Mimpi Prabowo Ekonomi Tumbuh 8 Persen, Begini Rekomendasi Strateginya Versi Ekonom INDEF
Upaya mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen per tahun bisa direalisasikan dan bukan hal yang mustahil.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo mengungkapkan upaya mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen per tahun bisa direalisasikan dan bukan hal yang mustahil.
Diketahui, Presiden terpilih periode 2024-2029 yakni Prabowo Subianto, membidik pertumbuhan ekonomi dikisaran 8 persen.
Namun, Dradjad melanjutkan, angka tersebut bukanlah angka pertumbuhan rata-rata selama kepemimpinan Prabowo-Gibran. Melainkan dapat dicapai dalam satu tahun tertentu.
Dradjad menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 1961 sampai tahun 2023 pertumbuhan rata-rata Indonesia 5,11 persen, dan hanya lima kali tumbuh 8 persen atau lebih.
Yaitu tahun 1968 (10,92 persen), 1973 (8,10 persen), 1977 (8,76 persen), 1980 (9,88 persen) dan 1995 (8,22 persen).
"Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8 persen adalah sekitar 8 persen juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan," ungkap Dradjad, Minggu (8/9/2024).
Dradjad menambahkan, kuncinya terdapat pada sektor investasi fundamental.
Investasi fundamental itu di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.
“Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian,” papar Dradjad.
Baca juga: Jurus Genjot Pertumbuhan Ekonomi ke 8 Persen Lewat Sektor Digital
Stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun.
Ia mengatakan, tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.
Yang pertama adalah kebijakan produktifitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktifitas yang masih tinggi.
Kemudian, terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Dan yang terakhir hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.
Baca juga: Ekonom: PPN 12 Persen Bakal Ganggu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025
"Program APBN harus benar-benar dipilih yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita adalah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi," ujarnya.
“Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja. Tapi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah. Peningkatan produktifitas pekerja melalui standarisasi," beber Dradjad.
Dalam kesempatan itu, Dradjad juga menjelaskan dari mana sumber dananya. Menurutnya, berasal dari pendapatan negara yang bersifat adhoc.
“Sudah dicoba waktu saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan. Adhoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci,” pungkas Dradjad.