Forkominhan: Kerjasama Industri Pertahanan Penting demi Bangun Kemandirian Inhan Dalam Negeri
Eris Herryanto mengatakan, Indonesia menghadapi kompleksitas pembangunan industri pertahanan (INHAN) nasional.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan) Marsekal Madya (Purn) Eris Herryanto mengatakan, Indonesia menghadapi kompleksitas pembangunan industri pertahanan (INHAN) nasional.
Karena itu, penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) mengenai kemandirian industri pertahanan Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (14/12/23), bertujuan merumuskan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan guna memajukan sektor industri pertahanan di Indonesia dari berbagai pemangku kepentingan, membahas isu-isu krusial terkait kemandirian dan perkembangan industri pertahanan di tanah air.
Baca juga: Pengembangan Industri Pertahanan Indonesia Masih Hadapi Tantangan
Acara yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi dari berbagai institusi terkait ini menyoroti urgensi kolaborasi lintas sektor, melibatkan pemerintah, TNI, dan industri. Forkominhan berkomitmen untuk terus memainkan peran aktif dalam mendorong kerjasama dan inovasi guna mencapai tujuan kemandirian industri pertahanan Indonesia.
Marsdya (Purn) Eris juga menegaskan pentingnya hubungan erat antara pengguna, industri pertahanan, dan pembuat kebijakan untuk merealisasikan kemandirian tersebut di masa mendatang.
Acara ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga peluang untuk para peserta memperoleh perkembangan terbaru mengenai industri pertahanan. Forkominhan secara khusus mengundang Professor Man Ki Kim, Program Director IBC dan Publik Procurement Management Program dari KAIST Business College, Korea Selatan, sebagai pembicara utama. Prof. Kim memberikan wawasan mengenai kebijakan-kebijakan terkini di bidang pertahanan, dengan menyoroti pengalaman Korea Selatan dalam mencapai kemandirian industri pertahanan.
"Saya ingin mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada Profesor Kim atas kesempatan ini. Kita semua diundang untuk dapat memperoleh perkembangan terbaru mengenai industri pertahanan, serta mendiskusikan kebijakan-kebijakan yang relevan untuk menekankan pentingnya membangun ekosistem industri pertahanan yang kuat dan mandiri,” ujar Marsdya (Purn) Eris Harryanto mewakili Forkominhan.
Baca juga: Jenderal Agus Subiyanto Janjikan Modernisasi Alutsista TNI dengan AI
Di dalam sesi paparanya, Prof Kim menjelaskan strategi Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menacu industri pertahanannya. “Meskipun Anda telah mendengar banyak tentang upaya Korsel dalam industri pertahanan dan ekspor, saya akan membahas detail seperti K-21 Boramae, tank Howitzer K-9, dan kapal angkatan laut," ujarnya.
Menurut Prof Kim, ini merupakan kebijakan yang telah berakar dalam strategi ekonomi jangka panjang, perencanan dan implementasi. selain itu pemerintah Korsel juga membuat kebijakan terkait dengan Klaster pertahanan untuk saling terhubung dengan kompleks industri strategis. “Ini berdasarkan pengalaman saya dalam kontraktor pertahanan dengan Departemen Pertahanan Amerika Serikat, saya akrab dengan pengadaan, akuisisi, regulasi regional, dan lainnya,” ungkapnya.
Lebih jauh Prof Kim memberikan saran kepada Pemerintah Korea dan Amerika Serikat tentang pengadaan bersama melibatkan 28 negara. "Saya juga terlibat dalam berbagai tugas pemerintah dan memberikan kontribusi besar untuk inovasi teknologi pertahanan. Sekarang, mari kita lihat Korsel," ujarnya.
"Perjalanan dari negara yang dilanda perang pada tahun 1950 hingga keadaannya saat ini luar biasa. Transformasi ini tidak semata-mata karena industri pertahanan, namun juga melibatkan kemauan politik, strategi, dan yang sangat penting, rencana ekonomi yang dieksekusi setiap lima tahun," kata dia.
“Pemerintah memfokuskan industri selama periode tertentu, mendorong konglomerat besar untuk berspesialisasi, sehingga menghindari persaingan internal. Alokasi sumber daya nasional yang strategis ini adalah kebijakan kunci. Sebelum mencoba klaster pertahanan, Korea memulai kompleks industri, aspek penting untuk memahami perkembangannya.” ujar Prof Kim.
Baca juga: Anies Bicara Alutsista Pertahanan: Orientasinya Fungsi dan Teknologi, Bukan Jumlahnya
Seperti kita ketahui, Pemerintah Korsel telah menginvestasikan secara besar-besaran R & D dalam dukungan institusional, penelitian dan pengembangan, dan investasi asing bagi Industri Strategisnya. Hal ini berbeda dengan Indonesia, yang menurut Prof Kim, pemerintah Indonesia tidak merasa memiliki ancaman dari pihak luar.
“Kami Korsel memiliki ancaman dari Korea Utara, menjadikan industri pertahanan sebagai masalah kelangsungan hidup. Polandia, sebagai contoh, memilih tank produksi Korsel karena hanya Korsel yang bisa mengirimkannya dalam waktu tiga bulan berkat pesanan yang sudah ada," ungkap Prof Kim menjelaskan kondisi penjualan tank berdasarkan kesepakatan dengan Polandia yang akan membeli 180 tank buatan Hanhwa Defense senilai 2,4 miliar dolar.
Kesepakatan itu juga mencakup pelatihan, logistik, dan amunisi. Semua barang itu diharapkan tiba di Polandia pada akhir 2025.
Selain mengundang Prof Kim perwakilan dari Korsel dalam FGD. Forkominhan juga turut mengundang pembicara bapak Toufik Bawazier dari Kementerian Perindustrian RI yang diwakili oleh Andi Komara selaku pembicara.
Andi Komara, mengatakan sejatinya, pemerintah dan pelaku industri paham industri pertahanan nasional sangatlah unik karena konteks menciptakan produk pertahanan sangatlah kompleks seperti pesawat yang melibatkan banyak subkomponen yang tidak dapat semua berada di satu lokasi.
Namun menurut Andi, diungkapkan saat ini bahwa impor alat pertahanan di Indonesia telah mencapai angka yang signifikan, terutama untuk keperluan perang. Impor utama termasuk amunisi dan proyektil, dengan nilai transaksi yang tinggi. Meskipun demikian, Indonesia masih bergantung pada impor, terutama untuk kapal perang, karena industri pertahanan dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan. namun sebanyak 144 produk telah memperoleh sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dengan berlakunya hingga 21 September 2023.
“Produk-produk termasuk amunisi berat dan munisi ringan, telah mencapai nilai TKDN di atas 25 persen untuk pengadaan pemerintah. Dalam mengatasi ketergantungan pada impor, upaya pemerintah juga dilakukan untuk mendorong industri non-pertahanan mendukung industri alat pertahanan, seperti Industri galangan kapal dan sektor dirgantara di Indonesia juga mendapat sorotan,” ujar Andi.
Andi Komara juga membahas perhatian pemerintah pada industri non-pertahanan untuk mendukung industri alat pertahanan, dengan fokus pada industri galangan kapal, sektor dirgantara, dan perkembangan pesat industri drone di Indonesia.
“Pemerintah juga memberikan perhatian pada industri drone yang dinilai berkembang pesat,. Lebih dari 300 industri drone telah muncul, menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan. Meskipun mayoritas adalah UKM, mereka mampu membuat drone untuk berbagai keperluan, dari surveilans hingga keperluan militer. Kami juga telah mempersiapkan klaster industri pertahanan agar dapat mendukung kemandirian di sektor pertahanan. Saya berharap hasil diskusi ini dapat menjadi masukan berharga untuk pengambilan keputusan di tingkat kebijakan dan industri.” ujar Andi.
Forkominhan menegaskan komitmennya untuk terus memainkan peran aktif dalam mendorong kolaborasi dan inovasi demi mencapai kemandirian industri pertahanan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan, Forkominhan bertekad meningkatkan kemampuan di bidang kemandirian industri pertahanan.
“Forkominhan selaku forum diharapkan dapat berkolaborasi mempererat hubungan baik bagi para pengguna dan juga dari industri pertahanan dan juga penentu kebijakan, hingga kita dapat merialisasikan kemandirian industri pertahanan pada masa-masa yang akan datang.” tutup Marsdya Erris Herryanto.