Meroketnya Harga Pangan Bikin Tabungan Masyarakat Makin Kempes, Pemerintah Diminta Tak Diam
Kenaikan harga-harga bahan pokok telah menambah beban masyarakat di tengah keterbatasan pendapatan.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Melonjaknya harga pangan, mulai dari beras, telur, hingga daging ayam, memberikan tekanan terhadap keuangan masyarakat.
Terlebih saat ini, masyarakat akan menghadapi bulan suci Ramadan pada pekan besok.
Berdasarkan data Mandiri Spending Index (MSI), Indeks Nilai Belanja masyarakat kelas bawah per 25 Februari 2024 tercatat sebesar 263,8.
Angka ini naik dibandingkan posisi 28 Januari 2024 yang sebesar 243,8.
Baca juga: Pedagang Beras Mulai Ngeluh Sepi Pembeli dan Sulit Dapat Beras Bulog
Namun Indeks Tabungan kelompok masyarakat tersebut turun dari posisi 42,2 per 28 Januari 2024 menjadi 39,8 per 25 Februari 2024.
Sementara pada kelompok menengah, Indeks Belanja tercatat 239,7, naik dari posisi 28 Januari 2024 yang sebesar 227,6. Adapun Indeks Tabungan mereka stagnan di level 96,6.
Sedangkan untuk masyarakat kelompok atas, Indeks Belanja turun tipis menjadi 162,4 dari 28 Januari 2024 sebesar 163,7. Kemudian, Indeks Tabungan mereka cenderung stagnan di level 96,8.
Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, kenaikan belanja pada masyarakat kelompok bawah sejalan dengan kenaikan pengeluaran, karena adanya kenaikan harga-harga dan inflasi.
Menurutnya, pengeluaran yang besar akibat kenaikan harga dan inflasi mengakibatkan tabungan masyarakat kelas bawah ikut tergerus.
"Tabungan kelompok bawah memang kembali mengalami penurunan posisinya dibandingkan tahun 2022. Tetapi tahun 2022 memang angka tabungan cukup tinggi," tutur Yudo dikutip dari Kontan, Jumat (8/3/2024).
Sementara itu, untuk kelompok menengah ke atas, mereka cenderung lebih menahan belanja.
Selain itu, pada bulan Februari biasanya mengalami normalisasi untuk pengeluaran kelompok menengah dan atas.
Secara umum, Indeks Nilai Belanja per 25 Februari 2024 tercatat 202,5, naik dari posisi akhir Januari sebesar 196,2. Selain itu, Indeks Frekuensi Belanja masyarakat hingga 25 Februari 2024 sebesar 548,7, juga naik dari 28 Januari 2024 yang sebesar 507,7.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios ) Bhima Yudhistira melihat, lonjakan harga pangan akan mengganggu konsumsi masyarakat. Bahkan, konsumsi terhadap barang-barang non makanan.
"Misalnya, untuk biaya transportasi, pembelian tiket untuk mudik Lebaran, pemberian pakaian jadi, juga pariwisata yang akan mengalami perlambatan," kata Bhima.
Selain itu, masyarakat bakal menggunakan sebagian dana tunjangan hari raya (THR) untuk memenuhi kebutuhan pokok. Alhasil, uang yang ditabung pun tak banyak.
"Implikasinya, konsumsi rumah tangga di kuartal I dan II-2024 dikhawatirkan cenderung tumbuh 4,9 persen year on year (yoy)," imbuh Bhima.
Pemerintah Tak Boleh Diam
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Anis Byarwati meminta pemerintah tidak diam melihat kenaikan harga pangan.
Pemerintah harus berupaya lebih keras melakukan stabilisasi harga pangan dan mengerek daya beli masyarakat.
Sebab kenaikan harga-harga bahan pokok telah menambah beban masyarakat di tengah keterbatasan pendapatan.
“Pemerintah harus segera menstabilkan harga beras karena beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia. Pemerintah juga harus bisa tetap menjaga daya beli masyarakat,” ujar Anis.
Apa yang terjadi di lapangan saat ini, kata Anis, tak mencerminkan data-data makro perekonomian yang kerap disebut cukup baik.
Pasalnya, angka pertumbuhan ekonomi di angka 5% tak diikuti dengan tingkat inflasi pangan yang terkendali dan pembukaan lapangan kerja yang luas.
Kurangnya keterbukaan lapangan kerja saat ini secara tak langsung memengaruhi kemampuan daya beli masyarakat. Namun daya beli yang tak mengalami peningkatan itu justru dibayangi oleh kenaikan harga pangan yang terbilang tinggi.
“Kondisi ini sangat dirasakan oleh masyarakat. Artinya, masyarakat merasakan ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Harga beras naik signifikan, sehingga menaikkan pengeluaran rakyat kecil di tengah lapangan kerja yang terbatas,” kata Anis.
Baca juga: Update Harga Pangan per 8 Maret: Daging Ayam hingga Telur Melonjak Jelang Ramadhan
Angka makro ekonomi yang selama ini tampak juga dianggap tak sepenuhnya menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat akar rumput.
Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini banyak didorong oleh sektor-sektor pertambangan dan industri.
Diketahui sebelumnya, hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia pada Rabu (28/2) menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan kondisi perekonomian dalam negeri sedang tidak baik-baik saja.
Survei yang dilakukan pada 18-21 Februari 2024 dengan melibatkan 1.227 responden itu menunjukkan persepsi negatif masyarakat terhadap ekonomi Indonesia.
Tercatat 40,6% responden menilai ekonomi nasional dalam kondisi buruk atau sangat buruk. Sementara 33,9% responden menilai kondisi ekonomi nasional baik dan sangat baik.
Hasil survei Indikator Politik Indonesia itu selaras dengan survei yang lebih dulu dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia pada pekan lalu.
Survei LSI menunjukkan sebanyak 41,4% responden menggambarkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam tone negatif. Itu terdiri dari 30,8% menyatakan buruk dan 10,3% menyatakan sangat buruk.
Sebaliknya, 34,1% masyarakat menyebut kondisi ekonomi Indonesia dalam tone positif, dengan perincian 29,1% menyatakan baik dan hanya 5,1% yang menyatakan sangat baik.
Dua survei itu memotret sebab utama persepsi negatif terhadap perekonomian nasional, yaitu tingginya harga pangan, terutama beras.
Data panel harga Badan Pangan Nasional pada Kamis (7/3/2024) menunjukkan kenaikan dan penurunan harga rata-rata nasional beberapa komoditas pangan.
Harga beras premium turun Rp 10 ke Rp 16.490 per kilogram (kg). Harga beras medium turun Rp 20 ke Rp 14.320 per kg.
Harga kedelai biji kering (impor) hari ini mengalami kenaikan, di mana per kilogramnya dibanderol sebesar Rp 13.310 per kg setelah naik Rp 70.
Harga bawang merah naik Rp 140 ke Rp 34.010 per kg. Harga bawah putih bonggol naik Rp 180 ke Rp 39.450 per kg.
Aneka cabai kompak turun. Harga cabai merah keriting turun Rp 70 ke Rp 62.510 per kg. Harga cabai rawit merah turun Rp 60 ke Rp 62.050 per kg.
Harga daging sapi murni naik Rp 280 ke Rp 134.660 per kg. Harga daging ayam ras naik Rp 310 ke Rp 38.030 per kg. Harga telur ayam ras naik Rp 70 ke Rp 31.350 per kg.
Harga gula konsumsi naik Rp 60 ke Rp 17.790 per kg. Lalu, harga minyak goreng kemasan sederhana naik Rp 30 ke Rp 17.700 per liter. Sedangkan harga minyak goreng curah turun Rp 30 ke Rp 15.590 per liter.