Ini Biang Kerok Penumpukan Kontainer di Tiga Pelabuhan
Kementerian Perindustrian bertanggung jawab terhadap kelangsungan industri dalam negeri, sehingga perlu dijaga dan dilindungi.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penumpukan kontainer impor terjadi di tiga pelabuhan Tanah Air, sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitar 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, serta Pelabuhan Belawan belum diketahui datanya.
Kementerian Perindustrian yang menerbitkan pertimbangan teknis (Pertek) impor telah menerbitkan 3.338 permohonan untuk 10 komoditas pada 17 Mei 2024.
Dari seluruh permohonan tersebut, telah diterbitkan 1.755 Pertek, 11 permohonan yang ditolak dan 1.098 permohonan (69,85 persen) yang dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya.
Baca juga: Terjadi Penumpukan Kontainer di Tiga Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan berdasarkan Rapat Koordinasi yang dilakukan pada 16 Mei 2024, diperoleh data yang menunjukkan perbedaan jumlah Pertek dan Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan.
"Sebagai contoh, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821 PI. Volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24.000 jumlah kontainer," tutur Febri dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Di dalam rapat yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menyampaikan informasi mengenai ketidaktahuannya, apakah kontainer tersebut dimiliki oleh perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Umum atau Angka Pengenal Importir Produsen.
Dari hasil penerbitan Pertek dengan PI, diperkirakan menjadi penyebab menumpuknya kontainer di tiga pelabuhan tersebut.
Kementerian Perindustrian bertanggung jawab terhadap kelangsungan industri dalam negeri, sehingga perlu dijaga dan dilindungi agar barang-barang hasil produksinya dapat terserap oleh pasar, khususnya di dalam negeri.
"Dengan demikian, kami memiliki kepentingan agar ada pembatasan terhadap barang-barang impor yang serupa dengan barang-barang sejenis yang sudah diproduksi di dalam negeri," terang Febri.
Febri menambahkan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setiap barang impor yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya barang-barang yang masuk dalam kategori larangan dan/atau pembatasan (lartas), wajib memiliki dokumen perizinan impor.
Untuk mendapatkan perizinan impor tersebut adalah memiliki pertimbangan teknis yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian.
"Dengan demikian, barang-barang impor yang masuk dalam kategori lartas dimaksud mestinya tidak bisa masuk ke daerah pabean sebelum memiliki dokumen perizinan impor, seperti penumpukan yang terjadi saat ini," ungkap Febri.