Industri Minuman Tak Bertumbuh Sejak Covid-19, AMDK Justru Jadi Penyokong Utama
Data terakhir menunjukkan, Compunded Annual Growth Rate (CAGR) industri minuman 3 tahun terakhir ada di angka nol persen atau tidak ada pertumbuhan.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri minuman terus terhimpit sejak pandemi Covid-19. Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) industri minuman sejak Covid-19 stagnan atau tidak mengalami pertumbuhan.
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo, menyampaikan penjualan industri minuman siap saji saat ini tengah mengalami penurunan dan masih dalam masa pemulihan pasca pandemi Covid-19.
"Masih stagnan. Sebelum Covid penjualan antara 8 miliar liter dan pada masa covid terjadi penurunan menjadi 6,6 miliar liter, kemudian 2021 naik menjadi 7,1 miliar liter dan 2022 ke angka 8,7 miliar liter. Semua kategori minuman siap saji atau RTD mengalami penurunan yang sangat signifikan di tahun 2020 dan di tahun 2021 masih belum menunjukkan recovery dibanding pre-pandemic level," tutur Triyono dalam Konferensi Pers Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024, di Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2024).
Baca juga: Masyarakat Makin Peduli Kesehatan, Penggunaan Galon AMDK BPA Free Kian Diminati
Data terakhir menunjukkan, Compunded Annual Growth Rate (CAGR) industri minuman 3 tahun terakhir ada di angka nol persen atau tidak ada pertumbuhan.
"Artinya secara pertumbuhan industri tidak ada pertumbuhan. Ini menjadi tantangan kita semua di sebagai pelaku industri minuman," imbuhnya.
Yang saat ini mendominasi penjualan industri minuman adalah Air Minum Dalam Kemasan atau AMDK dengan kontribusi sekitar 60-70 persen dari total volume. Posisi kedua ada minuman teh kemasan.
"Tetapi kita lihat dalam 3 tahun terakhir pun sejak pandemi ternyata teh juga tidak tumbuh. Inilah tantangannya, di mana Covid itu berdampak besar bagi industri. Industri minuman ringan masih dalam proses pemulihan pasca Covid-19," ungkap Triyono.
Tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022 ke 2023, namun penyumbang utama dari pertumbuhan tersebut adalah air mineral. Tanpa penjualan air mineral industri minuman ringan mengalami pertumbuhan negatif atau minus 2,6 persen.
Tahun 2024 diharapkan menjadi momentum rebound atau kebangkitan bagi industri minuman dalam negeri. Ada dua faktor yang bisa memicu pertumbuhan.
Pertama, adaptasi industri terhadap kebutuhan konsumen, seperti affordability, penciptaan minuman rendah dan zero kalori, isu sustainability atau ramah lingkungan yang sudah mulai diangkat dan availability atau ketersediaan yang mudah.
Aspek kedua adalah dukungan pemerintah melalui kebijakan yang tepat, seperti menjaga daya beli konsumen, tidak menambah beban usaha industri dan mengurangi tekanan eksternal industri.
"Kalau itu semua bisa terjadi kita harap bisa ada pertumbuhan konservatif di kisaran 4-5 persen. Kemudian juga bisa menjaga industri Nonalcoholic Ready To Drink (NARTD) Indonesia menjadi tuan rumah di negara sendiri," ucap Triyono.