Menko Airlangga Beberkan Alasan Eksportir Wajib Parkir 100 Persen Devisa Hasil Ekspor SDA
kewajiban eksportir memarkirkan 100 persen DHE juga diterapkan pada negara lain yakni Malaysia, Thailand maupun Vietnam.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berpendapat, kebijakan eksportir wajib memarkirkan 100 persen dari nilai ekspor Devisa Hasil Ekspor (DHE) ini untuk mengantisipasi pergerakan transfer pricing.
Hal tersebut menjadi alasan pemerintah mewajibkan eksportir memarkirkan 100 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) dalam satu tahun.
Baca juga: LPS Klaim Kebijakan DHE SDA Wajib Parkir 100 Persen Bakal Dongkrak Penguatan Rupiah
"Nah memang tujuan kita ini supaya tidak ada transfer pricing jadi supaya tidak ada kasus dari Indonesia ekspor misalnya 50 dolar AS, negara lain impor di 70 dolar AS misalnya. Sehingga ada 20 dolar AS parkir. Nah ini dengan kebijakan ini hal ini tidak akan terjadi," kata Airlangga dalam Konferensi Pers di Gedung Ali Wardhana, Senin (17/2/2025).
Bahkan menurutnya, kewajiban eksportir memarkirkan 100 persen DHE juga diterapkan pada negara lain yakni Malaysia, Thailand maupun Vietnam.
"Bukan hanya Indonesia tetapi Malaysia, Thailand, atau bahkan Vietnam melakukan hal yang sama dan regulasinya juga mereka dana itu bisa dilakukan untuk operasional dan juga membayar kewajiban dalam bentuk valas," jelas dia.
"Tapi kalau dalam negara lain kaya seperti Malaysia 100 persen menggunakan Ringgit, demikian pula Thailand dengan Thai baht," sambungnya.
Diketahui, transfer pricing atau penentuan harga transfer baru dirilis oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menerbitkan regulasi yang mengatur soal transfer pricing, yakni melalui Peraturan Presiden (Perpres) 77/2019 yang mengatur terkait dengan Multilateral Instrument (MLI).
Revisi yang dilakukan melalui Perpres 63/2024 itu mencerminkan komitmen Indonesia untuk memperkuat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dengan negara lain yang tercakup dalam MLI.
Regulasi itu diharapkan dapat menutup celah penghindaran pajak yang sering terjadi, termasuk dalam skema transfer pricing. Di samping itu juga untuk memperkuat transparansi dan keadilan sistem pajak internasional di Indonesia serta memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil berdasarkan pendapatan yang mereka hasilkan di Indonesia.
Baca juga: Mendag Klaim Aturan Eksportir Wajib Simpan 100 Persen DHE Tidak akan Ganggu Kinerja Ekspor
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kebijakan baru terkait devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA). Hal ini disampaikan Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).
Prabowo menjelaskan, kebijakan yang akan mulai berlaku pada 1 Maret 2025 ini, nantinya akan memperketat aturan mengenai DHE SDA, salah satunya dengan penyimpanan di dalam negeri dalam rupiah.
"Pertama, pemerintah menetapkan bahwa kewajiban penetapan DHE SDA dalam sistem keuangan indonesia akan ditingkatkan menjadi 100 persen dengan jangka waktu 12 bulan sejak penempatan. Dalam rekening khusus DHE SDA di dalam bank-bank nasional ketentuan ini berlaku untuk sektor pertambangan, kecuali minyak dan gas bumi, perkebunan kehutanan dan perikanan," kata Prabowo.
Baca juga: Menteri Airlangga Sebut Sanksi Tak Taat Aturan DHE Mulai Berlaku pada November 2023
"Untuk sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dengan tetap mengacu pada ketentuan PP No.36 Tahun 2023," sambungnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.