil, proses logistik berupa kelancaran pasokan bahan baku maupun hasil produksinya harus maksimal,” tambah Agus.
Kinerja logistik nasional memang belum berada di posisi yang ideal hingga saat ini. World Bank (WB) pada Logistics Performance Index (LPI) 2023, menempatkan kinerja logistik Indonesia di peringkat 63 dengan nilai 3.0. Biaya logistik nasional pun masih tergolong tinggi, yaitu 14,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Sedangkan belanja infrastruktur pada APBN 2024 mencapai Rp422,7 triliun. Arah kebijakan infrastruktur di antaranya adalah untuk untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penggerak ekonomi (konektivitas dan transportasi, energi dan ketenagalistrikan, dan pangan).
Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mendukung penyediaan infrastruktur pelayanan dasar dan proyek-proyek strategis, serta pemerataan dan penguatan akses TIK yang mendukung transformasi digital.
NLE Memaksimalkan Fungsi APBN
Penguatan konektivitas & transportasi serta infrastruktur TIK memiliki kaitan erat dengan kinerja logistik. Pembangunan jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan diperkuat dengan penyediaan titik akses internet hingga Digital Broadcasting System (DBS). Pembangunan infrastruktur tersebut dapat dimaksimalkan dengan pelaksanaan National Logistics Ecosystem (NLE).
Baca juga: Belanja Berkualitas Kunci Mengelola APBN, Deretan Bukti Nyata Percepatan Transformasi Ekonomi
NLE menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam menghadapi tantangan kinerja logistik sebagaimana Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2020.
Agus menjelaskan, NLE merupakan sebuah platform digital layanan logistik hulu ke hilir dengan kolaborasi Kementerian/Lembaga (K/L), perusahaan terkait, serta pelaku logistik.
"Kolaborasi digital dalam satu platform (NLE), akan memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antardaerah dalam satu pulau, maupun antar pulau,” ucapnya.
NLE berfungsi untuk menyederhanakan proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik, mengkolaborasikan sistem layanan logistik swasta baik domestik maupun internasional, memudahkan transaksi pembayaran penerimaan negara dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha logistik, dan penataan tata ruang pelabuhan dan jalur distribusi barang.
Dalam penerapannya, NLE memiliki konsep dasar yang terdiri dari 4 pilar, yaitu:
- Simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah dan swasta.
- Kolaborasi platform logistik.
- Kemudahan pembayaran, dengan skema single billing.
- Penataan tata ruang, dengan penerapan kebijakan yang membuat pergerakan barang lebih efisien.
Terobosan NLE berupa layanan Sistem Pelayanan Online Satu Pintu alias Single Submission (SSm), yang terus dikembangkan oleh Lembaga National Single Window (LNSW). Layanan seperti SSm Pengangkut, SSm Perizinan, dan Single Submission Quarantine Customs (SSm QC/SSm Pabean Karantina) berhasil memangkas tahapan proses bisnis, mengurangi proses repetisi dan duplikasi dengan satu kali submission, serta mempermudah pengurusan layanan logistik pemerintahan.
Saat ini, terdapat sekitar 15 kementerian dan/atau lembaga yang telah mempermudah pelaku usaha dengan pemanfaatan NLE, sehingga pelaku usaha tidak perlu lagi mendatangi masing-masing K/L untuk menanyakan regulasi, proses, dan persyaratan kemudahan berbisnis.
"Tujuan pembangunan NLE adalah agar proses melakukan bisnis di Indonesia makin kompetitif, baik dari segi waktu, simplifikasi, kecepatan, dan pada akhirnya dari segi biaya," tambahnya.
NLE merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak dan entitas di bidang logistik. Penerapan NLE tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga menghasilkan dampak positifnya bagi masyarakat.
Menteri Keuangan pun telah menegaskan kepada Tim NLE yang merupakan kolaborasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Lembaga National Single Window (LNSW) agar terus mengelola NLE dengan tetap menjaga fasilitas yang ada untuk industri dan perdagangan.
Oleh karena itu, dengan dukungan APBN tahun 2024, implementasi NLE harus menjadi pendorong bagi inovasi dan koordinasi yang bertujuan meningkatkan kinerja logistik sehingga memberikan kontribusi maksimal bagi perekonomian nasional.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia