Siapkan Petani Garam Bertahan di Segala Cuaca, PHE WMO Kembangkan Inovasi Ini
PHE WMO mengembangkan inovasi Salt Centre Terintegrasi untuk mempersiapkan petani garam bertahan di tengah ketidakpastian cuaca.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN – Untuk mengatasi terbatasnya produksi garam khususnya di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) mengembangkan inovasi Salt Centre Terintegrasi untuk mempersiapkan petani garam bertahan di tengah ketidakpastian cuaca.
Teknologi yang dikembangkan berupa pengenalan cuaca, teknologi ulir filter (TUF) dan kristalisasi garam berbahan bakar briket rakyat (Pengembangan Siram Berbakat).
Saat ini jumlah produksi garam di Indonesia kian menurun, sementara jumlah kebutuhan garam setiap tahunnya selalu meningkat. Produksi garam di Kabupaten Bangkalan hanya 740 ton dari target yang ditetapkan yakni 4.000 ton atau hanya 18,5 persen dari target Kabupaten Bangkalan.
Pada 2022 PHE WMO telah melakukan inovasi rumah garam portable dan alat cuci garam untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam dimana capaian produksi yakni sebesar 32 ton. Kualitas garam rakyat juga meningkat dengan indikator pengukuran kadar NaCl dari sebelumnya 56,12 persen menjadi 94,07 yang telah memenuhi standar garam konsumsi/ garam meja.
Sedangkan pada tahun 2023, melalui inovasi yang telah dikembangkan untuk meningkatkan kuantitas produksi garam rakyat nyatanya telah berhasil meningkatkan produksi garam mencapai 54 ton.
GM Zona 11 Muzwir Wiratama menjelaskan Indonesia sebagai negara kepulauan, usaha garam rakyat sangat potensial sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.
Baca juga: Petani Garam Asal Kusamba Bali Didorong Jadi Eksportir
PHE WMO berupaya mendukung upaya pemerintah mendukung produksi garam nasional dengan memberdayakan petani garam di Desa Banyusangka, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan melalui inovasi dan pengembangan teknologi sehingga usaha garam rakyat semakin efisien, berkualitas dan menjadi komoditi strategis yang dapat meningkatkan kesejahteraan petambak garam dan masyarakat.
“Kami ingin keberadaan kami membawa nilai manfaat kepada pemangku kepentingan, khususnya masyarakat di sekitar wilayah operasi,” ujarnya.
Program pengenalan cuaca merupakan peningkatan kapasitas petani garam untuk melakukan pemantauan awan agar dapat melakukan prediksi cuaca secara mandiri.
Kelompok penerima manfaat dilatih untuk mengakses data cuaca pemerintah sebagai data sekunder dan membuat laporan harian pengamatan cuaca. Pengamatan cuaca dilakukan dengan menggunakan teropong binocular, windsocks dan juga anemometer untuk memastikan kondisi cuaca berdasarkan kondisi awan, arah angin dan juga kecepatan angin.
Selain itu, penerapan Teknologi Ulir Filter ini dilakukan dengan cara memodifikasi petak garam yang dibuat secara berulir untuk mempercepat laju air agar lebih cepat tua sehingga mempercepat proses kristalisasi garam.
Jika dengan menggunakan metode konvensional proses kristalisasi air tua membutuhkan waktu 21-28 hari, dengan adanya teknologi ulir filter mampu mempercepat proses kristalisasi mencapai 14 hari. Teknologi Ulir Filter ini juga memanfaatkan limbah padat Non B3 PHE WMO berupa pipa sebanyak 0,34785 ton.
Salt Centre Terintegrasi juga mengusung inovasi Pengembangan Siram Berbakat untuk menyelesaikan permasalahan sampah di pesisir baik organik dan juga anorganik.
Desa Banyusangka memiliki kawasan TPI terbesar di Kabupaten Bangkalan, disisi lain kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan juga masih rendah dan seringkali membuang sampah sembarangan.
Banyusangka yang berada di kawasan pesisir juga mendapatkan banyak sampah kiriman dari arus laut, bahkan kondisi ini juga menyebabkan banjir di Desa Banyusangka.
Dengan inovasi ini dilakukan pengelolaan sampah yang bekerjasama dengan Rumah Daur Ulang (RDU) Kabupaten Bangkalan. Sampah yang telah dikumpulkan oleh kelompok selanjutnya ditukar dengan briket, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses kristalisasi garam.
Baca juga: Lahan Terbatas dan Bergantung Cuaca, Produksi Garam Nasional Belum Optimal
Garam yang diproses dengan evaporasi dengan memanfaatkan briket ini juga memiliki hasil yang lebih putih dan halus. Inovasi ini juga mampu meningkatkan kapasitas produksi mencapai 50kg per hari.
Melalui program ini, pendapatan kelompok garam meningkat menjadi Rp 176 juta per tahun dan Rp 22 juta dari diversifikasi produk. Selain itu dari sisi lingkungan, 180 ton sampah terkelola setiap tahun.
Diversifikasi produk garam seperti pembuatan bumbu dendeng, sabun cuci, garam relaksasi, eco detergent, dendeng ikan, vanilla sea salt, permen karet, cabe garam, dan bumbu tabur bangkok melibatkan para wanita di desa.
Baca juga: Petani Garam Asal Kusamba Bali Didorong Jadi Eksportir
"Pertamina juga memberi pelatihan diversifikasi garam. Bagaimana caranya garam bisa jadi produk lain. BUMDes menyediakan modal untuk ibu-bu itu. Produk mereka dijual BUMDes kepada konsumen," Ketua Badan Usaha Milik Desa Ahmad Bukhori Muslim di Banyusangka.
"Nelayan Banyusangka tak lagi kesulitan mencari garam. Kami menjual garam itu Rp 75-80 ribu setiap 50 kilogram. Ternyata kami bisa memproduksi garam yang sama dengan petani," tambah Bukhori.