Ekonom Ingatkan Pasal 33 UUD 1945 Jika Klausul Power Wheeling Masuk RUU EBT
Skema power wheeling diusulkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di pembahasan RUU Energi Baru dan Terbarukan di Komisi VIII DPR.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
Usulan Kementerian ESDM
Skema power wheeling atau penggunaan jaringan transmisi dan distribusi bersama dapat tetap masuk di dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) merupakan usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Skema ini dinilai dapat mengakselarasi pengembangan EBT di dalam negeri dan secara langsung dapat menambah pendapatan PT PLN.
“Seharusnya begitu (ada tambahan pendapatan), sudah ada pembicaraan dengan PLN hanya saja ada kekhawatiran tidak terkendali, tetapi akan kita kendalikan supaya tidak memberikan dampak,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif ditemui seusai Rapat Kerja (Raker) di Gedung DPR RI, Senin (20/11/2023).
Arifin menjelaskan, sejatinya kebijakan power wheeling sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) No 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Di dalam aturan tersebut disebutkan pemanfaatan bersama jaringan transmisi dan distribusi ini dilakukan melalui sewa jaringan. Tentu saja pemerintah melakukan pengawasan bagaimana mekanisme ini bisa berjalan tanpa memberikan dampak tambahan pada pemerintah.
Di sisi lain juga membuka akses energi bersih bagi konsumer industri supaya bisa bertahan dan memiliki daya saing global.
“Tanpa adanya akses ini, kemungkinan sulit bisa mendapatkan percepatan bauran EBET dalam sistem. Jadi tidak semuanya bisa disediakan satu pihak. Perlu kerja sama dengan seluruh pihak yang perlu berinvestasi,” tegasnya.
Menurut Arifin, infrastruktur listrik untuk energi bersih harus terus didorong untuk efisiensi konsumsi energi.
Dia memberikan gambaran, saat ini industri di Sumatera Utara masih menggunakan gas alam cair (LNG) dari Papua. Biaya logistik yang jauh ini tentu memberikan tambahan biaya bagi industri di sana. Namun akan berbeda cerita jika PLTA di sekitar Sumatera Utara dapat digunakan dan masuk ke dalam jaringan transmisi di sana.