Muncul Pesan Berantai Kerjasama Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Batal, Begini Tanggapan KCIC
Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya belum masuk dalam tahap pembicaraan masa konsesi apakah seperti rute Jakarta-Bandung selama 80 tahun atau tidak
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Beredar pesan berantai yang menarasikan kerjasama proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya batal.
Dalam pesan berantai itu, China menolak bekerjasama dengan Indonesia karena faktor pemilihan presiden (Pilpres 2024) yang belum tahu siapa yang akan berkuasa.
Alasan kedua kontur tanah untuk kereta cepat ke Jawa timur yang rumit untuk konstruksi.
Yang ketiga, indonesia dinarasikan tidak mau mengeluarkan dana dan semua beban dana di pihak investor China tidak bersedia.
Pada poinnya, China memutuskan menolak investasi di kereta cepat karena ketidaksepaham dengan pihak Indonesia.
Tidak hanya pesan berantai tetapi juga video menggunakan bahasa Mandarin yang juga menampilkan sejumlah elite pemerintahan Indonesia.
Manager Corporate Communication PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Emir Monti angkat bicara.
Baca juga: Tarif Baru Kereta Cepat Whoosh Cuma Rp150.000, Bisa Dipesan via Online, Begini Caranya
“Hoax. Ini video terkait pembangunan, sudah lama yang saya resumekan dulu,” ucap Emir kepada Tribunnews, Selasa (30/1/2024).
Emir menyatakan China hingga kini masih berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya.
Rencana ini masih dalam tahap kordinasi dan diskusi bersama Kementerian terkait.
“Kami masih kordinasikan dan diskusikan dengan seluruh ruang lingkup dan skemanya akan seperti apa,” tutur Emir.
Dia menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya belum masuk dalam tahap pembicaraan masa konsesi apakah akan seperti rute Jakarta-Bandung selama 80 tahun atau tidak.
“Masih dalam pembahasan (masa konsesi),” urainya.
Emir pun belum bisa memberikan kepastian jalur kereta cepat Jakarta – Surabaya melewati trase lintasan utara atau selatan karena tahap kordinasi sehingga belum ada cetak biru (blue print) sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan.