Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Gugatan Dikabulkan Mahkamah Konstitusi, Said Iqbal: UU Cipta Kerja Selama Ini Merampas Hak-hak Buruh

Upah pada Omnibus Law ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat, padahal tiap daerah kemampuannya beda-beda.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Gugatan Dikabulkan Mahkamah Konstitusi, Said Iqbal: UU Cipta Kerja Selama Ini Merampas Hak-hak Buruh
HO
Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat sesi wawancara khusus dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu Ambarita, Jumat (1/11/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan perkara nomor: 168/PUU-XXI/2023 tentang uji materi atau judicial review (JR) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, yang diajukan oleh Partai Buruh dan enam pemohon lainnya, Kamis (31/10/2024).

Tujuh isu mengenai klaster ketenagakerjaan, seperti mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, cuti, pengupahan, ketentuan pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK), dibahas dalam putusan tersebut.

MK juga meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu membentuk Undang-undang Ketenagakerjaan baru dan mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari UU Ciptaker.

Baca juga: Menko Airlangga Pastikan Pemerintah Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Soal UU Cipta Kerja

Presiden Partai Buruh Indonesia Said Iqbal menyampaikan, Omnibus Law (UU Ciptaker) adalah momok yang menakutkan buat buruh.

"Karena pemerintah secara sepihak melakukan perlindungan pada pemilik modal dan mengabaikan hak-hak buruh, di-down-grade, dihancurkan, bahkan dalam bahasa kami nol. Selain melakukan penolakan dalam bentuk aksi-aksi dari mulai 2020 sampai hari ini sampai kemarin keputusan, kami juga melakukan judicial review pendekatan secara hukum tiga kali," tutur Said dalam Wawancara Eksklusif Tribunnews.com, Kamis (31/10/2024).

Partai Buruh melakukan judicial review tahun 2020, lalu sekitar 2023 dan yang terakhir 2024, dimana dua kali uji formil satu kali uji materil.

Berita Rekomendasi

Dalam uji materil itu, Partai Buruh menginginkan kehadiran negara mengembalikan perlindungan kepada buruh apapun status hubungan kerjanya wajib dilindungi.

"Kita bedah untuk tahap awal dulu, sebenarnya banyak down-grade semua, diturunkan kesejahteraan dirampas hak-hak buruh," imbuh Said Iqbal.

MK akhirnya mengabulkan sebagian pasal yang dituntut oleh para buruh, dari 71 pasal yang di para buruh, 21 pasal yang dikabulkan.

"Tapi 21 pasal itu melingkupi tujuh isu tadi, istilahnya dagingnya di situ semua, kakapnya di situ, yang sisa-sisanya itu kembang-kembang doang, cuma pemanis-pemanislah," katanya.

Said menambahkan, memang 30 persen dari jumlah pasal yang dikabulkan digugurkan, tetapi kalau dari isi 90 persen yang diinginkan buruh banyak dikabulkan.

"Memang kalau kita baca daripada Keputusan MK, kalau orang awam ya pasal ini dicabut, pasal ini ayat ini dicabut, dinyatakan inkonstitusional dan seterusnya. Kita harus lihat juga selain keputusan tentang pasal yang dicabut atau tidak berlaku lagi atau inkonstitusional tersebut, lihat pertimbangan. Jadi pasal ini dicabut kenapa alasannya apa," jelasnya.

Ambil contoh soal upah. Upah pada Omnibus Law ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat, padahal tiap daerah kemampuannya beda-beda.

Kemudian dewan pengupahan tidak difungsikan lagi, baik di kabupaten kota maupun provinsi. Berlanjut kenaikan upah selalu di bawah Inflasi, artinya tombok.

"Itu yang menjelaskan kenapa terjadi deflasi atau daya beli yang turun. Bahkan dalam 5 tahun, 3 tahun pertama itu enggak naik, upah nol persen. Kalau kita krisis mungkin kita bisa pahami, tapi ini kan ekonomi tumbuh di antara rata-rata 5 persen, kemudian inflasi di antara 2-3 persen ke atas. Jadi aneh kalau upah itu enggak naik dan bahkan kalaupun naik di bawah inflasi," ungkap Said Iqbal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas