Luhut Bilang BTS Tak Perlu karena Ada Starlink, Pengamat: Bikin Ketidakpastian Iklim Investasi!
Pendapat Luhut soal BTS tak diperlukan lagi karena ada Starlink, keliru dan memicu ketidakpastian iklim investasi di sektor telekomunikasi.
Penulis: Erik S
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan menara Base Transceiver Station (BTS) seluler tak diperlukan lagi sejak beroperasinya Starlink di Indonesia memicu beragam kritik.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Dr Trubus Rahardiansah mengatakan pendapat Luhut tersebut keliru dan memicu ketidakpastian iklim investasi di sektor telekomunikasi.
Saat ini sudah banyak perusahaan telekomunikasi, vendor perangkat, seperti Huawei, penyedia handset, retail outlet penjual voucher maupun kartu perdana, yang gelisah akibat pernyataan Luhut tersebut.
“Sudah puluhan tahun dan investasi besar telah dikeluarkan perusahaan telekomunikasi guna mendukung program pemerintah menyediakan layanan telekomunikasi. Bukti nyata mereka hadir dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional sudah terbukti," kata Trubus.
"Apa iya pemerintah tak membutuhkan mereka lagi dan akan beralih ke Starlink yang baru di Indonesia. Apa lagi niat investasi mereka di Indonesia sekadar gimmick belaka. Bahkan Luhut sendiri di media menyatakan putus asa tarik investasi Tesla ke Indonesia,”kata Trubus, Senin (10/6/2024).
Pernyataan Luhut dan beberapa pejabat di Kominfo yang terus membela Starlink dinilai Trubus membuktikan mentalitas inlander (kaum yang pernah di jajah bangsa lain) masih dimiliki oleh pejabat yang saat ini berkuasa.
Sebagai pejabat di negara terbesar di ASEAN dan berdaulat penuh, harusnya Luhut dan pejabat Kominfo tak perlu menjadi corong untuk membela Starlink.
Trubus melihat pembelaan yang dilakukan Luhut dan pejabat di Kominfo membuktikan iklim investasi di Indonesia menunjukkan ada permasalah serius sehingga tak menarik bagi investor asing. Khususnya investor dari Amerika.
Luhut dan Kominfo Tak usah Anak Emaskan Starlink!
“Luhut dan pejabat Kominfo seharusnya tidak membela dan menjadikan Starlink anak emas. Jika iklim investasi di Indonesia menarik, pasti asing akan berinvestasi."
"Meski sudah diberikan karpet merah tetap saja Elon Musk tak mau berinvestasi di Indonesia. Padahal Presiden Jokowi sudah pernah menyambangi Elon Musk di Amerika,” ucap Trubus.
Baca juga: Kominfo: Menara BTS Masih Tetap Dibutuhkan Meski Ada Starlink
Selain mengganggu industri telekomunikasi nasional, pernyataan Luhut mengenai tak membutuhkan BTS karena sudah ada Starlink, dinilai Trubus akan membuat investasi yang telah dilakukan Kominfo melalui BAKTI jadi mubazir.
Untuk menyediakan layanan telekomunikasi di daerah 3T, pemerintah melalui Kominfo telah menggelontorkan dana triliunan untuk membangun Palapa Ring baik itu Palapa Ring Timur, Palapa Ring Tengah maupun Palapa Ring Barat. BAKTI Kominfo juga telah mengeluarkan investasi yang cukup fantastis guna membuat satelit SATRIA.
“Jika Luhut benar-benar mengalihkan komunikasi di daerah 3T menggunakan Starlink, justru negara akan rugi," tegasnya.
Baca juga: Ini Sederet Kekurangan Layanan Internet Starlink Menurut Pengamat Heru Sutadi
"Investasi yang dilakukan dengan menggunakan dana USO dan APBN akan sia-sia. Justru itu akan membuka potensi kerugian negara yang jauh lebih besar,” kata Trubus.
Pernyataan Luhut yang menyatakan kehadiran Starlink akan membuka kesempatan pelaku usaha telekomunikasi untuk dapat berkompetisi, juga dinilai Trubus tidak tepat.
Jika Luhut ingin perusahaan telekomunikasi dapat berkompetisi dengan giant tech global, ujar Trubus, pemerintah harusnya menyehatkan industrinya terlebih dahulu. Apa lagi mayoritas perusahaan telekomunikasi di Indonesia mayoritas UMKM.
Harusnya Luhut dapat melakukan penyehatan industri seperti memberikan kemudahan operator telekomunikasi untuk berinvestasi di daerah.
Sebab, saat ini banyaknya retribusi dan biaya sewa yang dibebankan perusahaan telekomunikasi oleh pemerintah daerah ketika menggelar jaringan fiber optic.
Selain itu harusnya Luhut dapat memangkas regulatory cost di sektor telekomunikasi sebelum Starlink beroperasi di Indonesia.
Saat ini beban regulasi yang cukup besar di perusahaan telekomunikasi seperti BHP telekomunikasi, BHP frekuensi dan dana USO.
Tak hanya beban regulasi, perusahaan telekomunikasi juga diharuskan untuk mendukung program pemerintah. Contohnya saat pandemi COVID 19 yang harus memberikan subsidi pulsa agar pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan.
Perusahaan telekomunikasi juga kerap dikenakan pungutan tak resmi baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Dengan beban tersebut, Trubus yakin tak ada satupun perusahaan telekomunikasi yang mampu berkompetisi dengan Starlink. Terlebih lagi perusahaan besutan Elon Musk tersebut memiliki kapital yang sangat besar.
“Apakah pak Luhut sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi sudah memberikan bantuan kepada perusahaan telekomunikasi untuk meringankan beban penggelaran fiber optic di daerah? Apakah Starlink nantinya mau membantu program pemerintah dalam menyediakan layanan telekomunikasi di daerah terpencil?
Menurut saya sulit mengharapkan Starlink untuk menjalankan kewajiban yang selama ini diemban perusahaan telekomunikasi nasional,” ucap Trubus.
Pernyataan Luhut yang Memicu Kontroversi
Luhut sebelumnya menilai tak perlu lagi menara Base Transceiver Station (BTS) usai Starlink hadir di Indonesia.
"Sekarang sudah enggak perlu ada BTS, BTS-an, orang sudah ada Starlink," katanya dalam acara talkshow bertajuk "Ngobrol yang Paten-paten Aja Bareng Menko Marinves" di Jakarta Selatan, Selasa (4/6/2024).
Diketahui, layanan internet satelit Starlink menggunakan konstelasi satelit pada orbit rendah bumi (low earth orbit/LEO).
Nantinya, pengguna Starlink hanya memerlukan perangkat penerima kecil yang dikenal sebagai antena parabola/dish untuk dapat terhubung ke jaringan satelit.
Luhut mengatakan bahwa dengan kehadiran Starlink, berbagai layanan bisa menjadi lebih bagus lagi dari sebelumnya. Sebut saja layanan pendidikan dan kesehatan.
"Sekarang (Starlink) sudah mulai jalan, maka pendidkan akan lebih bagus dan kemudian kesehatan," ujar Luhut.
Pelayanan kesehatan dinilai Luhut akan lebih bagus karena dengan adanya Starlink ini, blind spot atau titik buta akan makin berkurang.
Jika blind spot berkurang, koneksi internet akan lebih stabil, sehingga komunikasi bisa lebih bagus, khususnya di daerah-daerah terpencil.
Baca juga: Pengusaha IT Bicara Dampak Hadirnya Starlink Hingga ke Pedalaman
"Terutama di daerah-daerah terpencil untuk memberikan pelayanan kesehatan dan juga pelayanan pendidikan seperti nanti makan bergizi, SMA unggul, ya banyak kegiatan-kegiatan lain," jelas Luhut.
Perihal kehadiran Starlink yang dikhawatirkan dapat menyaingi penyedia layanan internet lokal, Luhut menyebut kalau itu memang tujuannya.
Kehadiran Starlink disebut agar bisa munculnya persaingan antar pihak dalam memberikan layanan yang terbaik.
"Saya pikir semua mesti kita bikin kompetisi supaya memberikan serivce terbaik ke publik. Jadi jangan anda berpikir ada yang monopoli berpuluh-puluh tahun misalnya dalam listrik atau service telko ini. Harus bersaing," tutur Luhut.
Lebih lanjut, kata dia, sudah menjadi tugas pemerintah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Maka dari itu, Starlink dihadirkan agar terciptanya sebuah kompetisi antar pihak dalam memberi pelayanan yang baik.
"Yang paling diuntungkan masyarakat kan. Kalo kamu nggak bisa berkompetisi ya salah kamu. Tetapi tugas pemerintah memberikan services sebaik-baiknya ke masyarakat," pungkas Luhut.
"Jadi, (dengan adanya Starlink) itu di daerah terpencil bisa mendapatkan advice dari dokter pengalaman di Jakarta, sampai pada titik operasi dari jarak jauh dari Jakarta," lanjutnya.