Pengusaha Segera Ajukan Gugatan Pajak Hiburan ke Mahkamah Konstitusi
GIPI akan segera melayangkan gugatan terhadap aturan mengenai pajak hiburan ke Mahkamah Konstitusi
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) akan segera melayangkan gugatan terhadap aturan mengenai pajak hiburan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Aturan tersebut adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubugan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang merujuk pada pasal 58 ayat 2 tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Baca juga: Soal Pajak Hiburan, Airlangga Tegaskan Lagi Ketentuan dalam UU HKPD dan SE Mendagri
Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani mengatakan sesegera mungkin gugatan ini akan dibawa ke MK. Saat ini, pengacara GIPI disebut sedang memperbaiki berkas-berkas yang ada.
"Jadi dari tim lawyer masih banyak perbaikan. Pokoknya saya as soon as possible kita masukin (ke Mahkamah Konstitusi)," katanya ketika ditemui di hotel The Langham Jakarta, Rabu (31/1/2024).
Ia mengatakan, dirinya sudah menerima draf kedua dari pengacaranya, di mana ada sedikit koreksi. Harapannya, dapat sesegera mungkin dibawa ke MK.
Menurut dia, berkas-berkasnya sudah cukup bagus, berisi banyak masukan. Jadi, ia rasa pekan ini kalau tidak terkejar, mungkin awal pekan depan sudah bisa dimasukkan ke MK.
"Kalau tidak Senin, Selasa. Kita mau omongkan secara terbuka saat daftar ke MK agar publik bisa melihat," ujar Hariyadi.
Baca juga: Pemda Dinilai Ragu Terapkan SE Pajak Hiburan, Pengusaha Curhat ke Menko Luhut
Sebelumnya, GIPI bakal mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 yang merujuk pada pasal 58 ayat 2 tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani menilai, pasal tersebut secara keseluruhan bermasalah dan berpotensi mematikan lini usaha di sektor jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.
"Kami sedang mempersiapkan untuk melakukan judicial review ke MK atas nama Gipi. Kita memandang pajak tarif jasa hiburan itu bermasalah, sehingga kita minta untuk dibatalkan di MK," kata Hariyadi.