Integrasi BUMN Karya Harus Berorientasi pada Jangka Panjang
Ketiga perusahaan akan bergabung dengan fokus pada proyek pembangunan air, rel kereta api, dan sejumlah konteks lain.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah mengintegrasikan tujuh badan usaha milik negara di sektor konstruksi atau BUMN karya menjadi hanya tiga kluster perusahaan mendapat dukungan.
Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, setuju langkah integrasi BUMN Karya.
"Memang sudah sepatutnya dikonsolidasikan. Kenapa? Karena semuanya bermain pada wilayah yang sama. Sehingga ada kanibalisme, predatory pricing,” ujar Herry kepada awak media di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Namun Herry mengingatkan agar rencana integrasi tersebut harus berorientasi jangka panjang, bukan hanya semata-mata menuntaskan permasalahan yang ada sekarang.
Ia mengatakan, yang dilakukan pemerintah sekarang kesannya hanya sekadar menyelamatkan perusahaan yang kondisinya sedang tidak baik.
Baca juga: Kinerja Keuangan BUMN Karya Negatif, Politisi PKS: Perlu Penajaman Fokus Bisnis
Pemerintah kesannya semata-mata ingin menyelamatkan Wijaya Karya dan Waskita Karya saja.
"Karena punya beban, kewajiban yang begitu besar kemudian ditempelkan ke perusahaan yang relatif sehat,” ungkapnya.
”Pemerintah sudah punya pengalaman, coba berapa integrasi yang sudah dilakukan pemerintah. Benchmarking pada Integrasi yang sukses, jangan mengulang kesalahan pada integrasi yang sampai sekarang masih menimbulkan masalah," terang Herry.
Adapun skema integrasi yang direncanakan pemerintah mencakup penggabungan, pertama, PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero).
Ketiga perusahaan akan bergabung dengan fokus pada proyek pembangunan air, rel kereta api, dan sejumlah konteks lain.
Selanjutnya adalah integrasi antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Integrasi Hutama Karya dan Waskita diekspektasikan dapat meningkatkan fokus perseroan terhadap proyek pembangunan jalan tol, jalan non-tol, dan bangunan kelembagaan.
Sementara skema ketiga, integrasi direncanakan terjadi antara PT PP (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Integrasi kedua perseroan akan berfokus untuk menggarap pelabuhan laut; bandar udara; rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC); dan bangunan hunian (residensial).
Pemilihan Pimpinan Integrasi Krusial
Meskipun demikian Herry melihat aspek investor, kreditor dan pemegang saham harus dipertimbangkan secara serius dalam strategi integrasi yang dilakukan BUMN Karya.
Herry mengambil contoh pada kluster integrasi Adhi Karya, Brantas Abipraya dan Nindya Karya.
Ia mengungkapkan agar jangan sampai ada salah tunjuk nahkoda integrasi, karena investor, kreditor dan pemegang saham itu basisnya adalah reputasi, kredibilitas dan kepercayaan.
”Pertanyaannya sederhana, siapa yang kenal dengan Abipraya dan Nindya? Tapi dengan ADHI orang sudah kenal,” ungkap Herry.
Herry menerangkan membandingkan ADHI, Abipraya dan Nindya juga sudah timpang.
Nindya dieliminasi dari posisi pemimpin karena statusnya yang masih menjadi ’pasien’ PPA.
Sedangkan jika membandingkan ADHI dan Abipraya, secara laporan keuangan misalnya, aset Abipraya sekitar 8 triliun, sedangkan ADHI sekitar 40 triliun.
Kemudian secara nilai proyek yang dikerjakan ADHI jauh lebih besar, demikian juga dengan sektor proyek yang dikerjakan ADHI jauh lebih banyak.
Jadi menurut Herry pengalaman dan pemahaman ADHI itu jauh lebih besar ketimbang Abipraya.
ADHI menurut Heryy biasa menangani masalah yang lebih kompleks dan jauh lebih tahan banting ketika dihadapkan dengan masalah.
Sebaliknya, Abipraya karena mengerjakan proyek yang ukurannya kecil maka resikonya juga kecil- kecil.
”Kalo dianalogikan yang satu ngurusin pembuatan sepeda yang satu lagi udah ngurusin pembuatan mobil. Nah, kalo saya jadi investor atau shareholder yang punya duit kira kira uang saya nih mau kembangkan, kira-kira nih, saya mau taruh di yang ngurusin sepeda atau mobil?” ucap Herry.
Selain itu, ADHI sebagai perusahaan yang tercatat di bursa terbiasa dengan laporan tahunan yang cukup kompleks karena mengacu aturan OJK yang mengutamakan keterbukaan dan GCG Sedangkan Abipraya ketika membuat laporan tahunan, cukup mengacu satu indikator, yaitu Kementerian BUMN.
Sebagai perusahaan publik sejak tahun 2021 ADHI sudah diwajibkan oleh OJK sebagai otoritas dan regulator di bidang keuangan, untuk membuat laporan yang disebut dengan keuangan yang berkelanjutan atau sustainability report sebagai standar dari ESG.
Sebuah standar yang sudah menjadi perhatian pemerintah maupun dunia.
Herry melihat ADHI dari sisi tata kelola, baik tata kelola di bidang pengelolaan perusahaan maupun tata kelola di bidang keberlanjutan lingkungan sudah lebih kuat secara fundamental dan lebih dipercaya oleh calon investor, kreditor ataupun shareholder bukan hanya lokal namun juga global.
Tenggat Waktu Tidak Relevan
Integrasi BUMN karya telah masuk dalam peta jalan BUMN 2024-2034. Kementerian BUMN dipastikan bertanggung jawab atas rencana tersebut dan tidak akan terputus setelah pemerintahan berganti.
Sehingga pada dasarnya tenggat waktu menjadi tidak relevan. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Herry. Selain tidak relevan juga jika dipaksakan akan menjadi warisan yang buruk Menteri BUMN Erick Thohir.
”Misalnya gini, kita ambil contoh kembali dari kluster ADHI, ini ada tiga perusahaan, ketika digabungkan, size-nya misalnya akan menjadi sekitar Rp60 triliun. Kita ibaratkan sebagai sebuah restoran ternama yang berlokasi di Sudirman. Tapi mohon maaf ya, yang memimpin tiba-tiba karena integrasinya dipaksakan selesai segera, yang tadinya megang warteg di Mampang. Gimana investor bisa percaya taruh modal disitu” tutur Herry.
Menurut Herry persoalan teknis yang sifatnya masalah jangka pendek, seperti persoalan administrasi integrasi atau anggota BUMN Karya yang akan diintegrasikan adalah
perusahaan publik, tidak boleh mengalahkan subtansi yang memiliki pengaruh jangka panjang terhadap kluster hasil integrasi.
”Kenapa saya terus menekankan soal substansi, karena ini soal masa depan, 10-20 tahun kedepan kita masih akan bergerak di bidang infrastruktur dan sangat bergantung pada BUMN. Jadi saya pikir pemerintah segera tunjuk saja BUMN Karya yang memiliki kapasitas untuk memimpin integrasi, kemudian yang tidak memiliki kapasitas bisa menerima secara legowo, juga siap ketika ditugaskan membantu,” pungkasnya.