Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kemenkes Mulai Sadar Banyak yang Kontra Pengaturan Produk Tembakau dalam RPMK

Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan menilai banyaknya penolakan menunjukkan bahwa RPMK ini belum memenuhi harapan masyarakat.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kemenkes Mulai Sadar Banyak yang Kontra Pengaturan Produk Tembakau dalam RPMK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi: Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah 

 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mulai menyadari adanya penolakan yang signifikan terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menilai banyaknya penolakan menunjukkan bahwa RPMK ini belum memenuhi harapan masyarakat.

Menurutnya, berbagai kepentingan harus dipertimbangkan dalam perumusan regulasi ini.

Baca juga: Cukai Rokok Batal Naik di Tahun 2025, RPMK Masih jadi Sorotan

Jika hanya melihat dari satu sudut pandang, Henry menyebut akan muncul penolakan dari banyak pihak yang terdampak oleh aturan ini. 

"Karena itu, kami meminta agar terus menerus dilakukan dialog dengan melibatkan semua pihak, baik industri, buruh, petani tembakau, petani cengkeh, juga kementerian lain agar terumuskan pengaturan yang mengakomodasi semua pihak," kata Henry kepada Tribunnews, Selasa (1/10/2024). 

Berita Rekomendasi

Dihubungi terpisah, Juru Bicara Komunitas Kretek Khoirul Atfifudin mempertanyakan sikap Kemenkes yang tetap melanjutkan pembahasan RPMK meski banyak yang menolak. 

RPMK ini, yang satu di antaranya akan memberlakukan peraturan kemasan produk tembakau polos tanpa merek, sudah ditolak banyak pihak.  

"Sudah banyak pihak gitu yang sudah menolak rancangan bungkus polos gitu kan. Nah kalau sudah banyak pihak yang kontra gitu, ngapain harus dibahas lagi?" ucap Atfifudin. 

Sebelumnya, Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkap bahwa pihaknya terus didatangi pihak yang kontra akan RPMK ini. 

Menurut dia, seharusnya gelombang dari RPMK ini berimbang antara yang pro dan kontra. 

Baca juga: Kemenperin Ingatkan Kemenkes Atur Regulasi Produk Tembakau Tak Cuma dari Sisi Kesehatan

"Jadi kalau ada nanti yang kontra datang ke Kemenkes, nanti yang pro juga harusnya ada yang datang. Jadi bunyinya sama yang pro dan kontra. Jangan kontra terus yang datang ke Kemenkes," kata Nadia dalam sebuah acara diskusi di Jakarta pada Senin (30/9/2024) malam. 

Salah satu peraturan yang dirancang Kemenkes melalui RPMK ini adalah kemasan rokok polos tanpa merek. 

Draft kebijakan tersebut dinilai paling berpotensi mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau. 

Kekhawatiran utamanya adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal. 

Kemasan yang seragam berpotensi menyulitkan konsumen untuk membedakan produk legal dan ilegal.

Bahkan penerapan kemasan rokok polos tanpa merek juga bertentangan dengan regulasi seperti UU tentang Hak Cipta, Merek, maupun Perlindungan Konsumen.

Praktisi Kesehatan Publik sekaligus Pakar K3, dr Felosofa Fitriya menyoroti peran penting edukasi dan sosialisasi dalam menekan prevalensi konsumsi rokok masyarakat.

"Tidak seharusnya produk tembakau dan rokok elektronik dipasarkan dalam kemasan polos tanpa merek. Hal ini akan menimbulkan kebingungan pada konsumen untuk membedakan produk," kata Felosofa. 

dr. Felosofa yang juga pakar K3 mengatakan, gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kedua jenis produk ini perlu dibedakan. 

Namun, kemasan polos tanpa merek seharusnya tidak diberlakukan pada produk tembakau maupun rokok elektronik, untuk tetap melindungi konsumen dan memastikan mereka dapat memilih sesuai profil risikonya

“Sebaiknya kemasan ini dibedakan sesuai profil risikonya yang diharapkan perilaku perokok berubah ke yang rendah risiko. Kalau semua produk tembakau dan rokok elektronik kemasannya disamakan, bagaimana cara membedakannya? Karena jika dibedakan, ini akan meningkatkan kesadaran perokok untuk memilih produk,” beber dia.

Alasan Rokok Ilegal Bisa Lebih Marak Jika Aturan Kemasan Polos Tanpa Merek Dijalankan

Peredaran rokok ilegal diprediksi akan lebih marak jika peraturan kemasan polos tanpa merek diterapkan.  

Menurut Khoirul Atfifudin, langkah ini justru akan mempermudah peredaran rokok ilegal.

Ia menjelaskan bahwa bungkus rokok ilegal saat ini sering meniru desain rokok legal yang terkenal. 

"Kalau belakangan kan produk-produk illegal kan sering meniru rokok-rokok yang terkenal gitu. Kayak kemarin saya pernah lihat ada pelesetan Dunhill jadi Dalil gitu. Harganya sangat-sangat murah," kata Atfifudin. 

Jika nantinya kemasan akan dibuat polos dengan desain yang seragam, rokok ilegal akan semakin mudah disebar di masyarakat karena bisa meniru rokok-rokok legal. 

Efeknya, Atfifudin menyebut negara bisa kehilangan pendapatan hingga triliun rupiah. 

"Nah itu kan kalau bungkus jadi polos gitu kan, akhirnya ya mereka (penjual rokok ilegal) jadi enak gitu loh untuk bikin bungkus gitu, untuk menyebarkan ke masyarakat gitu loh," ujar Atfifudin. 

"Jadi nanti efeknya di situ juga pun pendapatan negara bisa berkurang gitu, bahkan ratusan triliun gitu ya karena kan masyarakat berlari ke produk-produk illegal yang itu enggak setor cukai," lanjutnya. 

Kemudian, dampak yang lebih panjang lagi, petani tembakau akan kena imbasnya hingga pabrik produsen rokok bakal banyak yang gulung tikar. 

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara masal pun tak terhindarkan karena daya serap tenaga kerja para pabrik legal berkurang. 

"Yang namanya ekosistem kan satu kesatuan ya. Kalau satu pincang, ya itu akan mempengaruhi ke lini-lini yang lain gitu," ucap Atfifudin. 

Henry Najoan menambahkan bahwa standarisasi kemasan bisa menurunkan permintaan karena konsumen kesulitan membedakan merek. 

Kondisi ini menguntungkan rokok ilegal dan pemerintah akan kesulitan ketika melakukan pengawasan. 

"Petani tembakau dan cengkeh juga akan merasakan dampak langsung dari penurunan permintaan yang membuat harga jual tembakau dan cengkeh anjlok. Petani bisa kesulitan menjual hasil panennya," kata Henry. 

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebutkan bahwa kemasan polos tanpa merek dapat membawa risiko signifikan terhadap perekonomian.

Ia menyebutkan bahwa aturan kemasan polos tanpa merek dapat mendorong fenomena downtrading hingga switching dari rokok legal ke rokok ilegal, yang dapat mengurangi permintaan produk legal hingga 42,09 persen.

"Penurunan ini bisa menyebabkan potensi dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp182,2 triliun, dan penerimaan perpajakan yang turun hingga Rp95,6 triliun," ujar Tauhid.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas