Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bulan Depan Beli Pertalite Tak Semudah Sekarang, Bakal Dibatasi Pemerintah dan DPR Sebut Amburadul

Dalam pembatasan pembelian BBM subsidi maka diperlukan paraturan dan saat ini sedang diproses secara detail.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Bulan Depan Beli Pertalite Tak Semudah Sekarang, Bakal Dibatasi Pemerintah dan DPR Sebut Amburadul
Istimewa
Pengendara mobil membeli BBM jenis pertalite. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di seluruh daerah mulai 1 Oktober 2024.

Hal tersebut dilakukan pemerintah dengan alasan agar BBM subsidi dapat tepat sasaran, tidak dinikmati kendaraan milik orang kaya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, dalam pembatasan BBM subsidi maka diperlukan paraturan dan saat ini sedang diproses secara detail.

Adapun, beleid kebijakan yang dimaksud akan berbentuk dalam Peraturan Menteri (Permen).

Baca juga: Pemerintah Terapkan BBM Rendah Sulfur untuk Transportasi, Pakar: Dipasok dari Kilang Balongan

Ia menyebut, saat ini konsumsi BBM subsidi masih banyak yang tidak tepat sasaran. Alias, masih banyak kalangan menengah yakni mobil-mobil mewah yang menggunakan BBM Subsidi.

"Iya lah (orang kaya tak boleh konsumsi), kan BBM subsidi untuk yang berhak menerima. Kalau yang berhak menerima subsidi itu kan masyarakat yang ekonomi menengah ke bawah," beber Bahlil kembali dikutip Jumat (6/9/2024).

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, berujar, awalnya aturan soal BBM bersubsidi bakal diterapkan pada 17 Agustus 2024.

BERITA REKOMENDASI

Jadwal itu, sesuai dengan yang diutarakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Hanya saja, saat ini aturan tersebut tengah masuk tahap finalisasi

"Ini kayaknya akan digeser sedikit (selesai peraturan)," ucapnya,

Rachmat menegaskan, pemerintah enggan disebut melakukan pembatasan BBM bersubsidi.

Namun, lebih ingin disebut distribusi BBM bersubsidi akan lebih tepat sasaran, dan diterima oleh kalangan masyarakat yang membutuhkan.

"Saya kurang menyukai bahasa pembatasan, karena nanti orang pikir tidak boleh beli. Sebenarnya kita memastikan bahwa orang-orang yang membutuhkan itu bisa mendapatkan akses, intinya subsidi yang lebih tepat sasaran," ucap Rachmat.


Rachmat mengatakan, pemerintah masih terus mempersiapkan aturan-aturan dan tata laksana pembelian BBM bersubsidi.

"Mudah-mudahan ini bisa jadi sesuatu yang kita kerjakan di pemerintahan ini, tapi bisa jadi oleh-oleh di pemerintahan baru," ucap Rachmat.

Amburadul

Simpang-siur terkait rencana pembatasan penjualan Pertalite disebut Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto sebagai indikator koordinasi di tingkat Pemerintah yang amburadul.

Masing-masing Menteri, imbuhnya, punya kemauan sendiri dan pada saat yang sama Presiden terkesan tidak peduli dengan urusan penting ini.

Mulyanto menilai Presiden Jokowi seharusnya dapat memberikan arahan yang jelas dan tegas terkait implementasi pembatasan penjualan BBM bersubsidi ini, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran tersebut.

“Saya lihat di tingkat pemerintah ini yang tidak kompak. Menteri Keuangan Sri Mulyani berkali-kali menyebut rencana tersebut akan diimplementasikan pada tahun anggaran 2025. Tetapi Menteri Teknis mewacanakan waktu implementasi yang berubah-ubah. Mulai dari 17 Agustus, menjadi 1 September, dan sekarang diwacanakan pada 1 oktober”, katanya.

“Selain itu Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga ingin kebijakan itu diatur cukup dalam Peraturan Menteri (Permen) tanpa merevisi Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Tentu hal ini akan mengundang perdebatan,” jelas Mulyanto.

“Kalau sekedar Permen kedudukan hukumnya tidak terlalu kuat dan meragukan keabsahannya,” tegas Mulyanto.

Ditambahkannya, kebijakan pengaturan terkait dengan BBM bersubsidi selama ini menjadi domain Presiden, bukan menteri. Menteri hanya melaksanakan kebijakan yang telah dibuat Presiden, bukan membuat norma baru terkait urusan yang bersifat strategis.

Mulyanto berpendapat kebijakan pembatasan penjualan BBM jenis Pertalite sebaiknya diatur melalui revisi Perpres No. 191 Tahun 2014 dengan memasukkan kriteria kendaraan yang berhak membeli BBM jenis pertalite, agar tidak menimbulkan masalah hukum kelak kemudian hari.

Pasalnya dalam Perpres ini belum ada pengaturan terkait Pertalite. Sedang pembatasan untuk BBM jenis Solar sudah diatur di dalam Perpres tersebut.

Sementara itu, Perpres No. 117 Tahun 2021 tentang BBM khusus penugasan hanya mengatur wilayah distribusi BBM khusus penugasan, yakni meliputi seluruh wilayah Indonesia dan mengubah BBM khusus penugasan dari Premium RON 88 ke Pertalite RON 90.

Tidak ada pelimpahan amanat pengaturan kriteria kendaraan yang berhak membeli Pertalite kepada Menteri.

“Jadi bagusnya Pak Bahlil duduk bareng dengan Ibu Sri Mulyani untuk mencari titik-temu. Yang kompaklah. Jangan potong-kompas dan memaksakan diri dengan menerbitkan Permen pembatasan Pertalite sendiri”, tandas Mulyanto.

Tak Semua SPBU Jual Pertalite

Dari total 7.751 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, hanya 3 persen dari itu yang tidak lagi menjual Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.

Lebih tepatnya, hanya 235 SPBU Pertamina yang tidak lagi menjual BBM Pertalite. Jadi, masih ada 7.516 SPBU Pertamina lainnya yang masih menjual Pertalite.

"Prinsipnya Pertalite tetap tersedia di setiap wilayah," kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari.

SPBU yang tidak menjual Pertalite mayoritas berada di lokasi komersial, lokasi pemukiman menengah, tidak dilewati jalur transportasi publik, dan juga berlaku untuk SPBU baru.

Untuk mengetahui lokasi SPBU atau titik layanan pembelian Pertalite terdekat, Heppy mengatakan masyarakat dapat menggunakan aplikasi MyPertamina.

Penyaluran Pertalite pun dipastikan terus dilakukan sesuai penugasan yang diberikan Pemerintah.

Heppy bilang, tidak ada rencana menghentikan distribusi Pertalite pada 1 September 2024.

"Masyarakat tidak perlu termakan berita hoaks. Pertalite akan terus kami salurkan sesuai kuota yang ditetapkan Pemerintah," uajr Heppy.

Adapun agar penyaluran Pertalite terkontrol, Pertamina Patra Niaga melayani pengisian Pertalite melalui QR Code bagi kendaraan yang sudah mendaftar.

Bagi pengguna yang belum mendaftar subsidi tepat, nomor polisi kendaraan mereka akan dicatat.

Pertamina Patra Niaga melakukan pendataan pengguna BBM Subsidi melalui pendaftaran QR Code melalui www.subsiditepat.mypertamina.id.

Wilayah pendaftaran QR Code Pertalite dilakukan secara bertahap dan hanya khusus untuk kendaraan roda empat.

Saat ini pendaftaran QR Code Pertalite difokuskan di wilayah Jawa, Madura, Bali (JAMALI).

Pendaftaran QR Code Pertalite juga difokuskan di sebagian wilayah non-Jamali.

Yakni, Kepri, NTT, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Aceh, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Kabupaten Timika.

Jumlah pendaftar yang terverifikasi dan telah mendapat QR Code saat ini mencapai 3,9 juta.

"Diharapkan tahap 1 bisa tercapai 100 persen pada akhir september 2024. Sisanya akan dilakukan tahap kedua rencana paling cepat bulan Oktober- November 2024," tutur Heppy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas