Kritisi PP 28/2024, Pengusaha: Bikin Lumpuh Industri Hasil Tembakau dan Sektor Terkait
Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani mengatakan, PP 28 Tahun 2024 membebani ekosistem industri tembakau.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti adanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pengamanan Zat Adiktif.
Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani mengatakan, aturan tersebut membebani ekosistem industri tembakau.
Menurut Franky, berbagai keluhan lebih dari 20 asosiasi lintas sektor bermunculan, dan disebut memiliki dampak signifikan terhadap industri hasil tembakau (IHT) dan sektor-sektor terkait.
Baca juga: Ketua GAPPRI: Produk Tembakau dengan Kemasan Polos Tanpa Merek Dorong Rokok Ilegal Makin Marak
Apindo mengingatkan pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024 dikhawatirkan dapat menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem IHT.
"PP ini memberatkan bagi multisektor, baik industri, pedagang, petani dan juga konsumen sebenarnya," ungkap Franky di Kantor Apindo, Jakarta, Selasa (11/9/2024).
Belum selesai polemik terkait PP 28/2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginisiasi aturan turunannya berupa Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang memuat ketentuan Kemasan Polos tanpa merek.
Ketentuan ini mewajibkan penyeragaman desain dan kemasan produk tembakau serta rokok elektronik, yang direncanakan akan disahkan pada September 2024 dan diterapkan mulai Juli 2025.
Para Asosiasi Lintas Sektor juga menyoroti bahwa kebijakan yang diambil tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi dapat mengganggu kestabilan perekonomian nasional.
Terdapat 3 poin penting yang menjadi aspirasi utama.
Baca juga: GAPPRI: Kewajiban Kemasan Produk Tembakau Dibuat Polos Sama Saja Berikan Karpet Merah Rokok Ilegal
Pertama, pembatalan ketentuan mengenai standarisasi kemasan atau kemasan polos (plain packaging), yang tidak sejalan dengan dan melampaui mandat pengaturan standarisasi di PP 28/2024 untuk produk tembakau dan rokok elektronik.
Apindo menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan justru membuka peluang bagi peningkatan rokok ilegal.
Kedua, penolakan terhadap pembatasan kadar tar dan nikotin dalam produk tembakau, yang dinilai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok, tetapi justru akan memukul industri secara signifikan.
Apindo melihat, penetapan ambang batas yang terlalu rendah untuk tar dan nikotin akan berdampak negatif pada seluruh rantai pasok industri, mulai dari petani tembakau hingga pabrik rokok.
Ketiga, penolakan terhadap larangan zonasi penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter serta larangan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat ibadah untuk pelaku usaha yang sudah beroperasi saat ini.
Pembatasan usia pembelian yang ketat sudah diberlakukan. Zonasi tambahan ini hanya akan menambah beban pelaku usaha yang sudah ada tanpa memberikan dampak nyata terhadap pengendalian konsumsi.
"Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait," pungkas Franky.