SKK Migas Identifikasi 15 Lokasi Berpotensi Tambah Produksi LPG Indonesia
Harga beli LPG yang rendah menjadi penghalang bagi investor untuk berinvestasi dalam produksi LPG nasional.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) telah mengidentifikasi sejumlah lokasi yang berpotensi untuk meningkatkan produksi LPG di Indonesia.
Jika lokasi-lokasi itu dapat dikembangkan, diperkirakan akan ada tambahan produksi LPG sekitar 1 juta ton per tahun.
"Potensinya kira-kira bisa menambah sekitar 1 juta ton produksi LPG setahun kalau ini bisa dikembangkan semua," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto kepada wartawan di kantornya, Selasa (29/10/2024).
Berdasarkan bahan paparan Dwi, ada 15 lapangan migas yang berpotensi menghasilkan 1 juta ton LPG, di mana 7 dari itu merupakan prioritas dan quick win.
Baca juga: Prabowo Ingin RI Swasembada Energi, SKK Migas Siapkan Strategi Jangka Pendek hingga Panjang
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ini adalah harga LPG yang rendah.
Saat ini, Pertamina merupakan pihak pengimpor LPG dan dibeli di harga yang rendah.
Dwi menjelaskan, harga beli LPG yang rendah menjadi penghalang bagi investor untuk berinvestasi dalam produksi LPG nasional.
"Nah ini Pak Menteri sudah minta agar ada perbaikan, paling enggak kalau mau mensubstitusi impor, harga landed price di sini, kalau yang impor kan harga CP Aramco di sana, ditambah dengan ongkos angkut ke sini," ujarnya.
"Jangan sampai kita jauh dari angka itu. Lebih rendah enggak apa-apa, sehingga lebih efisien buat Pertamina, tetapi yang penting ini semua dikembangkan," lanjutnya.
Selanjutnya, Dwi menyoroti dari aspek investasi.
Dwi mengungkapkan bahwa regulasi baru telah diterapkan yang memungkinkan setiap pihak yang membangun fasilitas LPG untuk menjual gas dengan harga yang tidak lebih rendah daripada harga gas pipa.
Ini diharapkan dapat menarik minat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk terlibat dalam pengembangan LPG.
"Selama ini karena tadi harga belinya rendah, ditarik mundur dengan investasi, harga gas pipanya menjadi rendah, padahal dia bisa dijual dalam bentuk gas pipa," ucap Dwi.
"Oleh karena itu sekarang sudah kita sudah ada regulasi bahwa nanti siapapun yang membangun LPG plan-nya, boleh hulu sendiri atau konsep hilir, tetapi harga gasnya tidak lebih rendah dari pada saat dijual sebagai gas pipa," sambungnya.
"Dengan begitu maka KKKS punya ketertarikan untuk ditarik C3 C4 nya ini dan ini sudah kita dudukkan. Mudah-mudahan ini juga menjadi bagian yang kita bisa agresifkan dalam jangka pendek," pungkas Dwi.