Beli Bawang di Pasar Pun Bisa Pakai QRIS, Transformasi TransaksiTradisional ke Digitalisasi
Transaksi nontunai dengan QRIS telah masuk ke pasar tradisional, pedagang dan pembeli dimudahkan dengan pembayaran cashless
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - "Monggo mbak gampil mawon (silakan mbak mudah saja)."
Begitulah ucapan yang tersirat dari seorang Dalinem, pedagang bawang kepada pembelinya di Pasar Gede Hardjonagoro, Kota Solo, Minggu (17/3/2024) siang.
Dengan aksen krama alus Bahasa Jawa, nenek yang akrab disapa Mbah Dal ini menyodorkan sebuah papan kecil bergambar kode yang disebut Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Demikian menarik perhatian Tribunnews untuk melakukan wawancara kepada ibu paruh baya yang menolak tua alias tak mau ketinggalan perihal kemajuan teknologi.
Sembari menunjukkan papan plastik barcode, Mbah Dal mengaku penggunaan QRIS terbilang mudah.
Hanya pada awal penggunaan dan pendaftaran QRIS, dirinya harus beradaptasi tentang kebiasaan baru sebagai upaya digitalisasi pasar.
Setelahnya, transaksi nontunai dibebankan kepada pembeli dengan memindai kode QRIS melalui telepon genggamnya.
"Ya intinya kita pedagang tinggal menunjukkan kode QRIS, pembeli tinggal memindai dan membayar lewat mobile banking sesuai biaya belanja," katanya.
Selain kemudahan cara mengoperasikan, Mbah Dal menyebutkan kelebihan dan manfaat QRIS digunakan pedagang.
Yang pertama, lanjutnya, QRIS tak membebankan biaya tambahan kepada pedagang dengan transaksi di bawah Rp 100 ribu.
Kemudian informasi transaksi juga bisa diakses setiap saat kendati hari Sabtu dan Minggu saat bank tutup.
Baca juga: Surya Rotan Desa Trangsan, dari Rumahan Kini Langganan Ekspor ke Negeri Paman Sam
"Yang paling penting lagi adalah saya sudah jarang bawa uang banyak, paling bawa sedikit untuk jaga-jaga uang kembalian kalau ada pembeli bayar tunai," terang warga Boyolali yang mencoba peruntungan di Solo ini.
Seorang pembeli bernama Putri asal Jakarta juga berbagi tentang kepuasan menggunakan QRIS untuk bertransaksi.
Sebagai generasi milenial, Putri mengakui, QRIS memudahkan urusannya perihal berbelanja.
"Apalagi kita yang sekarang ini sebagai turis, dengan transaksi cashless begini kan tidak perlu cari ATM untuk menarik uang. Bersyukur ya pedagang di sini sudah pakai QRIS, kita jadi mudah (belanja)," ucapnya memamerkan sambal pecel oleh-oleh.
Adapun, aktivitas transaksi nontunai termasuk menggunakan QRIS sudah menjadi hal biasa di Pasar Gede beberapa tahun belakangan.
Hal ini berkat dorongan Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta hingga BRI sebagai perbankan yang konsen di bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menangah (UMKM).
Ditemui di kantornya pada Senin (18/3/2024), Pimpinan Cabang BRI Solo Slamet Riyadi, Agung Ari Wibowo mengatakan, pemberdayaan UMKM bagi BRI merupakan visi memberi makna Indonesia.
"Kemudian memberdayakan masyarakat sebagai penopang perekonomian nasional," jelasnya.
Ia menjelaskan, BRI telah melakukan beberapa aksi nyata demi menyediakan layanan keuangan yang terintegrasi dan memastikan nasabah dapat naik kelas dalam satu ekosistem yang utuh dalam konsep empower, Integrate, dan upgrade.
Sementara terkait dengan kemudahan transaksi merchant, BRI menyediakan transaksi non tunai dan praktis dengan promo yang beragam.
Saat ini, tersedia sekitar 500 merchant BRI di kantor cabang yang ia pimpin.
Dengan adanya transaksi, seperti penggunaan EDC dan QRIS tersebut di atas, pihaknya mengklaim pelayanan maksimal dari BRI.
"Pada intinya kami menerima semua transaksi kartu kredit, free biasa sewa dan biasa maintenance."
"Payment lebih cepat termasuk hari Sabtu dan hari Minggu, bank dengan jumlah kartu terbanyak, tekhnologi terdepan dengan EDC system android dan satelit BRI sendiri," tuturnya.
Disebutnya juga, layanan digital di pasar tradisional seperti di Pasar Gede merupakan terobosan BRI agar transaksi nontunai menjangkau semua kalangan.
Ia berharap, pedagang bisa melakukan semua jenis pembayaran tunai maupun nontunai termasuk menggunakan QRIS.
"Inilah tujuan dan bukti nyata BRI untuk memberi makna serta tentunya untuk UMKM agar bisa naik kelas, terus terintegrasi dan terjalin," paparnya.
Dukungan Pemerintah Daerah
Dorongan dari masyarakat untuk melakukan transaksi uang elektronik disambut pemerintah daerah serta perbankan dengan baik.
Lewat kerjasama di berbagai stakeholder, fasilitas mendukung terwujudnya digitalisasi serta transaksi cashless bisa tercapai.
Pemerintah Kota Solo adalah salah satunya. Selain pusat perbelanjaan modern seperti mal, pasar tradisional pun tak luput dari target.
Lantas, tak hanya untuk transaksi jual beli penjual dan pedagang. Transaksi berwujud uang elektronik juga dilatur untuk pembayaran retribusi bernama e-retribusi (elektronik retribusi).
Hingga kini berdasarkan data Dinas Perdagangan Kota Solo, 26 pasar sudah menerapkan e-retribusi.
"Oktober mendatang akan bertambah lagi empat pasar yang bakal melalui e-retribusi," ungkap Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Heru Sunardi, ketika dihubungi secara terpisah.
E-retribusi telah bekerjasama dengan sejumlah bank.
Selanjutnya, Layanan transaksi nontunai menggunakan QRIS telah berlangsung di 13 pasar di Kota Solo. Di antaranya yakni Pasar Klewer, Pasar Gede, Pasar, Kadipolo hingga Pasar Cinderamata.
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, adalah tokoh yang konsen dalam digitalisasi serta transaksi cashless di Kota Bengawan.
Ia mendorong pedagang dan warga Kota Surakarta untuk melakukan transaksi secara cashless atau non tunai lewat aplikasi QRIS .
Bahkan, pria yang akrab disapa Mas Wali ini mengajak semua lurah pasar tradisional di Solo, seluruh pedagang dan para pembeli untuk segera melakukan digitalisasi.
“Jadi pembayaran non tunai QRIS ini merupakan salah satu upaya pemulihan ekonomi," katanya saat meluncurkan sistem pembayaran cashless ADIPATI QRIS pada 2021 lalu.
"Dengan adanya transaksi cashless, kita bisa mempermudah jual beli, memberikan rasa aman pada pembeli, memberikan kemudahan," imbuh dia.
Pasalnya, kata Gibran, transaksi dengan QRIS dinilai lebih efektif.
"Tidak perlu bawa dompet ke pasar. Jadi kita ingin di tengah pandemi ini kita bener – bener ingin mengurangi yang namanya pembayaran yang menggunakan uang tunai atau contactless payment," tegasnya.
Transaksi Cashless Meningkat
Dikutip dari laman LPS, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, digitalisasi adalah hal yang tidak bisa dihindari dan merupakan suatu keniscayaan.
Menurutnya, digitalisasi yang terjadi pada masyarakat saat ini seperti munculnya cashless society (masyarakat tanpa uang tunai) maupun tren perkembangan perbankan digital, tidak terlepas dari peningkatan pengguna internet di Indonesia.
“Masyarakat kita memang sebagian besar belum cashless, tetapi kita sedang bergerak ke arah sana. LPS akan mempersiapkan diri sebaik mungkin, karena kami juga ingin mewujudkan dunia finansial digital yang tumbuh dengan baik, cepat dan juga aman” ujarnya di acara Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bertema menuju Masyarakat Cashless, dihelat di Jakarta pada Rabu (3/8/2022).
Menurutnya, data terkini menunjukkan pengguna internet di Indonesia telah mencapai 204,7 juta jiwa atau 73,7 persen dari total populasi per Januari 2022.
Selain itu, pengguna internet yang memiliki mobile phone di Indonesia telah mencapai 96,1 persen.
Adapun persentase pengguna internet yang memiliki gawai lainnya seperti laptop, tablet, dan smart watch, masing-masing sebesar 68,7 persen, 18 persen, dan 17,3 persen.
Berdasarkan data transaksi uang elektronik, selama tahun 2021 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebanyak 5,4 miliar kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp239 triliun.
Tren kenaikan tersebut juga secara konsisten masih terjadi pada hingga pertengahan tahun 2022 baik secara volume maupun nilai.
Ia juga menjelaskan, tren digitalisasi yang terjadi juga telah merambah sektor perbankan, dimana saat ini marak bank-bank digital atau neobank ditengah masyarakat.
Hal ini ditunjukkan oleh pesatnya peningkatan jumlah rekening simpanan bank digital yang mencapai mencapai 38,2 juta rekening pada Mei 2022 atau meningkat 8.238,4 persen YoY.
Selain itu nominal simpanan bank digital juga menunjukkan peningkatan meskipun tidak secepat peningkatan jumlah akun. Per Mei 2022, nominal simpanan pada bank digital mencapai Rp49,3 triliun atau meningkat 58,1 persen YoY.
“Perbedaan utama bank digital dan bank non-digital hanya pada delivery channel. Dalam hal regulasi dan peran penjaminan simpanan LPS, tidak terdapat perbedaan perlakuan antara bank digital dengan bank non-digital. Sehingga, LPS sesuai amanat undang-undang akan menjamin simpanan nasabah pada bank digital, dengan tetap melihat kriteria 3T,” jelasnya.
3T sendiri adalah syarat penjaminan LPS yang terdiri dari, Tercatat pada pembukuan bank, Tingkat bunga yang diterima tidak melebihi Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS dan Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet.
Dalam kesempatan tersebut, Purbaya juga mengingatkan tentang pentingnya penguatan koordinasi antar lembaga, semisal dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk selalu memberikan masukan atau feedback demi keamanan kegiatan transaksi digital masyarakat.
“Kami juga memerlukan feedback yang lebih kuat dari PPATK, karena yang memonitor segala transaksi adalah PPATK dan kami di KSSK sangat memerlukan untuk mempersiapkan diri demi transaksi digital yang mudah, cepat dan pastinya aman untuk masyarakat,” pungkasnya.
(*)