Kinerja Keuangan BUMN Karya Negatif, Politisi PKS: Perlu Penajaman Fokus Bisnis
Saat ini WSKT sedang memodifikasi kesepakatan restrukturisasi utang dengan kreditur, termasuk pemegang obligasi non-garansi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- DI kuartal I-2024, dua emiten BUMN Karya PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya (WIKA) melaporkan kinerja keuangan negatif, seiring dengan terpaan jerat utang perusahaan jasa konstruksi pelat merah itu.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mengatakan, WSKT dan WIKA menghadapi situasi yang berbeda. Pada paruh pertama tahun 2023, EBITDA Waskita negatif, yang memperburuk rasio utang bersih mereka. Sementara itu, WIKA mencatat EBITDA positif, sehingga rasio utang dan cakupan bunga mereka relatif lebih baik.
Saat ini WSKT sedang memodifikasi kesepakatan restrukturisasi utang dengan kreditur, termasuk pemegang obligasi non-garansi. WIKA telah berhasil mengamankan kesepakatan restrukturisasi utang senilai Rp24,2 triliun dengan 11 lembaga keuangan melalui master restructuring agreement (MRA).
Baca juga: Waskita Karya Targetkan Restrukturisasi Efektif di Semester I 2024
"Komisi VI telah menyetujui pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp6 triliun untuk WIKA dan Rp12,5 triliun untuk Waskita melalui PT Hutama Karya untuk memperkuat likuiditas. Karena itu DPR berkewajiban dan berhak untuk mengawasi penggunaannya agar PMN tidak disalahgunakan," ujar Amin saat dihubungi Tribunnews, Jumat (24/5/2024).
Selain itu, Komisi VI DPR-RI telah mengggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT. Hutama Karya dan Deputi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN). Komisi VI meminta penjelasan mengenai penggunaan dana PMN yang diterima oleh PT. Hutama Karya.
"Komisi VI meminta Kementerian BUMN untuk melakukan penajaman fokus bisnis BUMN guna meningkatkan kontribusi dan penciptaan nilai. Tidak hanya BUMN Karya, namun juga pada BUMN Pangan dan Indonesia Battery Corporation (IBC). Semua ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola BUMN dan mengatasi persoalan proyek jangka Panjang," kata Amin.
DPR juga mendorong Pemerintah agar memastikan transparansi dalam penggunaan dana PMN oleh BUMN. Laporan keuangan dan kinerja harus dapat diakses oleh publik dan pemangku kepentingan.
Penguatan mekanisme pengawasan terhadap BUMN, termasuk audit independen dan evaluasi secara berkala. Pengawasan yang efektif, dinilai Amin, akan membantu mengurangi risiko korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
"DPR meminta Pemerintah melakukan pemetaan strategis terhadap proyek-proyek jangka panjang. Prioritas harus diberikan pada proyek yang memiliki dampak besar terhadap pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat di kawasan proyek dilaksanakan," kata Amin.
Pengelolaan risiko pada proyek jangka panjang merupakan hal krusial. Karena itu penting dilakukan analisis mendalam terhadap risiko yang mungkin terjadi selama proyek berlangsung. Identifikasi risiko, nilai dampaknya, dan kemungkinan terjadinya.
"Harus ada rencana khusus untuk mengatasi risiko dengan menentukan strategi mitigasi dan respons yang jelas, dengan evaluasi secara periodik," tambah Amin.
Selain itu penting untuk bekerjasama dengan sektor swasta dapat mempercepat pembangunan infrastruktur. Kemitraan antara BUMN dan swasta dapat mengoptimalkan sumber daya dan mengurangi beban fiskal.
Sebelumnya, WSKT membukukan kerugian bersih sepanjang kuartal I-2024 sebesar Rp939 miliar. Angka ini membengkak 150,59 persen dibandingkan posisi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp374,9 miliar.
Selain itu, WSKT juga membukukan penurunan pendapatan usaha sebesar 20,28% menjadi Rp2,17 triliun. Padahal, pada kuartal I-2023, WSKT mencatatkan pendapatan usaha senilai Rp2,73 triliun.
Sedangkan, pendapatan bersih WIKA menurun 18,75% year on year (YoY) menjadi Rp 3,53 triliun per Maret 2024. Sementara, WIKA harus menanggung jumlah beban lain-lain sebesar Rp 1,23 triliun di kuartal I 2024, naik dari Rp 604,99 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Alhasil, WIKA harus menanggung rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp 1,13 triliun.