Smelter PT ITSS di Morowali Meledak, Pengamat Soroti Ketaatan Peraturan Investasi, Benahi 4 Hal Ini
Pemerintah cenderung terburu-buru dalam menjalankan investasi sehingga berdampak buruk pada sistem ekonomi.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif CESS (Center for Energy Security Studies) Ali Ahmudi Achyak, menyoroti ketaatan aturan investasi yang berlaku di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Hal tersebut merespon kebakaran tungku smelter nikel yang terjadi di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Minggu (24/12/2023) sore, hingga menelan 18 korban jiwa.
Menurut Ali, pemerintah cenderung terburu-buru dalam menjalankan investasi sehingga berdampak buruk pada sistem ekonomi.
Baca juga: Anggota DPR Ramai-ramai Desak Pemerintah Hentikan Kegiatan Operasional Smelter PT ITSS di Morowali
"Ini bukan semata tentang investasi, namun lebih kepada ketaatan menjalankan aturan investasi. Kecenderungan pemerintah saat ini yang sering terburu-buru dan sering melabrak rambu-rambu itu, yang sering menimbulkan dampak buruk dan sistem ekonomi beresiko tinggi," kata Ali saat dihubungi Tribunnews, Rabu (27/12/2023).
Ali meminta, kebijakan investasi harus dilandasi aturan yang jelas dibarengi dengan risiko-risiko yang akan terjadi.
Dia juga menyampaikan setidaknya ada empat poin yang perlu dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang.
Pertama, pemerintah menerapkan secara tegas undang-undang Minerba dan seluruh produk turunannya termasuk mengatur hilirisasi.
"Kedua, pemerintah meninjau kembali dan memperkuat aturan tentang pembangunan smelter untuk memastikan bahwa teknologi yang digunakan betul-betul proven dan aman," ucap dia.
Kemudian ketiga, pemerintah dan industri harus memastikan bahwa SDM yang ada adalah profesional, terlatih dan patuh pada SOP dan pedoman HSSE (Health, Safety, Security and Environment).
"Keempat perlu pemantauan secara berkala agar busa mendeteksi secara dini kondisi smelter sehingga kehandalan tetap terjaga," terang dia.
"Sektor pertambangan dan industri berat termasuk yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi karena selain menggunakan mesin-mesin berteknologi canggih, juga biasanya berada di lokasi-lokasi tertentu yang tidak mudah pengelolaannya," sambungnya.