Target Ekonomi Ketiga Capres 5-7 Persen, Ekonom: Perlu Transformasi
Tiga pasangan capres dan cawapres harus bekerja ekstra jika nantinya terpilih dan ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tiga pasangan capres dan cawapres harus bekerja ekstra jika nantinya terpilih dan ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,5 persen hingga 7 persen dapat tercapai.
Anies Baswedan-Cak Imin menargetkan jika menang Pilpres 2024 akan membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5-6,5 persen, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjanjikan pertumbuhan ekonomi rata-rata di level 7 persen, lalu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 6-7 persen.
"Dokumen-dokumen Capres itu di antara 5-7 persen," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Baca juga: Menko Airlangga Dorong Belanja Pemerintah Untuk Capai Target Ekonomi 5,3 Persen di Akhir Tahun
Disampaikan Tauhid saat diskusi media bertema ‘UMKM Naik Kelas Menuju Indonesia Emas’ yang digelar oleh Forum Wartawan Koperasi dan UKM (Forwakop) di Jakarta, Jumat (17/11).
Namun, menurut Tauhid, perlu dilakukan transformasi ekonomi. Mengingat 58 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) adalah konsumsi rumah tangga. Kemudian, 17-19 persen merupakan ekspor barang dan jasa, 17-19 persen impor barang dan jasa, dan 8 persen konsumsi pemerintah.
"Syarat agar kita terbang di atas 5,5 kalau konsumsi rumah tangganya dikurangi," kata Tauhid.
Tauhid berpandangan perlu transformasi ekonomi, terutama dalam pembentukan investasi. Selain itu, kata Tauhid, ekspor komoditas Indonesia adalah CPO, batu bara, hingga nikel. Sangat dipengaruhi oleh harga global.
"Tidak akan sustain. Apalagi, jika batu bara ditutup, nikel 15 tahun selesai itu yang problem. Harus punya produk yang berdaya saing," tuturnya.
Kemudian, laju investasi Indonesia rata-rata turun di angka 3-5 persen. Seharusnya, laju pertumbuhan investasi di atas pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan, yakni 6-7 persen.
"Bukan hanya dari Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), tapi dari kredit salah satunya. Masih kecil sekali dalam struktur PDB. Ini yang belum terbentuk, belum kebangun. Jadi harus berubah. Kalau sektoral strukturnya pertama industri, pengolahan, pertanian, baru jasa," katanya.
Tauhid melihat terjadinya deindustrialisasi sejak era Presiden Soeharto. Di mana saat itu industri menyumbang PDB sekira 27 persen.
"Sekarang 19 persen. Kalau kita belajar multiplier ekonomi terbesar di industri. Komponen impor terbesar, itu salah satunya mesin peralatan. Karena kita tidak menghasilkan," imbuh Tauhid.