Wacana Penambahan Kementerian, Pakar: Bagi-bagi Kekuasaan, APBN Seolah Jadi Bancakan Parpol
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai wacana penambahan kementerian syarat kepentingan politis.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai wacana penambahan kementerian syarat dengan kepentingan politis.
Menurutnya, dasar pemikiran seperti itu didasari bagi-bagi kekuasaan seolah-olah APBN adalah bancakan partai politik.
“Itu kan cara berpikir keliru, berpikir politis murni sedangkan persoalannya kita harus melihat sisi kemanfaatannya itu yang penting,” kata Trubus kepada Tribun, Rabu (8/5/2024).
Baca juga: Indonesia Re Dukung Stabilitas APBN Lewat Strategi Pembiayaan Risiko Bencana yang Memadai
Dia menegaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ada semata-mata untuk kepentingan publik
Trubus berpandangan penambahan jumlah kementerian juga akan mempersulit sisi pengambilan kesepakatan pelaksanaan kebijakan.
Semisal pada waktu pandemi Covid-19, ada banyak kementerian lintas sektor yang terlibat.
“Kebijakan pandemi itu harus diambil antara kementerian dan kemenko kalau terlalu banyak akhirnya akan berat sendiri dan lamban karena masalah ego sektoral,” ungkapnya.
Artinya penambahan kementerian membuat kinerja eksekutif tidak lebih efektif.
Termasuk penanganan pangan yang melinatkan Kementerian Pertanian, Bulog, dan Bapanas.
“Ini masing-masing saling tumpang tindih merasa punya kewenangan aturan,” lanjutnya.
Dia pun menyoroti banyaknya lembaga yang mengatur kepegawaian aparatur sipil negara (ASN).
Kementerian PAN RB, lanjut Trubus, selama ini memiliki dua lembaga di bawahnya yakni Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: APBN Maret 2024 Surplus Rp 8,1 Triliun
“Itu kan seharusnya digabung saja buat apa banyak-banyak tidak ada kemanfaatannya, Kementerian Perdagangan juga seharusnya digabung kembali dengan Kementerian Perindustrian,” urainya.