Pemerintah Butuh Dana Rp22 Triliun untuk Kejar Rasio Elektrifikasi 100 Persen
Rasio elektrifikasi di Indonesia belum mencapai 100 persen karena hingga akhir 2023 baru mencapai angka 99,78 persen.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rasio elektrifikasi di Indonesia belum mencapai 100 persen karena hingga akhir 2023 baru mencapai angka 99,78 persen.
Meski demikian, terdapat peningkatan dibandingkan dengan rasio elektrifikasi di tahun sebelumnya yang sebesar 99,67 persen. Saat ini masih banyak desa di Tanah Air yang belum berlistrik.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rasio desa berlistrik di Indonesia baru 99,83 persen.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu mengungkapkan, jumlah desa yang belum berlistrik ada 140 desa. Semua desa berada di Pulau Papua.
"Rasio peningkatan elektrifikasi dari 99,67 persen pada tahun 2022 menjadi 99,78 di tahun 2023," ucap Jisman dalam paparannya di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Kamis (17/1/2024).
Ada berbagai tantangan dalam merealisasikan rasio elektrifikasi 100 persen.
Selain medan di lapangan yang sulit dilalui, tantangan lainnya juga berasal dari kondisi wilayah yang belum kondusif dari sisi keamanan.
Kemudian, tidak adanya energi primer di daerah-daerah yang belum teraliri listrik tersebut juga membuat tingkat kesulitan bertambah.
Ia melanjutkan, untuk mencapai target rasio elektrifikasi dan desa berlistrik 100 persen, dibutuhkan anggaran setidaknya Rp22,08 triliun.
Baca juga: Rasio Elektrifikasi Nasional Hampir 100 Persen
"Upaya pemenuhan rasio elektrifikasi 100 persen dibutuhkan anggaran sebesar Rp22 triliun untuk 2 tahun ke depan," papar Jisman.
Diketahui, anggaran yang dimaksud diperlukan untuk perluasan jaringan, pembangunan pembangkit komunal, serta melaksanakan program Pemasangan APDAL dan SPEL.
APDAL adalah singkatan dari Alat Penyalur Daya Listrik, yang merupakan suatu piranti penyimpanan dan penyaluran energi listrik berbasis baterai yang dapat diisi ulang pada stasiun pengisian energi listrik.
Baca juga: Rasio Elektrifikasi Nusa Tenggara Timur Paling Tertinggal, Ini Kata ESDM
Sementara SPEL adalah singkatan dari Stasiun Pengisian Energi Listrik, yang akan dipasang dan dibangun oleh PT PLN (Persero), yang memanfaatkan sinar matahari melalui panel surya sebagai sumber energi nya.
"SPEL dan APDAL adalah program Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, diperuntukkan untuk lokasi yang sangat sulit seperti di wilayah Papua," pungkasnya.