Harga Emas Mulai Loyo Imbas Kekhawatiran Perang Mereda, Masih Menarik untuk Dikoleksi?
Biasanya emas menjadi pilihan dikala adanya ketidakpastian seperti tensi perang memburuk sebagai aset lindung nilai (safe haven asset).
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga emas mulai mengalami tekanan seiring kekhawatiran terhadap perang di Timur Tengah mulai mereda.
Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan, adanya koreksi harga emas dipengaruhi oleh redanya kekhawatiran akan konflik Israel dan Iran.
Menurutnya, biasanya emas menjadi pilihan dikala adanya ketidakpastian seperti tensi perang memburuk sebagai aset lindung nilai (safe haven asset).
“Jadi memang dalam dua hari terakhir sepertinya tensi perang mulai mereda. Dan kita harapkan harga (emas) memang sudah priced in karena diperkirakan tidak akan terjadi eskalasi perang antara Israel dan Iran,” ujar Rully dikutip Rabu (24/4/2024).
Baca juga: Hari Ini Harga Emas Antam Anjlok, Berikut Rinciannya
Tercatat, pada Selasa (23/4/2024), harga emas di pasar spot turun 0,8 persen menjadi US$ 2.308,85 per ons troi, pada pukul 08.20 GMT, setelah mencapai level terendah sejak 5 April di awal sesi.
Sedangkan, harga emas berjangka AS turun 1% menjadi US$2.322,10
Situs Logam Mulia, harga pecahan satu gram emas Antam berada di Rp 1.325.000.
Harga emas Antam juga terpantau turun Rp 18.000 jika dibandingkan dengan harga yang dicetak pada Senin (22/4) yang berada di level Rp 1.343.000 per gram.
Rully menyebut, kondisi melandainya tensi perang sedikit mengurangi permintaan pada aset-aset safe haven seperti emas, layaknya dolar Amerika Serikat (AS).
Namun, jika kondisi perang tidak memburuk, emas dalam jangka panjang diperkirakan berpotensi naik tapi bertahap (gradual).
Hal itu karena harga emas dalam beberapa waktu terakhir sudah naik cukup tinggi.
Investor Pilih Safe Haven Saat Terjadi Perang
Sebelumnya, ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah mendorong pelaku pasar untuk memilih berinvestasi pada aset-aset safe haven, salah satunya dolar AS.
Menurut Josua, indeks dolar AS telah naik ke kisaran level 106 menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel.
Ia memprediksi rupiah akan terus terdepresiasi bila konflik di Timur Tengah terus memanas atau berlanjut.