Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Akademisi Sarankan Pembatasan Angkutan Logistik Bukan Pelarangan Saat Hari Besar Keagamaan

Jika dilakukan pelarangan terhadap angkutan logistiknya, otomatis bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan barang.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Akademisi Sarankan Pembatasan Angkutan Logistik Bukan Pelarangan Saat Hari Besar Keagamaan
Kemenhub
Ilustrasi angkutan logistik. Jika dilakukan pelarangan terhadap angkutan logistiknya, otomatis bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan barang. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pelarangan moda transportasi logistik pada saat hari-hari besar keagamaan akan memunculkan masalah-masalah baru seperti berkurangnya supply pada saat permintaan (demand) melonjak yang bisa mengganggu stabilitas harga (ancaman inflasi) karena kelangkaan barang.

Apalagi permintaan terhadap beberapa komoditas seperti kebutuhan makanan dan minuman, seperti air minum dalam kemasan biasanya meningkat pada saat hari-hari besar keagamaan sehingga bila langka di pasaran harganya akan naik.

"Jika dilakukan pelarangan terhadap angkutan logistiknya, otomatis bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan barang. Itu kan ada multiplier efek lainnya seperti bisa menyebabkan kenaikan harga dan ancaman inflasi,” ujar ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Dr.phil Aknolt Kristian Pakpahan dalam keterangannya baru-baru ini.

Baca juga: Kendaraan Besar Dilarang Melintas Jalan Raya Tajur Bogor, Jembatan Cibalok Longsor

Dia mengatakan dampak terhadap ekonomi logistik akibat pelarangan kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik itu akan muncul pada dua sisi.

Pertama, dampak terhadap konsumen yang akan menghadapi situasi kelangkaan barang dan ancaman kenaikan harga akibat supply-demand-nya tidak seimbang.

"Kondisi tersebut dikhawatirkan akan memunculkan masalah stabilitas harga termasuk stabilitas politik.

BERITA REKOMENDASI

Kita perlu memahami psikologi masyarakat, ketika misalnya barang-barang yang sudah menjadi kebutuhan pokok di masyarakat seperti AMDK itu tidak tersedia di masyarakat, yang paling ekstrim kan akan muncul isu-isu sosial misalnya penjarahan dan lain-lain,” kata dia.

Kedua, lanjutnya, dampak pada produsen, di mana kebijakan pelarangan ini akan berdampak pada operasional perusahaan.

Menurutnya, yang perlu dipahami juga adalah bahwa aktivitas ekonomi itu selalu didasarkan juga terhadap penghitungan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari biaya operasional seperti produksi, gaji pekerja dan sewa gudang.

“Biaya tetap ini kan tidak mengenal misalnya ada libur atau kebijakan pemerintah. Perusahaan tetap mengeluarkan biayanya. Tidak bisa karena adanya kebijakan pelarangan angkutan logistik itu lantas perusahaan mengurangi gaji karyawannya. Itu yang perlu dipahami,” ucapnya.

Katanya, yang perlu diingat juga adalah bahwa infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan layanan ekonomi, dan bukan sekedar memperhatikan kebutuhan pribadi seperti mudik saja.


Selain itu, lanjutnya, yang perlu diperhatikan juga adalah, jika pelarangan ini terus dilakukan, alur distribusi kebutuhan barang terutama yang dilakukan antar pulau akan menyebabkan masalah baru sekiranya terjadi kelangkaan barang.

“Jadi, pemerintah perlu melakukan skala prioritas mana yang perlu dikedepankan, untuk mudik atau aktivitas ekonomi.

Perlu dipahami , infrastruktur yang dibangun itu kan sebenarnya bermanfaat untuk mendukung aktivitas ekonomi, bukan untuk melayani yang mudik atau yang berangkat liburan,” ungkapnya.

Dia menuturkan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah selain mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik yakni melakukan perbaikan infrastruktur jalan raya (seperti pelebaran jalan) serta pengaturan jadwal pembatasan operasional kendaraan besar di jam-jam tertentu.

“Jadi, yang paling penting sebenarnya adalah pembatasan angkutan logistik dan bukan pelarangan,” ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas