BI: Risiko dan Ketidakpastian Ekonomi Meningkat karena Gejolak Geopolitik Timur Tengah
Risiko dan ketidakpastian yang kini meningkat ditentukan oleh arah kebijakan moneter Amerika Serikat dan geopolitik di Timur Tengah.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menekankan dinamika ekonomi keuangan global saat ini berubah cepat karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, risiko dan ketidakpastian yang kini meningkat ditentukan oleh arah kebijakan moneter Amerika Serikat dan geopolitik di Timur Tengah.
"Dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian meningkat," ujar Perry saat konferensi pers, Rabu (24/4/2024).
Ketidakpastian tersebut mengakibatkan investor global memindahkan portofolio ke aset yang lebih aman.
"Khususnya mata uang dolar Amerika Serikat dan emas," tutur Perry.
Dengan begitu, pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di berbagai negara termasuk di negara berkembang semakin besar.
Lalu, tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
"Yang lebih kecil dan lebih lama dari perkiraan (higher for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System," imbuh Perry.
Dia menambahkan, besarnya kebutuhan utang Amerika Serikat mengakibatkan terus meningkatnya yield US Treasury dan penguatan dolar Amerika Serikat yang semakin tinggi secara luas dan global.
Baca juga: Ekonom: Pelemahan Rupiah Berdampak ke Pengeluaran Ibu Rumah Tangga dan UMKM
"Semakin kuatnya dolar Amerika Serikat juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti Yen Jepang, Yuan China dan berbagai mata uang dunia," tutur Perry.
Kemudian, risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global akan terus dicermati.
Baca juga: Iran-Israel Berkonflik, BPS: Keduanya Bukan Mitra Dagang Utama RI
"Karena dapat mendorong berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, meningkatnya ketahanan inflasi, dan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia," kata Perry.