Target Ekonomi 8 Persen, Anggota Komisi VI Dorong Kemendag Perkuat Perdagangan Luar Negeri
Saat ini Indonesia masih mengandalkan ekspor komoditas untuk meningkatkan devisa negara. Sedangkan ekspor produk hilirisasi
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mengatakan, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto memerlukan berbagai strategi tepat untuk merealisasikannya.
"Diantaranya memperkuat perdagangan luar negeri sebagai salah satu tulang punggung pertumbuhan ekonomi," ujar Amin di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Perdagangan luar negeri saat ini, ucap Amin, menghadapi tantangan sangat berat karena kondisi ekonomi global yang terus menurun. Penurunan nilai surplus neraca perdagangan RI dalam lima tahun terakhir menjadi bukti nyata sulitnya mempertahankan pasar ekspor.
Baca juga: Pengarahan Prabowo di Akademi Militer, Bima Arya: Lanjutkan Hilirisasi dan Jangan Mau Didikte Asing
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Surplus neraca perdagangan RI tahun 2024 (Januari sampai September) sebesar 21,98 miliar dolar AS, tahun 2023 surplus sebesar 36,93 miliar dolar AS, turun dibandingkan tahun 2022 surplus sebesar 54,46 miliar dolar AS
Saat ini Indonesia masih mengandalkan ekspor komoditas untuk meningkatkan devisa negara. Sedangkan ekspor produk hilirisasi yang dijanjikan pemerintahan Jokowi belum menunjukkan hasil signifikan.
"Diperlukan strategi baru dalam perdagangan luar negeri kita. Tren penurunan surplus neraca perdagangan dalam beberapa tahun terakhir, menjadi sinyal bahaya yang harus kita sikapi dengan kebijakan yang tepat," ujar Amin Ak.
Amin mengaku optimis Menteri Perdagangan Budi Santoso mampu membawa terobosan baru dalam membangkitkan perdagangan luar negeri Indonesia. Sikap optimistis tersebut berpijak pada rekam jejak Budi. Selain pernah menjabat Sekjen Kemendag, Ia sebelumnya pernah menjadi Dirjen Perdagangan luar negeri dan atase perdagangan di India.
Amin menekankan, bahwa terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan surplus neraca perdagangan. Pertama, harga komoditas global yang fluktuatif, seperti kelapa sawit, batu bara, dan karet, telah memengaruhi pendapatan ekspor Indonesia.
Kedua, ketergantungan yang tinggi pada ekspor bahan mentah dibanding produk olahan membuat Indonesia rentan terhadap perubahan permintaan dan harga di pasar internasional.
Baca juga: Biar RI Cuan Maksimal, Pengamat Sebut Pemodal Hilirisasi Mineral Harus Didominasi Investor Lokal
"Ekonomi global yang belum stabil pasca-pandemi serta peningkatan proteksionisme di sejumlah negara mendorong Indonesia segera menyesuaikan diri untuk menghadapi tantangan tersebut," tambah Amin.
Penurunan surplus juga terjadi akibat peningkatan nilai impor barang modal dan bahan baku, serta impor pangan.
"Impor bahan baku memang penting untuk industri manufaktur kita, tetapi mesti diimbangi peningkatan ekspor produk jadi, agar kita tidak terus terjebak dalam situasi defisit perdagangan," jelas Amin.