Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kementerian ESDM Prediksi 50 Persen Lebih Kendaraan BBM Bakal Menghilang di 2040

Baterai yang memiliki kepadatan energi tinggi memiliki waktu pengoperasian baterai yang lebih lama dibandingkan dengan ukuran baterai.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Kementerian ESDM Prediksi 50 Persen Lebih Kendaraan BBM Bakal Menghilang di 2040
Tribunnews.com/ Naufal Lanten
Situasi kepadatan kendaraan di Jalan HR Rasuna Said, Depan Plaza Festival Mall Kuningan, Setiabudi Jakarta Selata. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi penggunaan kendaraan bermotor berbasis bahan bakar minyak fosil (BBM) bakal terus berkurang.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangann Industri, Agus Tjahajana mengatakan, secara persentase, penggunaan kendaraan dengan sistem Internal Combustion Engine (ICE) berada di angka 40 persen hingga 50 persen.

Kendaraan ICE semakin ditinggalkan seiring beralihnya para pengguna kendaraan berbasis BBM menuju kendaraan yang lebih ramah lingkungan.

Baca juga: Transaksi Pakai BRImo, 15 Nasabah Ini Menangkan Mobil Listrik Keren!

"Transisi energi ini akhirnya akan membuat kita harus menentukan jenis-jenis kendaraan baru. Sehingga internal combustion engine itu akan berkurang," ungkap Agus di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/1/2024).

"Forecast di 2040 tinggal 50 persen, malah ada yang bilang tinggal 40 persen, dan sisanya itu adalah kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan," sambungnya.

Agus melanjutkan, jenis-jenis kendaraan ramah lingkungan bervariasi.

Berita Rekomendasi

Ada yang masih menerapkan mesin hybrid, yakni kendaraan yang menggunakan sistem penggerak dengan dua sumber energi, yaitu bahan bakar yang diolah pada mesin pembakaran dalam dan listrik dari baterai.

Dan ada pula kendaraan yang sepenuhnya berbasis listrik, yang sumber energinya bersumber dari baterai.

"Di ramah lingkungan itu ada macam-macam ada EV, ada yang hybrid, dan baterai macam-macam," paparnya.

Dalam kesempatan tersebut, Agus juga mengungkapkan, teknologi baterai kendaraan listrik juga bervariasi, mulai Lithium Ferro Phosphate (LFP) dan Nickel Mangan Cobalt (NMC).

Keduanya memiliki keunggulan masing-masing.

Untuk baterai LFP disebut berbobot lebih berat dan cenderung lebih besar dibandingkan NMC.

Selain itu, kepadatan energi baterai (density) NMC lebih baik ketimbang LFP.

Diketahui, kepadatan energi yang tinggi merupakan sifat yang vital dalam baterai. Baterai yang memiliki kepadatan energi tinggi memiliki waktu pengoperasian baterai yang lebih lama dibandingkan dengan ukuran baterai.

"LFP itu ada kekurangannya dibanding NMC, density daripda energinya lebih rendah. Kalau dari skala 10 density energinya nikel, yang LFP density-nya 5," ucap Agus.

"Jadi LFP akan bagus untuk kendaraan truk, bus. LFP karena dia enggak tergantung, berat sebesar apapun dia bawa," sambungnya.

Namun, LFP tentunya juga memiliki keunggulan pada aspek lainnya, seperti harga hingga umur dari baterai itu sendiri.

Agus mengungkapkan, suhu saat pemakaian pada baterai LFP lebih dingin dibandingkan NMC.

"LFP lebih bagus (secara umur), karena LFP itu panasnya lebih kecil. Karena menyedot dayanya lebih rendah. Kalau panasnya lebih tinggi kan umurnya agak pendek," papar Agus.

"Tapi itu semuanya yang lagi dicoba siapa yang umur lebih panjang, jarak tempuh lebih panjang, lebih murah itu tantangan teknologi," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas