Buruh Menang Gugatan di MK, Pebisnis Keluhkan Peraturan Ketenagakerjaan Kembali Berubah
APINDO mengungkapkan kekhawatiran kembali berubahnya peraturan ketenagakerjaan di Indonesia pasca terbitnya putusan MK tentang UU Cipta Kerja.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengungkapkan kekhawatiran kembali berubahnya peraturan ketenagakerjaan yang terus-menerus terjadi di Indonesia pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pasal-pasal krusial tentang ketenagakerjaan di Undang-undang Cipta Kerja.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam mencatat, dalam 10 tahun terakhir, peraturan mengenai ketenagakerjaan di Indonesia telah berubah sebanyak empat kali, menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha.
Menurut Bob, perubahan regulasi yang sering terjadi dapat menciptakan persepsi buruk di mata investor.
"Jadi bisa dibayangkan dalam 10 tahun kita ada 4 kali perubahan peraturan ini membuat wajah kita ini kurang baik lah," katanya ketika ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024).
Bagi pengusaha, ketidakpastian ini berdampak langsung pada keputusan investasi, terutama di sektor-sektor padat karya yang membutuhkan kontrak jangka panjang.
Namun, dengan peraturan yang bisa berubah setiap dua tahun, hal ini membuat pengusaha kesulitan dalam merencanakan masa depan.
"Industri padat karya itu mereka harus membuat kontrak-kontrak jangka panjang 3 tahun, 4 tahun, tetapi kalau undang-undangnya berubah setiap 2 tahun itu susah," ujar Bob.
Ia menilai bahwa perubahan yang sering juga akan mempengaruhi jenis investasi yang masuk ke Indonesia.
Investasi yang masuk ke negara dengan perubahan regulasi yang tidak stabil cenderung merupakan investasi yang tidak memiliki komitmen jangka panjang.
"Anda bisa bayangkan investasi apa yang akan masuk, pasti investasi yang kalau ada perubahan dalam waktu seminggu dia bisa tutup pabriknya dan pindah ke tempat lain," ucap Bob.
"Investasi-investasi teknologi tinggi, yang membutuhkan konsistensi kebijakan, pasti akan sulit masuk," pungkasnya.
Baca juga: Buruh Akan Mogok Nasional 19-24 Desember Jika Gagal Capai Kesepakatan Upah Minimum Tahun 2025
Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materil undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat buruh lainnya dalam sidang pengucapan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat pada Kamis (31/10/2024).
Partai Buruh menyatakan, setidaknya 21 norma dari tujuh isu dimohonkan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim Konstitusi.
Tujuh isu tersebut adalah upah, outsourcing, PKWT atau karyawan kontrak, PHK, pesangon, cuti dan istirahat panjang, dan tenaga kerja asing.
Baca juga: Buruh Tolak Usulan Soal Kenaikan Upah Berdasarkan Jenis Industri
Dalam putusannya, MK juga memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU CiptaKerja.
MK meminta pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun.
MK meminta agar substansi UU Ketenagakerjaan baru menampung materi yang ada di UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 6/2023, dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.