Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat: Kebijakan Gas Murah akan Beratkan APBN dan Hancurkan Industri

Jika diberikan kepada kalangan industri yang notebene merupakan kelompok mampu, maka akan terjadi realokasi sumber daya nasional.

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Pengamat: Kebijakan Gas Murah akan Beratkan APBN dan Hancurkan Industri
Twitter
Ilustrasi. Selain memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), HGBT untuk industri justru bisa menghancurkan industri itu sendiri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah yang tepat jika Pemerintah menghentikan penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk dunia industri.

Selain memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), HGBT untuk industri justru bisa menghancurkan industri itu sendiri.

Demikian disampaikan pakar ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin, Profesor Hamid Paddu.

“Penghentian gas subsidi untuk industri adalah langkah tepat. Tidak perlu diperpanjang. Karena gas subsidi tersebut otomatis sangat memberatkan APBN. Selain itu, pada saatnya juga akan menghancurkan industri tersebut,” kata Hamid kepada media hari ini, Rabu (8/5/2024).

Baca juga: PGN Pastikan Belum Naikkan Harga Gas Industri Non HGBT

Menurut Hamid, subsidi seharusnya hanya diberikan kepada kelompok afirmasi atau masyarakat tidak mampu.

Jika diberikan kepada kalangan industri yang notebene merupakan kelompok mampu, maka akan terjadi realokasi sumber daya nasional.

Kondisi demikian, pada akhirnya bisa menyebabkan ketimpangan yang semakin besar karena uang digeser ke kelompok mampu.

Berita Rekomendasi

“Yang benar adalah, subsidi diberikan kepada orang tidak mampu atau miskin, sehingga membuat orang tidak mampu itu menjadi sedikit mampu karena diangkat sedikit. Sedangkan yang salah sasaran, kalau diberikan kepada industri atau kelompok mampu, yang memiliki banyak aset. Ini benar-benar memberatkan APBN,” kata Hamid.

Kebijakan HGBT kepada industri, sebenarnya memang diberikan pada saat pandemi Covid-19. Saat itu, dunia usaha dan industri kesulitan menjual produknya karena permintaan sangat terbatas.

“Tetapi, dalam situasi normal sekarang, kebijakan tadi harus ditarik. Anggaran sudah saatnya dialihkan ke sektor yang produktif, seperti pertanian yang akan memberi nilai tambah dan menciptakan growth economy,” urai Hamid.

Dalam perspektif lain, Hamid mengingatkan, bahwa melanjutkan pemberian HGBT kepada industri, justru bisa menghancurkan industri itu sendiri.

Mengapa? Karena perusahaan atau industri yang terus-menerus mendapat subsidi, akan berubah menjadi infant industry, yang harus terus menerus dijaga dengan subsidi.

Dalam kondisi demikian, imbuhnya, kualitas produk akan menurun karena perusahaan tidak bisa melakukan efisiensi.

“Pada saatnya akan membuat industri tersebut tidak mampu bersaing di pasar, karena tidak sanggup bekerja efisien seperti perusahaan atau industri yang tidak disubsidi. Dan beberapa waktu kemudian, industri tersebut akan hancur,” jelasnya.

Menurut Hamid, industri yang menginginkan subsidi adalah industri yang tidak profesional.

Begitu pula sebaliknya, industri yang profesional tidak akan mau diberi subsidi. “Kalau yang profesional, dia pasti tahu persis bahwa subsidi justru akan membunuh bisnisnya sendiri secara perlahan,” ujar Hamid.

Permintaan agar Pemerintah mengevaluasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), sebelumnya juga disampaikan ekonom Bank Permata Joshua Pardede.

Joshua mengatakan bahwa tensi geopolitik global dan risiko fluktuasi nilai tukar bisa menjadi ancaman perekonomian di seluruh dunia. Untuk itu, menurut Joshua, Pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan, seperti program HGBT.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas