Ekonomi Sirkular Bisa Jadi Solusi Polusi Plastik
Menggunakan kembali, mendaur ulang, dan mengelola plastik secara bertanggung jawab adalah kunci untuk mengatasi masalah sampah plastik.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang putaran final negosiasi Intergovernmental Negotiating Committee (INC5) untuk menyusun perjanjian internasional guna mengakhiri polusi plastik, World Plastics Council (WPC) dan anggota Global Plastics Alliance (GPA), mendorong pemerintah untuk menyepakati perjanjian yang ambisius tapi dapat diimplementasikan.
Perjanjian ini diharapkan menjadi landasan pengelolaan sampah plastik yang efektif dan peningkatan daur ulang secara global, dengan target mengakhiri polusi plastik pada 2040.
Pertemuan yang dijadwalkan berlangsung pada 25 November 2024 di Busan, Korea Selatan, akan menjadi momen penting bagi para negosiator untuk mencapai kesepakatan terkait instrumen hukum internasional yang mengikat (Internationally Legally Binding Instrument/ILBI). Instrumen ini bertujuan memberikan fleksibilitas bagi setiap negara untuk mengatasi tantangan unik mereka, sekaligus menetapkan kerangka kerja bersama.
Ketua WPC, Benny Mermans menekankan, pentingnya fleksibilitas dalam perjanjian ini. Setiap negara memiliki tantangan berbeda dan memerlukan solusi yang berbeda pula. Pendekatan global yang seragam tidak akan berhasil.
“Perjanjian ini harus memungkinkan negara-negara mengembangkan rencana aksi nasional yang sesuai dengan kondisi mereka,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Menurut Mermans, target seperti kandungan daur ulang wajib untuk produk plastik dapat meningkatkan nilai sampah plastik sebagai bahan baku sirkular, sekaligus mendorong investasi dalam pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang. Elemen-elemen umum dalam rencana aksi ini juga harus mencakup mekanisme pelaporan untuk memastikan akuntabilitas dan melacak kemajuan negara-negara dalam mengatasi polusi plastik.
Wakil Ketua Umum INAPLAS dan perwakilan Indonesia di GPA, Edi Rivai menyoroti, pentingnya transisi menuju ekonomi sirkular. Menggunakan kembali, mendaur ulang, dan mengelola plastik secara bertanggung jawab adalah kunci untuk mengatasi masalah sampah plastik.
Baca juga: Ekonomi Sirkuler Bisa Dipraktikkan Lewat Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi
“Transisi ini juga berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan menciptakan lapangan kerja, terutama di negara-negara dengan infrastruktur pengelolaan sampah yang kurang berkembang,” jelasnya.
Ia menambahkan, menjadikan sampah plastik sebagai komoditas bernilai nyata adalah cara paling efektif untuk mencapai tujuan perjanjian tanpa mengurangi manfaat plastik bagi masyarakat.
WPC menekankan plastik memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, seperti mendukung energi terbarukan, meningkatkan efisiensi transportasi, serta menjaga ketahanan pangan dan layanan kesehatan.
Baca juga: Ekonomi Sirkuler Bisa Dipraktikkan Lewat Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi
Namun, sampah plastik yang tidak terkelola adalah penyebab utama polusi. Oleh karena itu, perjanjian ini harus memprioritaskan penyediaan pengelolaan sampah yang memadai bagi sekitar 2,7 miliar orang di seluruh dunia.
WPC dan GPA menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk mendukung implementasi perjanjian, di antaranya: Mekanisme Pembiayaan Berkelanjutan, Pendekatan Berbasis Aplikasi, Perdagangan yang Bertanggung Jawab, Desain Produk Berkelanjutan, dan Pengakuan terhadap Sektor Informal.
Benny menambahkan, fokus, rasa urgensi, dan kompromi akan menjadi kunci keberhasilan negosiasi ini. “Kami telah menghabiskan 18 bulan terakhir untuk menyatukan berbagai pemangku kepentingan, mendiskusikan solusi ambisius dan praktis guna mengakhiri polusi plastik,” ujarnya.
Melalui perjanjian internasional yang inklusif dan fleksibel, WPC dan GPA berharap dunia dapat mengakhiri polusi plastik, mendukung keberlanjutan ekonomi global, dan menciptakan masa depan yang lebih hijau.