ITRW Soroti Kecelakaan Maut Km 58 Tok Japek: Penggunaan Traffic Cone Tak Memadai untuk Contra Flow
ITRW berpendapat insiden Km 50 Tol Japek merupakan kesalahan kolektif pengguna tol, operator jalan tol dan aparat yang menggunakan diskresinya.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Kecelakaan fatal yang terjadi pada minibus Daihatsu Granmax dengan Daihatsu Terios dan bus Primajasa di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 58 pada Senin pagi H-1 Lebaran 8 April 2024 yang menyebabkan 12 orang tewas menjadi perhatian serius Indonesia Toll Road Watch (ITRW).
Dalam pernyataan tertulis mengevaluasi kasus kecelakaan maut ini, ITRW menyatakan, insiden ini merupakan tragedi sekaligus kesalahan kolektif antara pengendara yang terlibat, operator jalan tol dan aparat yang menggunakan diskresinya untuk me-rekayasa alur lalu lintas di jalan tol.
"ITRW mengucapkan dukacita mendalam pada keluarga para korban," ungkap Ferry Octavian, Divisi Teknologi ITRW dalam pernyataan tertulis yang diterima Tribunnews, Sabtu, 13 April 2024.
Ferry membeberkan, kasus laka ini diawali dengan keputusan pemberlakuan contra-flow di beberapa segment jalan tol Japek tersebut sejak beberapa hari sebelumnya, untuk mengantisipasi tingginya arus kendaraan pemudik.
Menurutnya, diskresi mengambi keputusan contra flow untuk mengurai padatnya arus kendaraan memang masih merupakan (salah satu) solusi terbaik untuk rekayasa lalu lintas guna menutupi kekurangan sarana dan prasarana jalan raya/tol.
Upaya itu dikombinasikan dengan pemberlakuan one-way pada ruas Tol Cipali hingga Gerbang Tol Kalikangkung dan juga aturan mengenai ganjil-genap, semua variabel aturan tersebut cukup berhasil untuk meminimalisir hambatan saat arus mudik dari Barat ke Timur pada sebelum Hari Raya.
Namun ITRW menilia, pada saat bersamaan, keputusan implementasi aturan contra flow dan on way tersebut tidak dibarengi dengan pembekalan dan sosialiasi yang cukup untuk para pengendara.
"Mungkin dianggap bahwa “semua sudah terbiasa”, operator jalan tol ataupun aparat yang mengambil keputusan tidak memberikan informasi yang akurat mengenai apa hak dan kewajiban pengendara terutama saat melalui ruas jalan tol yang lalu lintasnya direkayasa tersebut," ujar Ferry.
Baca juga: Sebelum Celaka di Km 58 Tol Japek, 4 Hari Lamanya Driver Nyetir Granmax Bolak-balik Ciamis-Jakarta
"Misalnya, saat berkendara di jalur contra flow dan tiba-tiba kendaraan mengalami masalah dan membutuhkan jalur darurat, apakah pengemudi tahu apa yang harus dilakukan?"
"Jalur darurat mana yang harus diambil? Jalur darurat di arah berlawanan/sisi kanan? Atau harus kembali ke jalur darurat yang ada di sisi kiri?" tanyanya.
Penggunaan Traffic Cone di Contra Flow Kurang Memadai
ITRW juga mengkritik, pemisahan jalur contra flow pun terlihat tidak dilengkapi dengan sarana keselamatan yang cukup rigid dan hanya dibatasi traffic cone.
Menurut Ferry, penggunaan traffic cone tidak memadai, selain tidak akan mampu menahan laju kendaraan yang tiba-tiba mengalami masalah seperti slip, hilang kendali dan lain-lain.
Baca juga: Polisi: Tidak Ada Jejak Pengereman Minibus Granmax di Lokasi Kecelakaan Maut Km 58 Tol Japek
Dia merujuk pada beberapa video dashcam pengendara bahwa pemisahan jalur pun dilakukan tanpa rambu ataupun papan informasi (fixed maupun portable Variable Message Sign/VMS) yang cukup besar untuk memberitahu pengendara di kedua arah bahwa jalan di depan mereka akan segera memasuki/mengakhiri rekayasa contra flow.
Menurutnya, hal ini sudah cukup berbahaya pada siang hari, apalagi saat berkendara di malam hari seperti sebagian besar pemudik lakukan pada masa mudik Lebaran 2024 ini.
Menurut dia, penggunaan teknologi untuk konfirmasi rambu seperti SMS Blast melalui SMS Center Operator misalnya atau penggunaan Fixed/Portable Variable Message Sign yang berisi informasi akurat mengenai detail arah, jarak dan informasi lain mengenai pemberlakuan contra flow di area sebelum, permulaan, berulang setiap beberapa kilometer serta diakhir rekayasa misalnya, tentu akan sangat membantu.
Hal itu akan mengurangi beban konsentrasi pengendara untuk mencari informasi dan pada akhirnya diharapkan mempertinggi kewaspadaan para pengendara di area yang dimaksud.
Peraturan mengenai Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol di PermenPU No 16/PRT/2014 mengenai keselamatan Perambuan dan Kelengkapan dan Kejelasan Perintah dan Larangan serta Petunjuk tidak terpenuhi dengan baik oleh operator maupun aparat yang memegang kendali atas rekayasa lalu lintas tersebut.
"Saat bersamaan, dengan tetap mengapresiasi kerja operator dan aparat yang cukup mampu melayani arus mudik Lebaran 2024 setidaknya pada masa sebelum Hari Raya dengan berbagai rekayasa yang diterapkan," ujar Ferry Octavian.
Usulan ITRW untuk Perbaikan Keselamatan Pengguna Jalan Tol
ITRW berpendapat bahwa sebenarnya perlindungan keselamatan pada pengguna jalan tol yang telah membayar dapat lebih dimaksimalkan, caraanya antara lain dengan:
1. Standardisasi prosedur yang harus diketahui pengendara saat melalui segmen jalan yang mengalami rekayasa lalu lintas termasuk prosedur saat kendaraan mengalami kondisi darurat dan lainnya.
2. Sosialisasi standard dan prosedur diatas secara masif baik oleh operator jalan tol maupun aparat melalui media, brosur, buklet ataupun flier edukatif yang cukup menarik untuk dapat menjadi perhatian calon pengguna jalan tol.
3. Melengkapi setiap segment jalan yang di-rekayasa dengan papan informasi, rambu dan fixed/portable VMS yang mudah terlihat jelas dari 2 arah, pembatas yang lebih rigid seperti water barrier yang akan lebih membuat pengendara dari kedua arah waspada dan berbagai sarana dan prasarana lainnya untuk meringankan beban pengendara yang sudah sebagian terserap dan menimbulkan kelelahan untuk keselamatan perjalanan mereka.
4. Penyediaan Mobile/Portable Variable Message Sign (VMS) adalah wajib baik di awal contraflow, tengah contraflow dan akhir contraflow dengan dua sisi yang bisa terlihat untuk kedua arah kendaraan.
VMS ini misalnya berisi informasi kecepatan maksimal, panjang contraflow dan pengingat.
Ferry Octavian menekankan, masing-masing stake holder, baik pengendara, operator jalan tol maupun aparat yang melakukan rekayasa lalu lintas seluruhnya memiliki hak dan kewajiban untuk selalu menjaga keselamatan saat berkendara.
Hal itu dimulai dari pelengkapan sarana keselamatan, rambu dan edukasi mengenai prosedur saat berkendara, pada akhirnya pengendara di jalan lah yang diharapkan terlindungi saat melintas baik dengan pengetahuan yang mereka terima maupun terbentuknya mental yang taat akan aturan dan menghargai keselamatan sesama pengguna jalan tol.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.