Pakar: Pemerintahan Prabowo Bisa Revisi PP Kesehatan Asal Ada Dorongan Kuat
Gappri mengklaim tidak dilibatkan dalam public hearing terkait dengan PP 28/2024 yang digelar Kementerian Kesehatan.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai Pelaksana atas UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dipersoalkan oleh kalangan industri rokok kretek karena penyusunannya tidak melibatkan mereka.
Pakar hukum Universitas Trisakti Ali Ridho mengatakan, pemerintahan Prabowo-Gibran bisa merevisi PP Kesehatan ini sepanjang dorongannya kuat. "Sepanjang memang dorongan untuk melakukan revisi terhadap PP ini kuat, maka itu bisa dilakukan," kata Ridho dalam acara diskusi di Jakarta, dikutip Selasa (10/9/2024).
Ia mengatakan, bila mengacu pada pernyataan Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan yang menyebut pihaknya tidak dilibatkan secara dalam di pembahasan PP 28/2024, berarti peraturannya tidak memenuh meaningful participation.
Sebelumnya, Henry bilang pihaknya tidak dilibatkan dalam public hearing terkait dengan PP 28/2024 yang digelar Kementerian Kesehatan.
Ia mengatakan, dari sisi asosiasi industri yang hadir hanya dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo).
Asosiasi lain seperti dari perwakilan petani cengkeh, petani tembakau, dan serikat pekerja tidak mendapat informasi akan public hearing ini.
Henry yang tetap datang ke public hearing itu pun menyebut situasi public hearing tidak kondusif.
"Situasi yang dibentuk Kementerian Kesehatan adalah situasi yang tidak kondusif. Kenapa? Secara resmi asosiasi yang diundang Apindo dan Gaprindo dan yang diundang hadir 53 LSM yang notabene anti tembakau. Jadi industri yang sah legal ini disuruh adu jangkrik sama NGO," ujar Henry.
Atas dasar itu, RIdho menyebut PP 28/2024 tidak memenuhi meaningful participation sebagaimana yang diadopsi dari Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020.
Baca juga: Apindo Temui Menkes, Keberatan Atas Isi PP Kesehatan karena Rugikan Pengusaha
Meaningful participation disebut harus melibatkan publik. Ridho memandang, dalam hal PP 28/2024, publik yang dimaksud adalah publik yang terdampak dari peraturan ini.
"Bagi saya publik yang akan terdampak terhadap peraturan ini, bukan publik yang asal oke, setelah disahkan dia tidak terdampak. Publik ini adalah yang akan terdampak dari peraturan ini manakala disahkan. Dalam konteks penjelasan dari Pak Henry, (publik) tidak dilibatkan dalam ini," ucap Ridho.
Berikutnya, ia mengatakan, PP 28/2024 tidak lahir untuk jangka pendek. Dalam jangka panjang, aspek ekonominya pun harus dipertimbangkan.
Ia melihat Pemerintahan Prabowo-Gibran sangat menaruh perhatian terhadap perekonomian.
Baca juga: PP Kesehatan Dinilai Bebankan Permasalahan Penyakit Tidak Menular ke Produsen Pangan
Menurut dia, PP 28/202 yang dianggap beberapa pihak dapat mengancam perekonomian, Prabowo-Gibran bisa saja merevisinya.
"Melihat produk yang seperti ini yang apabila betul ini mengancam ekonomi, (Pemerintahan Prabowo-Gibran) pasti akan lebih memilih melakukan revisi dalam konteks ini kecuali memang APBN kita sekarnag surplus. Yang saya tau sekarang defisit," tutur Ridho.
"Silakan saja didorong untuk melakukan revisi. Itu sah-sah saja. Jangankan rezim yang baru lengser 20 Oktober nanti, peraturan yang dibentuk rezim Soekarno pun bisa direvisi dalam rezimnya Prabowo nanti. Jadi tidak ada batasan," pungkasnya.