Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menko Airlangga Pastikan Pemerintah Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Soal UU Cipta Kerja

APINDO mengaku putusan MK yang batalkan beberapa pasal UU Cipta Kerja dapat memicu ketidakpastian regulasi yang berdampak pada iklim investasi.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Menko Airlangga Pastikan Pemerintah Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Soal UU Cipta Kerja
Ismoyo
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui dalam agenda Aktivitas Sosial Pameran Lukisan di Hadiprana Boutique Mall, Jakarta, Jumat (1/11/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) angkat suara perihal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan, Pemerintah menghormati sekaligus akan mematuhi keputusan MK.

"Undang-undang Cipta Kerja tentu pemerintah mengapresiasi keputusan MK. Dan tentu akan mematuhi keputusan MK," ucap Airlangga saat ditemui dalam agenda Aktivitas Sosial Pameran Lukisan di Hadiprana Boutique Mall, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

Adapun, Kemenko Perekonomian akan melakukan diskusi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk membahas sejumlah poin dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Yakni beberapa diantaranya tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan hingga masalah upah.

Pemerintah juga tak lupa akan turut mengundang para pengusaha, dalam hal ini akan diwakili asosiasi.

"Tahap berikut yang sekarang masuk dalam siklus adalah penentuan UMP. Sehingga pemerintah meng-exercise untuk UMP sambil berkonsultasi dengan para pekerja dan pengusaha melalui asosiasi," ungkap Airlangga.

Berita Rekomendasi

"Dan ini Kementerian Tenaga Kerja sedang melakukan hal tersebut," pungkasnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) telah memberikan pandangan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang telah diputuskan pada 31 Oktober 2024, akan memicu ketidakpastian regulasi.

APINDO mengaku putusan MK yang membatalkan beberapa ketentuan kunci UU Cipta Kerja dapat memicu ketidakpastian regulasi yang berdampak pada iklim investasi.

"Stabilitas regulasi dan kepastian hukum adalah faktor kunci bagi pelaku usaha dan investor dalam membuat perencanaan jangka panjang," tulis APINDO dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews pada Jumat (1/11/2024),

Tanpa kepastian ini, Indonesia dinilai berisiko menurunkan daya tariknya sebagai tujuan investasi.

Aliran modal di Indonesia pun disebut dapat melambat dan bahkan memengaruhi ketahanan investasi yang sudah ada.

Sebagaimana diketahui, gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan serikat pekerja terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah mendapat respons positif dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Said Iqbal: Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Cipta Kerja Sebagai Kemenangan Rakyat Kecil

Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan melakukan perubahan pada sejumlah pasal dalam UU Ciptaker.

"Ada 21 pasal yang diubah oleh MK," ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam pembacaan putusan pada Kamis, 31 Oktober 2024.

Perubahan ini merespons kekhawatiran mengenai perlindungan hak pekerja yang terancam oleh perimpitan norma antara UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker.

Berikut poin penting putusan MK:

Keterbatasan Tenaga Kerja Asing

Tenaga kerja asing hanya dapat dipekerjakan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, dengan perhatian khusus terhadap pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Mahkamah Konstitusi menegaskan, tiap pemberi kerja wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia dalam semua jenis jabatan yang tersedia.

Penggunaan tenaga kerja asing diperbolehkan apabila jabatan tersebut belum diduduki oleh tenaga kerja Indonesia.

Namun, penggunaan tenaga kerja asing tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.

Jangka Waktu Pekerjaan: Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat melebihi lima tahun

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) paling lama lima tahun.

Putusan tersebut merupakan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Hal ini merupakan salah satu norma yang dikabulkan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023.

“Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 … bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menggarisbawahi bahwa perjanjian kerja dibuat antara pihak pengusaha dan pekerja atau buruh dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang.

Pekerja atau buruh, kata MK, merupakan pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah.

Oleh karena itu, MK menyatakan jangka waktu PKWT penting untuk diatur di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan maupun perjanjian lainnya.

Perjanjian PKWT berbahasa Indonesia

Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf Latin.

Alasan PHK

Dalam UU Cipta Kerja, alasan pemutusan hubungan kerja dari yang sebelumnya telah dibatasi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadi lebih variatif yang diatur dalam peraturan pelaksana Undang-undang Cipta Kerja misalnya alasan PHK karena efisiensi mencegah kerugian sebagaimana diatur dalam PP No 35 tahun 2021.

Jenis outsourcing dibatasi

Majelis hakim juga meminta supaya undang-undang kelak menyatakan agar menteri menetapkan jenis dan bidang pekerjaan alih daya (outsourcing) demi perlindungan hukum yang adil bagi pekerja.

Menurut MK, perusahaan, penyedia jasa outsourcing, dan pekerja perlu punya standar yang jelas mengenai jenis-jenis pekerjaan yang dapat dibuat outsourcing, sehingga para buruh hanya akan bekerja outsourcing sesuai dengan yang telah disepakati dalam perjanjian.

Batasan ini juga diharapkan dapat mempertegas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktik outsourcing yang kerap memicu konflik/sengketa pekerja dengan perusahaan.

Besaran uang pesangon

Mengembalikan nilai perhitungan pesangon sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan antara lain besaran pengali Uang Pesangon dalam hal Pensiun sebelumnya dihitung 2 kali dan diganti menjadi 1,75 dan dihapus/dihilangkannya Uang Penggantian Hak sebesar 15 persen dari Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja;

Bisa libur 2 hari seminggu

MK pun mengembalikan alternatif bahwa terdapat opsi libur 2 hari dan 5 hari kerja seminggu untuk para pekerja.

Sebelumnya, aturan dalam UU Cipta Kerja hanya memberi jatah libur 1 hari seminggu untuk pekerja tanpa opsi alternatif libur 2 hari.

Padahal, UU Ketenagakerjaan sejak awal menyediakan opsi libur 2 hari seminggu untuk pegawai yang dibebaskan berdasarkan produktivitas masing-masing perusahaan.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas