Pemerintah Diminta Kaji Ulang Implementasi PPN 12 Persen, Produsen Makanan dan Minuman Usulkan Ini
Pada Kuartal III 2024, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 4,91 persen, lebih rendah dibandingkan kuartal II 2024 sebesar 4,93 persen.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Ketua Umum GAPMMI, Adhi Lukman, mengatakan, kenaikan PPN akan berdampak besar pada rantai pasok, kenaikan bahan baku dan biaya produksi. Ujungnya akan terjadi kenaikan harga jasa atau produk, yang melemahkan daya beli masyarakat, sehingga utilitas penjualan tidak optimal.
"Terlebih pada produk pangan yang sangat sensitif terhadap harga, masyarakat akan mengerem konsumsinya. Hal ini akan memperlambat laju konsumsi rumah tangga," ujar Adhi dalam keterangan resminya, Senin (25/11/2024).
Menurutnya, konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi berkontribusi sebesar 53,08 persen terhadap PDB nasional, telah menunjukkan tren pelemahan.
Baca juga: Pemerintah Harus Transparan Soal Kebijakan PPN 12 Persen
Pada Kuartal III 2024, konsumsi hanya mampu tumbuh 4,91 persen, lebih rendah dibandingkan kuartal II 2024 sebesar 4,93 persen.
Ia menyebut, industri makanan minuman merupakan motor penggerak transaksi di berbagai pelaku ritel, baik di pasar tradisional maupun modern. Peningkatan omzet dan peredaran uang melalui transaksi perdagangan dari berbagai kanal dapat membantu meningkatkan aktivitas ekonomi dan pendapatan negara.
Oleh sebab itu, kenaikan PPN akan berpotensi menekan pertumbuhan industri makanan minuman sehingga dapat memperlambat pemulihan ekonomi nasional.
Apalagi Pemerintah mencanangkan pertumbuhan ekonomi untuk menuju 8 persen, perlu didukung semua sektor.
"GAPMMI berharap pemerintah akan memilih langkah lain untuk meningkatkan penerimaan negara," tuturnya.
Misal dengan menerapkan ektensifikasi PPN yang masih berpotensi besar, dibandingkan menaikkan tarif. Apalagi sangat dimungkinkan dalam UU 7/2021 pasal 7 ayat 3 menyatakan Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen).