Begini Dampak Hilirisasi yang Dilakukan Pemerintah Menurut Ekonom
Ekspor nikel yang memiliki nilai tambah itu sudah 99 persen dan di sisi lain ekspor bahan mentahnya 1 persen.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Core Indonesia Ina Primiana mengatakan, berkat hilirisasi, ekspor RI akan produk yang memiliki nilai tambah telah meningkat.
"Jadi mau tidak mau memang kita bisa mengatakan bahwa hilirisasi yang terjadi memang berdampak," katanya dalam acara Outlook Ekonomi Sektor-sektor Strategis 2024 di Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2024).
"Berdampaknya itu menyebebakan adanya ekspor kita meningkat dengan produk yang memiliki nilai tambah," lanjutnya.
Baca juga: Prabowo-Gibran Selalu Bicara Hilirisasi, Ekonom: Tapi Tak Singgung Target Angka dalam Visi Misinya
Ia mencontohkan nikel. Ekspor nikel yang memiliki nilai tambah itu sudah 99 persen, di sisi lain ekspor bahan mentahnya 1 persen.
"Itu lumayan lah (nilai tambahnya, red) nikel jadi feronikel. Jadi, semua yang dijual itu ada nilai tambahnya dan semuanya banyak turunannya," ujar Ina.
Selain nikel, ada kelapa sawit yang tingkat ekspor produk dengan nilai tambahnya sudah sebesar 89 persen, sedangkan untuk yang ekspor mentahnya masih ada 11 persen.
Jadi, kata Ina, berkat hilirisasi, terjadi pergeseran rasio ke ekspor hilir alias produk dengan nilai tambah dari ekspor bahan mentah.
Ia mengatakan, meningkatnya angka rasio ekspor hilir ini juga berdampak pada tenaga kerja sektor industri.
Menurut data milik Kementerian Perindustrian yang ia tunjukkan, jumlah tenaga kerja di sektor industri di tahun 2023 mencapai titik tertinggi dalam kurun waktu enam tahun terakhir.
Tenaga kerja di sektor industri pada 2021 berjumlah 18,69 juta, pada 2022 berjumlah 19,17 juta, lalu meningkat menjadi 19,34 juta pada 2023.
"Kalau kita lihat sebetulnya sih meskipun dia terbuka lapangan pekerjaan, tapi emang masih di informal. Yang masih banyaknya di sektor informal," kata Ina.