Belajar Penanganan Covid-19 di Korea Selatan, Dirikan 43 Pusat Tes dan Luncurkan Aplikasi Suspect
Korea Selatan dianggap berhasil menahan penyebaran infeksi Covid-19 di negaranya.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Korea Selatan dianggap berhasil menahan penyebaran infeksi Covid-19 di negaranya.
Hal ini tidak jauh dari upaya pemerintah melakukan tes secara meluas.
Bahkan, saat ini Korea Selatan tercatat sudah melakukan tes pada 270.000 orang.
Angka ini adalah yang terbanyak dibanding negara-negara terinfeksi corona lainnya.
Penurunan kasus terjadi sangat signifikan, sebab selama kurun waktu tiga hari Korea Selatan melaporkan kasus di bawah angka 100.
Padahal pada Februari lalu, mereka mengantongi hampir 1.000 kasus baru.
Hebatnya Korea Selatan bisa menahan pertumbuhan wabah mematikan asal China ini tanpa lockdown sama sekali.
"Korea Selatan adalah republik yang demokratis, kami merasa kuncian (lockdown) bukanlah pilihan yang masuk," kata Kim Woo-Joo, Spesialis Penyakit Menular di Universitas Korea dilansir Science Mag.
Baca: Rekind Tekan MoU dengan Perusahaan Korea Terkait Kerja sama EPCC
Baca: Belajar dari Korea Selatan Tangani Corona yang Hasilnya Lebih Baik dari Negara Lain
Prestasi Korea Selatan tentu bisa menjadi pelajaran penting dalam menanggulangi wabah Covid-19.
Kini setelah menurunkan angka kasus, Korea Selatan mulai berbenah untuk bangkit kembali.
Tapi tidak ada jaminan juga bahwa cara ini bisa terus menahan sebaran wabah corona.
Sebab beberapa waktu lalu, Korea Selatan kembali melaporkan 129 kasus baru.
Mayoritas berasal dari sebuah kantor di Seoul.
Ini mengindikasikan adanya penyebaran secara komunitas atau dalam kelompok.
Dalam hal ini, pemerintah berharap mereka bisa mengendalikan penyebaran baru ini dengan cara yang sama seperti pada Gereja Shincheonji Yesus.
Saat ini kapasitas pengujian secara nasional Korea Selatan adalah 15.000 per harinya dilansir Science Mag.
Tentu ini bukanlah angka yang kecil dan cenderung mengejutkan.
Ternyata Korea Selatan membentuk pos-pos pusat pengujian yang disebar secara nasional.
Sampai saat ini sudah ada 43 pos pengujian yang beroperasi di sana.
Bahkan kini Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris turut mengadopsi terobosan negeri gingseng ini.
Sementara itu, pada awal Maret ini pemerintah meluncurkan sebuah aplikasi smartphone khusus suspect Covid-19.
Aplikasi itu bisa melacak siapapun yang sudah dikarantina dan mengumpulkan data-data gejala sakitnya.
Namun tampaknya data-data yang disajikan aplikasi belum bisa memuaskan sejumlah pakar di Korea Selatan.
Pakar Epidemiologi Universitas Korea, Chun Byung-Chul mengaku ingin lebih banyak melihat data epidemiologis dari Korea Selatan.
KCDC sendiri mempublikasi jumlah pasien, usia, jenis kelamin, dan kelompok apa saja yang dia ikuti.
"Itu tidak cukup," kata Chun.
Dia ingin orang lain bisa mempelajari data individu pasien secara rinci.
Sehingga para ahli epidemiologi mungkin bisa menentukan model wabah dan menentukan jumlah infeksi baru yang disebabkan masing-masing kasus.
Data yang dimaksud Chun adalah jumlah reproduksi dasar yang meliputi waktu terinfeksi dan timbulnya gejala, sampai diagnosis dini pada pasien.
Chun mengaku bahwa para ilmuwan dan pakar sudah mengusulkan untuk bekerjasama dengan KCDC.
Tentu untuk mengumpulkan berbagai informasi baru dari masing-masing pasien.
"Kami sedang menunggu tanggapan mereka," ujar Chun.
Sementara itu, Kim mengatakan bahwa dokter Korea Selatan akan membagikan rincian perkembangan pasien Covid-19 ke negara lainnya.
"Kami berharap pengalaman kami akan membantu negara lain mengendalikan wabah Covid-19 ini," ujarnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)