Dikasih Modal dan Beli Gerobak dari Pak Jokowi
Pasar yang ramai, lanjutnya, menandakan adanya pergerakan ekonomi masyarakat dan akan berimbas kepada sektor produksinya.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Paika dan suaminya langsung mengucap syukur saat bisa bertemu dan mendapat bantuan dari Presiden Jokowi. Keduanya bertemu saat presiden menyambangi Pasar Sanggam Adji Dilayas, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur Kamis (26/9/2024).
"Alhamdulillah senang sekali, belum pernah didatangi. Saya dapat bantuan untuk tambah modal dan beli gerobak," tutur Paika dengan haru.
Tak hanya pedagang, warga yang hadir di pasar juga menyampaikan kebahagiaannya. Paulina, salah satu warga lainnya juga beruntung bisa bertemu langsung dengan Presiden dan langsung mengungkapkan rasa gembiranya.
Baca juga: Mardiono Siapkan Strategi Ketahanan Pangan untuk Transisi Jokowi ke Prabowo
"Senang banget baru kali ini ketemu Pak Jokowi langsung, biasa lihat di TV sama Facebook. Gak nyangka, lagi jalan-jalan kesini, kebetulan ada Pak Jokowi," ujar Paulina.
Dalam kunjungannya itu, presiden meninjau langsung kondisi pasar, memantau harga kebutuhan pokok, dan menyerahkan bantuan kepada sejumlah pedagang kecil. Menurut Presiden, harga sejumlah kebutuhan pokok di pasar tersebut cukup baik. Mengunjungi pasar tradisional, kerap dilakukan Presiden Jokowi selama 10 tahun menjabat. Selain berkunjung, presiden sekaligus meresmikan pasar yang menjadi salah pusat perekonomian rakyat.
Menurut presiden, pasar merupakan pusat aktivitas perekonomian rakyat yang sangat penting.
Pasar yang ramai, lanjutnya, menandakan adanya pergerakan ekonomi masyarakat dan akan berimbas kepada sektor produksinya.
"Ada petani yang memproduksi bawang merah, memproduksi bawang putih dibawa ke mana? Dibawa ke pasar. Ada yang memproduksi tahu, memproduksi tempe dan akan diarahkan kepada konsumen lewatnya apa? Lewatnya pasar juga," kata presiden saat meresmikan Pasar Johar di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sejak 2015 sampai 2024 mencatatkan pertumbuhan stabil di level 5 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen ini sangat berkualitas sejalan dengan inflasi yang terkendali di level 2,1 persen.
Baca juga: Presiden Jokowi Tetapkan Dua Kawasan Ekonomi Khusus Baru di Batam dan BSD
"Ya secara makro sudah baik dan artinya kita lihat pertumbuhan ekonomi 5 persen yang berkualitas karena inflasi bisa dikendalikan 2,1 persen. Kalau kita lihat perekonomian tumbuh kalau 2014 ekonomi kita Rp 10.000 triliun di sekarang itu kan 2024 ekonomi kita seluruhnya Rp 20.000 triliun," tutur Airlangga saat ditemui di Gedung Ali Wardhana beberapa waktu lalu.
Airlangga menyebut, dari sisi pengelolaan keuangan negara sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi dinilai tetap prudent dengan defisit kurang dari 3 persen. Kemudian, dari total hutang kurang dari 40 persen sejalan dengan capaian neraca perdanganan yang mencatatkan kinerja positif.
"Sebelum di 2014 itu minus 2,2 miliar dolar AS, sekarang positif 18,8 miliar dolar AS. Kemudian cadangan devisa di tahun 2014 itu 100 miliar dolar AS, dan sekarang posisinya 150 miliar dolar AS. Angka kemiskinan juga turun di bawah single digit. Kemudian kemiskinan ekstrim juga yang sebelumnya di tahun 2014 itu di atas 8 persen, sekarang mendekati nol," papar dia.
"Jadi hampir seluruh indikator makro maupun indikator pengelolaan fiskal berada dalam track yang benar, dan itu juga membuat kredit rating kita, baik itu moody, S&P, dan yang lain dalam investment grid," tegasnya.
Ekonom senior INDEF Drajad Wibowo menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di 5 persen itu bukan hanya dirasakan pada era kepemimpinan Presiden Jokowi saja, melainkan halitu sudah terjadi sejak zaman Presiden Soeharto,
"Dari sebelum-sebelumnya kan kita memang zaman Pak Harto sempat naik, kita kemudian turun, setelah itu kita stuck terus. Naik turun di sekitar 5 persen. Jadi bukan hanya Pak Jokowi saja," kata Drajad saat ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2024).
Tercatat pada awal pemerintahan Jokowi di tahun 2015 lalu, pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 4,79 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi eksternal, sehingga laju pertumbuhan net export menjadi negatif dari 2,19 persen di tahun 2014 menjadi angka -5,84 persen selama 2015.
Kemudian, di tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan yakni mencapai 5,02 persen. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) mencapai Rp 2.385,6 triliun dan atas dasar harga berlaku (ADBH) mencapai Rp 3.194,8 triliun.
Pada posisi ini, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kondisi perekonomian global sehingga berpengaruh terhadap nilai ekspor Indonesia.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai terasa di tahun 2017 yang mencapai 5,07 persen. Artinya lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,02 persen. Kenaikan harga komoditas di kuartal IV 2017 menjadi pendorong nilai ekspor seperti harga minyak dunia yang naik 23,61 persen secara tahunan dan komoditas tambang.
Nilai Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) di tahun 2017 juga membaik dan bertumbuh 6,15 persen disebabkan realisasi investasi riil di kuartal IV yang melesat 12,7 persen secara tahunan menjadi Rp 179,6 persen.
Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2018. Tercatat ekonomi Indonesia tumbuh mencapai 5,17 persen lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2017 sebesar 5,07 persen hal itu dilihat berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 14,837,4 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp 56 juta.
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2018 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB yakni sebesar 58,48 persen, diikuti Pulau Sumatera sebesar 21,58 persen dan Pulau Kalimantan sebesar 8,20 persen.
Sayangnya, laju ekonomi Indonesia mulai melandai di tahun 2019. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen lebih rendah dibandingkan tahun 2018 sebesar 5,17 persen.
Dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha jasa lainnya sebesar 10,55 persen. Kemudian dari sisi pengeluaran dicapai oleh komponen lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) sebesar 10,62 persen.
Perekonomian Indonesia tahun 2019 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp15 833,9 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp59,1 juta.
Pertumbuhan ekonomi Periode 2019-2024
Tahun 2019 merupakan masa akhir periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi. Selama lima tahun pertama pemerintahannya ekonomi Indonesia melaju pesat dan stabil di level 5 persen.
Kemudian Jokowi melanjutkan pemerintahannya pada periode kedua yakni 2019 sampai 2024. Awal tahun 2020 Indonesia bahkan dunia dilanda Pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2,07 persen.
Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen. Sementara itu, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi, Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.
Perekonomian Indonesia tahun 2020 diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 juta.
Ekonomi Indonesia kemudian menunjukkan peningkatan di tahun 2021. BPS mencatat, ekonomi nasional tumbuh mencapai 3,69 persen atau lebih baik dibandingkan tahun 2020 yang terkontraksi -2,07 persen.
Tumbuhnya perekonomian Indonesia di tahun 2021 ini tidak lepas dari sentimen global yang perlahan mulai membaik didorong oleh pertumbuhan mitra dagang Indonesia yakni China, Amerika Seikat, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, Hong Kong dan Uni Eropa.
Pelan tapi pasti, pertumbuhan ekonomi kembali pesat di tahun 2022 yang mencapai 5,31 persen atau lebih tinggi dibanding capaian tahun 2021 sebesar 3,70 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 19,87 persen.
Sementara dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 16,28 persen. Ekonomi Indonesia tahun 2022 berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp19.588,4 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp71,0 juta.
Ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2023 sebesar 5,05 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2022 sebesar 5,31 persen.
Meski begitu, sektor lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan sebesar 13,96 persen. Sementara itu dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicatat oleh konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga sebesar 9,83 persen.
Perekonomian Indonesia masih tetap berada pada jalur yang solid dan menunjukkan resiliensi dengan capaian pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2024 sebesar 5,05 persen (yoy). Tingkat pertumbuhan tersebut juga didukung dengan inflasi yang rendah dan terkendali pada angka 2,13 persen pada bulan Juli 2024.
Selain itu, angka pertumbuhan ekonomi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara lain, seperti China (4,7 persen), Singapura (2.9 persen), Korea Selatan (2,3 persen), dan Meksiko (2,24 persen).
Sementara itu, kondisi perekonomian global masih tetap diselimuti dengan beragam tantangan yang memicu perlambatan ekonomi sejumlah negara.
Beberapa lembaga internasional seperti World Bank dan IMF juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global di penghujung tahun 2024 berada pada rentang 2,6 persen - 3,2 persen (yoy), sedangkan tahun 2025 sebesar 2,7 persen - 3,3 persen (yoy).
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin berharap presiden terpilih Prabowo Subianto akan melanjutkan pondasi ekonomi yang telah dibangun presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dasawarsa terakhir.
Terlebih Prabowo juga punya latar belakang pengusaha, yang paham pentingnya stabilitas demi pertumbuhan ekonomi. Dengan stabilitas di segala sektor, Ujang yakin perekonomian Indonesia bisa terus naik di era Prabowo.
"Saya yakin dengan komitmen Prabowo membangun ekonomi berkelanjutan. Pondasinya dibangun Jokowi, Prabowo melanjutkannya," kata Ujang, Kamis (26/9/2024).
Sejak Indonesia tak memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kerap terjadi bongkar pasang lembaga atau kementerian yang menyebabkan sulitnya tercapai stabilitas.
Menurutnya ini jadi momentum Prabowo menciptakan stabilitas lintas pemerintahan, baik dari kepastian hukum, stabilitas politik yang berujung pada stabilitas ekonomi. "Langkah Prabowo akan menjadi acuan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Yakni dengan kepastian hukum, stabilitas politik, dan memberantas korupsi," kata Ujang.