Pakar Hukum Perdagangan Internasional: Seharusnya Indonesia jadi Pemain Utama Nikel
Nikel Indonesia sejatinya memiliki peranan yang sangat krusial terhadap peningkatan pendapatan negara.
Penulis: abdul qodir
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum perdagangan internasional Elisa Sugito menilai Indonesia memiliki potensi dan daya tawar nikel di dunia internasional.
Nikel Indonesia sejatinya memiliki peranan yang sangat krusial terhadap peningkatan pendapatan negara.
Dengan menjadikan nikel Indonesia menjadi komoditas yang sangat penting saat ini, membuat daya tawar Indonesia menjadi lebih kuat terhadap market share global untuk nikel.
Baca juga: Prabowo: Nggak Masalah Kalau Tidak Ada Investor yang Tertarik Bangun Smeler Nikel
“Kans Indonesia menjadi pemasok nikel terbesar di dunia bukan menjadi hal yang mustahil untuk diraih. Jika kita merujuk pada data yang dikeluarkan oleh badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Tanah Air mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04 persen nikel dunia, " ungkap Elisa dalam keterangannya, dikutip Selasa (28/11/2023)..
US Geological Survey mencatat, total produksi nikel dunia pada 2021 sebanyak 2,7 juta metrik ton. Jumlah ini meningkat 7,57 persen dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang berjumlah 2,51 juta metrik ton.
Ia menjelaskan, dengan adanya potensi produksi nikel Indonesia sebesar itu, seharusnya membuat Indonesia menjadi pemain utama dalam perdagangan nikel dan bukan hanya sebagai produsen bahan mentah atau row materials bijih nikel.
“Saya kira terkait dengan adanya kebijakan hilirisasi yang selalu di glorifikasikan oleh Presiden Joko Widodo bukanlah hanya omong kosong belaka. Hal ini terbukti dengan data yang mengatakan bahwa terdapat nilai tambah ekspor nikel ke luar negeri yang melejit puluhan kali lipat menjadi USD 33,8 miliar atau Rp 510-an triliun di tahun 2022 dibandingkan dengan sebelum adanya hilirisasi yang mana Indonesia hanya meraup USD 5,4 miliar pada tahun 2013 lalu” ujar lulusan International Trade Law Universitas Indonesia (UI) itu.
Namun, ia memperingatkan, dengan adanya kebijakan yang sangat berani dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini dapat menimbulkan efek domino ke berbagai sektor.
Misalnya, terkait dengan hubungan antarnegara.
“Kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo terbilang sangat berani menurut saya. Padahal jika kita merujuk pada Pasal XI:1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 bahwa memang Indonesia melanggar kesepakatan pasal tersebut.
Namun, memang terjadi simalakama antara kebijakan nasional dan Unfairness Treatment Hukum Investasi Internasional.
Baca juga: Bersama Putera Bangsa, Membangun Hilirisasi Nikel di Pulau Obi
"Tentunya menjadi menarik untuk ditunggu bahwa dalil hukum apa yang akan digunakan oleh Indonesia terkait dengan pengajuan banding terhadap perkara sengketa DS 592 di Dispute Settlement Body (DSB) terkait dengan larangan ekspor bijih nikel," terangnya.
Elisa menjelaskan, posisi banding yang sedang diajukan Indonesia akan memakan waktu yang sangat lama dan berlarut.
“Mengenai putusan atas banding yang diajukan oleh Indonesia, saya memperkirakan akan diputus antara 7 sampai 10 tahun ke depan.
Namun, dalam masa waktu itu Indonesia dapat menyiapkan basis infrastruktur yang lebih kuat untuk pengolahan nikel dalam negeri, meskipun apabila putusan banding mengalahkan Indonesia, tentunya Indonesia akan mendapatkan berbagai macam kerugian yang nyata, semoga saja tidak.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia