PMI Indonesia Ekspansif, Kinerja Solid Manufaktur Didorong Permintaan Baru
PMI Indonesia turun ke titik 52,1 dari 52,9 pada bulan April, mengarah pada perlambatan ekspansi sejak bulan November.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Perusahaan kurang berhati-hati dalam hal aktivitas pembelian, yang terus tumbuh dengan kecepatan tinggi pada bulan Mei.
Pertumbuhan pada dasarnya untuk menanggapi produksi saat ini dan kebutuhan pesanan, sekaligus sengaja untuk mengurangi inventaris input.
Stok pembelian secara umum naik kembali pada bulan Mei, naik selama lima belas bulan berturut-turut dan pada laju solid.
Terakhir, dari segi harga, manufaktur Indonesia kembali melaporkan bahwa inflasi harga input menguat.
Selain itu, harga input secara umum naik, sebagian disebabkan oleh nilai tukar rupiah yang buruk.
Pemasok menaikkan tarif, meski hal ini terjadi bersamaan dengan sedikit perbaikan pada kinerja pengiriman mereka (peningkatan kedua dalam tiga bulan).
Namun permintaan pasar dan permintaan diskon terbatas pada besaran inflasi biaya input yang dapat dibebankan kepada klien.
Data terkini menunjukkan kenaikan sedang pada biaya output pada bulan Mei, dengan inflasi menurun ke posisi terendah sejak bulan Oktober.
Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence Paul Smith, mengatakan data survei bulan Mei menunjukkan kinerja solid sektor manufaktur, didorong oleh perolehan output dan permintaan baru.
"Permintaan pasar bertahan positif, meski sebagian besar didukung oleh klien domestik karena manufaktur global terus menunjukkan penurunan kinerja untuk permintaan ekspor baru," tutur Smith.
Smith menambahkan, meski pertumbuhan bertahan positif, terlihat tanda- tanda akan memburuk. Tingkat pertumbuhan secara umum rendah, sementara kepercayaan diri turun ke posisi terendah selama lebih dari empat tahun.
"Tekanan biaya juga naik. Dapat dipahami bahwa perusahaan berhati-hati terhadap jumlah tenaga kerja dengan menunggu dan melihat daripada mengganti staf yang berhenti," ucapnya.