Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menteri Bahlil Ungkap Kondisi Terkini Produksi Migas di RI: Dulu Ekspor Kini Impor

Bahlil Lahadalia mengungkapkan kondisi terkini, menyoal produksi Migas di Indonesia yang kian menurun hingga mengharuskan melalukan impor

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Menteri Bahlil Ungkap Kondisi Terkini Produksi Migas di RI: Dulu Ekspor Kini Impor
Tribunnews/Bambang Ismoyo
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kondisi terkini, menyoal produksi minyak dan gas (Migas) di Indonesia yang kian menurun hingga mengharuskan melalukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Menurut Bahlil, di tahun 1996 hingga 1997 lifting minyak di Indonesia bisa memproduksi sebanyak 1,6 juta barel oil per day dengan kontribusi terhadap pendapatan negara berkisar 40 sampai 50 persen.

"Jadi apa yang terjadi di tahun 1996-1997 kita ekspor, sekarang berbalik, kita impor dengan jumlah yang sama. Ini kira-kira masalah negara kita," kata Bahlil dalam acara Repnas Nasional Conference and Awarding Night, Senin (14/10/2024).

Baca juga: SKK Migas dan RH Petrogas Goes to Fikom UNPAD: Sharing Session Dibalik Industri Hulu Migas Nasional

Bahlil mengatakan, pasca reformasi produksi migas terus mengalami penurunan meskipun ada sedikit perbaikan menjadi 800 ribu sampai 900 ribu barel oil per day didorong dari Lapangan Banyu Urip.

"Nah kemudian turun terus, ini terjadi incline terus. Nah sekarang kita produksi minyak kita itu tinggal 600 ribu barel per day dan konsumsi kita itu 1,6 juta barel per day. Jadi kita impor kurang lebih sekitar 900 ribu barel sampai 1 juta," tutur Bahlil.

Bahlil mengaku, untuk mendongkrak produksi migas tanah air perlu mengoptimalkan sumur migas yang masih belum beroperasi secara optimal. Namun jika hal itu sulit dilakukan maka kedaulatan energi pun tidak bisa tercipta.

BERITA REKOMENDASI

"Jadi bapak ibu semua, kalau tidak kita mampu mengatasi lifting, maka jangan pernah bermimpi kita ini akan menuju kepada kedaulatan energi," ucap dia.

"Kita harus lakukan adalah kita harus mengoptimalkan sumur-sumur kita, baik yang ada maupun yang idle, untuk bisa meningkatkan lifting kita. Karena kalau tidak ada gerakan apa-apa itu turun kita sekitar 7-15 persen per tahun," sambungnya.

Sebelumnya, Bahlil mengaku akan merelaksasi kebijakan menyoal eksplorasi sumur minyak dan gas (Migas) untuk memudahkan investor dalam berinvestasi di tanah air.

Pemerintah akan memangkas kebijakan dari 320 izin soal eksplorasi sumur menjadi 140 izin untuk memudahkan investor agar bisa menanamkan investasinya di Indonesia.

Bahlil mengatakan, saat ini sumur minyak dan gas di Indonesia berstatus idle atau tidak berfungsi. Dia mengaku dari 44.900 sumur di tanah air hanya 16.000 yang aktif. Dari total tersebut hanya 5.000 sumur yang bisa dioptimalkan.

"44.900 sumur di Republik ini, kekayaan Bapak Ibu semua ini. Nah yang aktif itu hanya 16.000 lebih, 16.600 itu idle. Setelah di breakdown lagi, ada kurang lebih sekitar 5.000 sumur yang bisa kita optimalkan. Nah ini yang kita kejar," tutur dia.

Dikatakan Bahlil, untuk mengejar optimalisasi sumur migas diperlukan biaya yang tidak sedikit dan di satu sisi dibutuhkan waktu yang cepat agar sisa sumur yang aktif itu bisa optimal. 

Baca juga: Pertamina Hulu Energi Temukan Potensi Sumur Migas di Mamosalato Sulawesi Tengah

Sehingga dengan memangkas kebijakan eksplorasi itu diharapkan bisa menumbuhkan investasi dan sumur yang aktif itu bisa dioptimalkan dengan baik.

"Kalau tidak ada tawaran yang lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain dan negara kita, bagaimana investor bisa masuk? Jadi, cara-cara lama kita harus lupa," jelas Bahlil.

Selain itu, Bahlil juga menyebut bahwa pemerintah turut mengerahkan peran swasta untuk mengoptimalisasi sumur migas. Artinya, penyederhanaan kebijakan itu juga berlaku bagi pengusaha swasta di Indonesia.

"Saya sudah minta kepada SKK Migas, sumur-sumur yang tidak bisa lagi di jalan, diserahkan kepada negara. Kita suruh kerjasamakan, kalau dipegang oleh K3S oleh Pertamina atau yang lain, kalau tidak jalan, kita minta segera dikerjasamakan dengan pengusaha swasta," ungkap Bahlil.

"Baik dalam negeri maupun luar negeri, karena bagi negara penting BUMN itu menjadi prioritas. Tetapi bagi negara, ketika kita menggantungkan harapan kepada BUMN dan lifting kita turun, itu kita tekor terus," sambungnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas