Pengusaha Was-was Daya Beli Masyarakat Loyo Imbas Kenaikan BI Rate
Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen dikhawatirkan dapat membuat daya beli masyarakat menurun.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen dikhawatirkan dapat membuat daya beli masyarakat menurun.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkap, ada potensi pelemahan daya beli masyarakat dan konsumsi domestik.
Menurut Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan, masyarakat akan mempertimbangkan untuk menabung dibandingkan konsumsi.
Baca juga: Sehari Usai Kenaikan BI Rate, IHSG dan Rupiah Kompak Ditutup Jeblok
Ia mengatakan, kredit konsumsi akan menjadi makin mahal dan penyaluran kredit sektor perbankan berpotensi menurun. Ini mengurangi permintaan barang dan jasa.
"Kami berharap daya beli masyarakat dan konsumsi domestik tetap terjaga mengingat data BI dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret tahun 2024 sebesar 123,8 atau di atas 100 yang artinya masyarakat masih mempunyai keyakinan positif pada perekonomian indonesia," kata Yukki dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, dikutip Jumat (26/4/2024).
Sementara itu, Yukki mengatakan ada juga beberapa potensi dampak yang memengaruhi dunia usaha usai kenaikan suku bunga BI.
Dunia usaha disebut akan melakukan kalkulasi ulang dan menahan upaya ekspansi usaha maupun investasi.
Selain itu, dunia usaha disebut juga akan mengatur kembali pos pengeluaran, termasuk penyesuaian biaya produksi yang nantinya mendorong kenaikan harga barang pada konsumen.
Baca juga: BI Rate Naik 25 Basis Poin Jadi 6,25 Persen di April 2024, Ini Alasannya
"Kenaikan bunga kredit juga akan meningkatkan beban kredit perusahaan, di mana dunia usaha akan mencoba alternatif mencari pembiayaan murah," ujar Yukki.
Menurut dia, jika terjadi dalam jangka panjang, siklus ini dapat berpengaruh untuk menahan pembukaan lapangan kerja baru.