Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Genjot Penerimaan Pajak, Prabowo Disarankan Sasar Masyarakat Atas, Jangan Menengah

Ekonom INDEF Imaduddin Abdullah menilai, masyarakat kelas atas kerap dengan mudah menghindari pungutan pajak.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Genjot Penerimaan Pajak, Prabowo Disarankan Sasar Masyarakat Atas, Jangan Menengah
Tribunnews/Endrapta
Direktur Kolaborasi Internasional Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto disarankan agar membidik masyarakat kelas atas untuk memacu penerimaan pajak negara.

Direktur Kolaborasi Internasional Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah, masyarakat kelas atas kerap dengan mudah menghindari pungutan pajak.

Hal itu ia sampaikan saat acara diskusi bertajuk "Warisan Utang Untuk Pemerintah Mendatang" di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).

"Sangat penting pemerintah ke depan mulai perlu mengevaluasi rencana ketika ingin menaikkan penerimaan perpajakan. Yang harus dikejar (masyarakat kelas) yang di atas. Mereka selama ini sangat terbiasa atau sangat mudah untuk penghindaran perpajakan," kata Imaduddin.

Ia mengatakan, di Indonesia saat ini ada 115 juta masyarakat kelas menengah rentan. Mereka ini adalah kelompok yang tidak mendapatkan perlindungan sosial.

Namun, di saat yang sama, mereka juga merupakan kelompok yang sering terkena dampak langsung jika pemerintah menaikkan tarif.

BERITA REKOMENDASI

"Ini ke depan perlu dievaluasi terkait dengan penerimaan perpajakan. Kelompok menengah saat ini sedang berjuang dengan himpitan ekonomi."

"Penting untuk mulai menyasar kelompok-kelompok atas yang paling kaya," ujar Imaduddin.

Terkait dengan kebijakan pajak kelak di eranya, Prabowo pernah mengungkapkan bahwa dirinya tidak ingin mengincar pembayar pajak yang sudah taat.

Baca juga: Penerimaan Pajak Sampai April 2024 Sejumlah Rp 624,19 Triliun

Menurut dia, sistem pajak perlu lebih efisien, sehingga memungkinkan ekstensifikasi atau perluasan basis data perpajakan.

"Istilahnya pembayar pajak yang sudah baik, sudah taat, jangan diperas terus. Itu sering disebut apa (oleh praktisi pajak)? Berburu di kebun binatang," ucap Prabowo dalam Dialog Capres Bersama Kadin, Jakarta, Jumat (12/1).

Prabowo mengungkapkan, berdasarkan pengalaman di banyak negara, hal tersebut bisa berujung pada penggelapan pajak.

Karena itu, perlu dilakukan sesuatu untuk mencegahnya.

Baca juga: Celios: Kinerja Penerimaan Pajak di 2024 Akan Menemui Sejumlah Tantangan

"Jangan-jangan kalau kita memberi kemudahan kepada pengusaha-pengusaha yang benar, ini akan memacu pertumbuhan ekonomi, investasi, dan kegiatan perdagangan," tutur Prabowo.

Ia menegaskan, pajak adalah hal yang sangat penting sehingga harus dilakukan efisiensi, transparansi untuk menutup lubang-lubang kebocoran.

Tak hanya itu, Prabowo juga menegaskan pemerintah harus memudahkan perizinan usaha. Dengan begitu, iklim bisnis bisa diperbaiki.

"Jangan orang mau dagang itu dipersulit, sekian puluh izin," ucap Prabowo.

Baca juga: APBN 2023 Tekor Rp 347,6 Triliun, Penerimaan Pajak Diklaim Lampaui Target

Sementara itu, sebelumnya Wakil Presiden Terpilih RI 2024-2029 Gibran Rakabuming Raka juga menganalogikan hal yang sama mengenai upaya meningkatkan rasio pajak.

Ekstensifikasi pajak merupakan upaya untuk menggali potensi pajak dari subjek pajak maupun wajib pajak yang belum terdaftar dalam basis data perpajakan.

Jika basis ini membesar maka tax ratio (perbandingan antara jumlah penerimaan pajak terhadap PDB negara) akan membaik.

Saat ini, penduduk Indonesia yang memiliki NPWP baru 30 persen saja dari 275 juta penduduk Indonesia.

"Tapi pajak (yang) tak memberatkan. Pengusaha dengan omzet Rp 500 juta pajaknya 0 persen, utang KUR Rp 200 juta tidak ada agunan," kata dia.

"Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang, kita ingin perluas kebun binatangnya, kita tanami binatangnya, kita gemukkan, artinya apa?"

"Kita lakukan intensifikasi, saya tahu, pasti pada negthink (negative thinking), yang dibawah omset 500 juta pajaknya nol, pengen modal 200 jutu KUR (Kredit Usaha Rakyat) tanpa agunan, nggak ada yang memberatkan Pak," lanjutnya.

Menurut OECD, di antara negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia baru sejajar dengan Laos soal rasio pembayar pajak, yakni baru 10,1 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas