KSPI Minta Buruh Adukan Jika Terkena PHK dan THR Dicicil Jelang Lebaran
Kasus-kasus yang sering terjadi adalah pertama perusahaan tidak membayar THR dengan alasan tidak mampu.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tengah menyoroti sekaligus mewaspadai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Tunjangan Hari Raya (THR) yang dicicil saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Presiden KSPI Said Iqbal membentuk 'Posko Pengaduan', bagi para pekerja yang sengaja di-PHK dan tidak diberikan THR, sebagaimana mestinya. Ada 2 Posko yang didirikan, yakni Posko Pengaduan PHK jelang Lebaran.
"Dan juga Posko Pengaduan THR, bagi pekerja yang THR-nya tidak dibayar, dicicil ataupun ditunggak oleh perusahaan," ujar Said Iqbal di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Baca juga: Catat! PNS serta TNI-Polri Kategori Ini Tidak Akan Dapat THR
Sejauh ini, ucap Said, tercatat ada puluhan ribu buruh yang tidak mendapat THR, termasuk THR yang ditunggak dan dicicil oleh perusahaan. KSPI menyoroti, setidaknya ada 3 persoalan yang kerap terjadi, dalam setiap pemberian THR di setiap tahunnya.
"Kasus-kasus yang sering terjadi adalah pertama perusahaan tidak membayar THR dengan alasan tidak mampu," tutur Said.
Kedua perusahaan menunggak pembayaran THR dengan memberikan janji-janji kalau perusahaan tidak rugi, padahal kondisi perusahaan baik-baik saja.
"Dan ketiga perusahaan mencicil untuk membayar THR," ucap Said.
Karenanya, agar kasus-kasus tersebut tidak terulang dan menjadi budaya di setiap tahunnya, dirinya pun memberikan rekomendasi pada pemerintah untuk penyelesaian persoalannya.
Pertama membuat regulasi yang memberikan hukuman sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak membayar THR. Karena tidak membayar THR berarti penggelapan terhadap hak buruh jelang Hari Raya Idul Fitri ataupun Natal, bagi agama lainnya.
"Sehingga sanksi pidana bisa memberikan efek jera, karena sanksi administrasi yang ada tidak memberikan efek jera. Misal apabila 2x berturut-turut perusahaan tidak membayar THR dikenakan sanksi pidana, dan sanksi administrasi diberlakukan jika perusahaan tidak membayar sekali," terang Said.
Kedua, membuat batas akhir pembayaran THR adalah H-14, bukan H-7. Karena apabila H-7 banyak perusahaan yang sudah libur atau mendekati libur, sehingga perusahaan sengaja mengulur-ulur waktu dan akhirnya para buruh sudah banyak yang pulang kampung karena perusahaan sudah meliburkan para pekerjanya.
Tapi apabila pembayaran dilakukan H-14 atau H-21 maka ada waktu bagi buruh sebelum diliburkan perusahaan bisa menggugat atau melaporkan perusahaan yang tidak membayar THR kepada Disnaker atau Posko yang didirikan oleh pemerintah.
"Meskipun itu sebenarnya langkah basa-basi karena tidak adanya tindakan lanjutan dan kejadian selalu terjadi berulang-ulang di setiap tahunnya," tambah Said.
Dan ketiga, membentuk Posko Gabungan (Tripartit), di tingkat kabupaten/kota, bukan hanya di tingkat nasional. Sehingga pengusaha dan serikat pekerja punya kewajiban yang sama bersama pemerintah mendatangi H-14 untuk memeriksa.
"Apakah perusahaan sudah bayar THR. H-7 melakukan pendekatan sanksi apabila belum bayar THR, mencicil atau menunggak THR. Sehingga langkah ini bisa mencegah perusahaan-perusahaan nakal yang tidak membayar THR, menunggak THR atau mencicil THR," terang Said.
Tak cukup sampai di situ, Said Iqbal juga mengingatkan, khususnya kepada para pekerja untuk bisa mewaspadai cara-cara licik yang bisa saja digunakan oleh perusahaan, agar tidak menunaikan kewajibannya.
Hal lain yang harus diwaspadai, lanjut dia, adalah kecurangan pengusaha untuk menghindari pembayaran THR. Seperti karyawan kontrak dan outsourcing yang di PHK H-30, sehingga tidak ada kewajiban pengusaha memberikan THR. Atau H-8, karena H-7 tidak adanya hukuman untuk tidak bayar THR.
"Dan setelah di PHK, mereka biasanya akan dipanggil kembali pasca Libur Lebaran. Itu lah kelicikan para pengusaha untuk menghindari membayar THR," tuturnya.