Kemenhub Ungkap Jumlah Pesawat Turun Drastis, Imbasnya Harga Tiket Jadi Mahal
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkap bahwa saat ini sedang ada isu besar yang dihadapi Indonesia pasca-pandemi Covid-19.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkap bahwa saat ini sedang ada isu besar yang dihadapi Indonesia pasca-pandemi Covid-19.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengungkap bahwa, jumlah armada pesawat di Tanah Air mengalami penurunan drastis.
Adita mengatakan, sebelum pandemi, jumlah pesawat di Indonesia bisa mencapai 700 hingga 800. Setelah itu, angkanya menurun drastis.
Baca juga: Kemenparekraf: Harga Tiket Pesawat di RI Sangat Mahal, Jika Turun Pergerakan Wisatawan akan Menyebar
"Ini (jumlah armada menurun drastis) terjadi di hampir di seluruh dunia ya, tidak hanya di Indonesia," kata Adita dalam diskusi daring bertajuk Evaluasi Publik Atas Kinerja Sektor Transportasi Umum dan Perhubungan Pemerintahan Jokowi, Rabu (2/10/2024).
Ia mengungkap bahwa jumlah armada pesawat sempat menurun sekitar 40 persen.
Saat ini, angkanya berangsur pulih, meskipun belum mencapai titik keseimbangan seperti sebelum pandemi.
"Sekarang mungkin baru sekitar 450-an sampai 500 armada ya dan ini juga yang menyebabkan supply dan demand-nya jadi tidak imbang," ujar Adita.
Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Ia mengatakan, permintaan yang sangat tinggi di sektor penerbangan tidak bisa dipenuhi oleh pasokan pesawat yang ada.
Dengan tingginya permintaan di sektor penerbangan, pasokan pesawat yang terbatas berdampak pada harga tiket yang semakin melambung.
Baca juga: Menhub: Harga Tiket Pesawat Bisa Turun 10 Persen, Ini Syaratnya
"Ini soal mekanisme pasar ekonomi. Ada tarif atau harga yang kemudian bisa meningkat karena supply terbatas, sementara demandnya tinggi," ucap Adita.
Adita menyebut jumlah pesawat yang ideal harus lebih dari 800, terutama untuk memenuhi kebutuhan di daerah-daerah pariwisata super prioritas yang memiliki permintaan tinggi.
"Idealnya sebenarnya pasti lebih dari 800 ya seharusnya karena memang potensi di mana khususnya kalau kita bicara di kawasan-kawasan baru ya, di daerah pariwisata super prioritas misalnya, itu sangat tinggi (demand-ny), tapi saat ini memang terbatas karena supply yang terbatas," pungkasnya.