Nilai Tukar Petani pada November 2023 Naik 0,82 Persen
Peningkatan NTP tertinggi terjadi pada sektor hortikultura yaitu berasal dari komoditas cabai rawit, cabai merah, bawang merah dan tomat.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) pada November 2023 sebesar 116,73 atau naik 0,82 persen dibandingkan dengan bulan Oktober sebesar 115,78.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengatakan, kenaikan nilai tukar petani ini terjadi karena indeks yang diterima petani naik sebesar 1,42 persen atau lebih tinggi dari kenaikan indeks yang dibayar petani sebesar 0,59 persen.
"Empat komoditas yang dominan yang mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima secara nasional adalah cabe rawit, kelapa sawit,cabe merah dan bawang merah," kata Edy dalam Rilis BPS, Jumat (1/12/2023).
Baca juga: Dipicu Fluktuasi Harga Sawit Hingga Cabai, Nilai Tukar Petani Bulan April 2023 Turun 0,24 Persen
Edy memaparkan bahwa peningkatan NTP tertinggi terjadi pada sektor hortikultura yaitu berasal dari komoditas cabai rawit, cabai merah, bawang merah dan tomat.
"Jadi nilai tukar petani hortikultura pada bulan ini sebesar 8,64 persen. Kenaikan ini terjadi karena indeks yang diterima petani naik sebesar 9,17 persen, lebih besar dari kenaikan indeks yang dibayar petani yang juga mengalami kenaikan tapi dengan besaran yang lebih kecil yaitu 0,49 persen," jelasnya.
BPS juga mencatat terjadi penurunan nilai tukar petani terdalam yaitu pada sektor perikanan tangkap, nilai tukar nelayan turun sebesar 1,26 persen.
Tercatat ada empat komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks yang diterima nelayan dan subsektor perikanan tangkap yaitu ikan cakalang dan ikan tongkol.
"Penurunan ini terjadi karena indeks yang diterima nelayan turun sebesar 0,87 persen sedangkan indeks yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,40 persen," ungkapnya.
Adapun dari sisi nilai tukar usaha petani (NTUP) pada November 2023 tercatat sebesar 118,30 persen atau naik sebesar 1,30 persen bila dibandingkan bulan lalu.
Edy memaparkan bahwa kenaikan NTUP terjadi karena indeks yang diterima petani naik sebesar 1,40 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) yang mengalami kenaikan sebesar 0,12 persen.
"Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima secara nasional cabai rawit, kelapa sawit, cabe merah dan bawang merah," jelasnya.
Sementara itu untuk komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan BPPBM secara nasional adalah benih padi, bibit bawang merah, upah pemanenan dan upah penanaman.
BPS mencatat bahwa peningkatan NTUP tertinggi terjadi di sub sektor hortikultura yaitu naik sebesar 8,97 persen. Kenaikan ini terjadi karena indeks yang diterima untuk subsektor holtikultura naik 9,7 persen.
Artinya, lebih tinggi dari kenaikan BPPBM yang mengalami kenaikan juga dengan besaran yang lebih kecil yaitu 0,18 persen.
Edy mengat, komoditas yang dominan yang memengaruhi kenaikan BPPBM sub sektor hortikultura adalah bibit bawang merah, upah mencangkul, bibit kentang dan bibit cabe
Adapun penurunan nilai tukar usaha pertanian yang terdalam terjadi pada perikanan tangkap dan nilai tukar usaha pertanian perikanan tangkap turun sebesar 0,90 persen.
"Kalau kita lihat penurunan ini disebabkan karena terjadi kenaikan indeks yang diterima itu turun yang sebesar 0,87 persen sementara indeks BPPBM justru mengalami kenaikan sebesar 0,03 persen," jelasnya.