3 Presiden Ini Dianggap Remehkan Corona: Ada yang Bilang Hanya Flu Kecil, Ada yang Menghilang
Tiga presiden ini dianggapkan meremehkan Corona. Ada yang bilang hanya flu kecil, ada pula yang menghilang tanpa kabar.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Ketika para pemimpin negara di seluruh dunia berlomba untuk mengatasi pandemi corona yang terus berkembang, tiga presiden ini justru dianggap meremehkan bahaya Covid-19.
Mereka adalah presiden Meksiko Andres Manuél Lopez Obrador (AMLO), presiden Brasil Jair Bolsonaro, dan presiden Nikaragua Daniel Ortega.
Ketiga presiden tersebut memunculkan serangkaian penolakan adanya eksistensi virus corona di Amerika Latin.
Dari Bolsonaro yang menyebut bahwa corona hanyalah flu kecil, AMLO yang membiarkan warganya untuk berkeliaran di luar, dan Ortega yang menghilang di tengah kepanikan masyarakat, berikut paparannya, dilansir CNN :
Baca: 6 Fakta Hantavirus, Virus yang Dibawa oleh Tikus: Kenali Gejala, Cara Penularan hingga Pengobatannya
Baca: Apakah Banyak Minum Air Hangat Bisa Mencegah Dari Infeksi Virus corona ? Ini Penjelasan Dokter
1. Presiden Meksiko, Andres Manuél Lopez Obrador (AMLO)
Mulanya, setelah wabah corona merebak di dunia, Obrador menyatakan keprihatinannya.
Sebagai presiden, dia mendorong warganya untuk tinggal di rumah.
Obrador mengatakan, kabinetnya akan melakukan berbagai cara untuk membantu warga yang rentan terhadap virus.
Pemerintah juga akan memberikan bantuan kepada usaha kecil dan melarang pertemuan 100 orang atau lebih.
Namun, Obrador menjadi berubah.
Pada 4 Maret 2020 lalu, dia menampik bahaya yang ditimbulkan oleh virus corona.
"Ini (virus corona) adalah hal yang tidak bisa kamu pegang erat. Kamu harus mengendalikannya, dan tidak ada yang terjadi," kata Obrador ketika diwawancarai wartawan.
Dua belas hari setelah itu, dia mengangkat dua jimat yang dimiliki dan mengatakan kepada wartawan bahwa jimat tersebut akan melindunginya dari virus.
Pada Minggu, 22 Maret 2020, Obrador kembali mengunggah sebuah video.
Dia mempersilakan masyarakat untuk pergi ke luar rumah untuk makan untuk membatasi kehancuran ekonomi.
"Jka kita bertindak dengan cara yang berlebihan, kita tidak melakukan hal yang baik dan tidak membantu ketika (perekonomian) lumpuh."
"Mari kita lanjut menjalani hidup dengan normal," kata Obrador.
Selasa, 24 Maret 2020, Obrador mengeluarkan anjuran yang kembali membingungkan.
Baca: Covid-19 Masif di Iran, Donald Trump Batasi Perjalanan dan Pertimbangkan Tutup Perbatasan Meksiko
Dalam konferensi pers, dia mengatakan masyarakat bisa mulai memerangi virus dari rumah.
Caranya, anak perempuan lah yang merawat orang tua mereka di rumah, apalagi jika terindikasi gejala.
"Adalah fakta bahwa anak perempuan merawat orang tua," katanya pada konferensi pers.
"Laki-laki bisa pergi, tetapi anak perempuan selalu merawat ibu dan ayah mereka."
"Jadi, saatnya merawat orang tua," pungkasnya, berulang kali mengatakan bahwa Meksiko siap menangani krisis.
Menurut coronavirus.thebaselab.com, 367 orang positif terinfeksi corona, per Rabu (25/3/2020).
Kasus meningkat 44 persen sejak 20 Maret 2020 silam.
Empat orang telah meninggal karena virus ini.
Sementara itu, 800 orang berada dalam pengawasan karena diduga terinfeksi.
Para ahli mengatakan, Meksiko memiliki tingkat pengujian yang rendah.
Dua dokter yang berada di garis depan memperingatkan, Meksiko bisa saja sedang menunggu bencana untuk datang.
"Saya tidak berpikir Meksiko siap untuk ini," kata seorang dokter veteran di sebuah rumah sakit terkemuka di Mexico City.
"Kami tidak banyak memeriksa karena tidak ada banyak tes dilakukan."
"Kami juga tidak memiliki tempat tidur, ventilator, bahkan masker yang cukup untuk mengatasi epidemi ini," tuturnya.
Dokter lain di rumah sakit stwasta terkemukan di Mexico City juga mengungkapkan, ia khawatir akan terjadi ledakan pasien di rumah sakit.
"Mengingat bahwa selama epidemi ini jumlah kasus pasti akan meningkat secara eksponensial, rumah sakit di Meksiko akan runtuh dalam hitungan hari jika itu terjadi," katanya.
Mandat pemerintah negara mengenai penutupan tempat umum pun tidak diberikan secara jelas.
Namun, Mexico City pada akhirnya memaksa semua bar, klub malam, dan bioskop untuk ditutup mulai Senin (23/3/2020).
Pertemuan 50 orang atau lebih pun dilarang, meskipun banyak orang yang masih keluar di jalanan.
Sekolah-sekolah dan tempat umum lainnya pun memilih untuk menutup sementara dan menganjurkan karyawan untuk bekerja di rumah.
2. Presiden Brasil, Jair Bolsonaro
Pada 12 Maret 2020 lalu, sekretaris pers Presiden Brasil dinyatakan positif corona.
Masyarakat berharap agar Jair Bolsonaro menganggap ancaman virus dengan lebih serius.
Sebaliknya, Bolsonaro justru menyebut Covid-19 sebagai "flu kecil" dalam sebuah wawancara televisi pada Minggu (22/3/2020) lalu.
Bahkan, dia mengatakan bahwa selama ini masyarakat telah ditipu oleh pejabat setempat dan media yang menggaungkan bahaya corona.
Baca: Total 3 Pejabat Brasil yang Sempat Bertemu Trump Positif corona
"Orang-orang akan segera tahu bahwa mereka ditipu oleh para gubernur negara bagian dan sebagian besar media yang membahas tentang virus corona," katanya kepada Record TV Brasil.
Pernyataan tersebut dianggap merujuk pada ujaran gubernur negara bagian Sao Paolo dan Rio de Janeiro yang menyatakan keadaan darurat karena wabah.
Misalnya, stadion sepak bola dan pusat-pusat pertemuan diubah menjadi rumah sakit tambahan.
Negara-negara di seluruh Brasil juga telah menutup pusat perbelanjaan dan sekolah serta melarang pertemuan publik.
Banyak warga kota-kota Brasil yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Bolsonaro.
Mereka memukul panci dan wajan setiap pukul 8.30 malam di balkon mereka sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan.
Hingga kini, tercatat 2.247 kasus positif corona dan 46 orang meninggal per Rabu (25/3/2020).
3. Presiden Nikaragua, Daniel Ortega
Sebagai salah satu negara termiskin di belahan bumi barat, Nikaragua berada dalam posisi yang lebih buruk daripada kebanyakan negara lainnya.
Hingga Rabu (23/3/2020), hanya ada dua kasus positif corona.
Namun, ketakutan meningkat ketika warga menyatakan ketidakpuasan terhadap respons pemerintah yang dipimpin oleh Daniel Ortega.
Ortega diketahui tidak terlihat di depan umum selama beberapa minggu.
Bryan (27), seorang warga Nikaragua, tinggal bersama ibunya yang berusia 52 tahun.
Mereka telah berdiam diri di rumah sejak negara tetangga, Kosta Rika, melaporkan kasus pertamanya.
Namun, Bryan mengatakan, pemerintah bertindak seolah tidak ada yang terjadi.
Pemerintah justru disebut mengencangkan aksi politik.
"Pemerintah berpartisipasi dalam pawai politik di luar, sekali pada hari Sabtu," ucap Bryan kepada CNN via telepon.
Sementara itu, Wakil Presiden Nikaragua sekaligus istri Ortega, Rosario Murillo, telah menyarankan warga agar berfokus pada kegiatan agama di masa-masa sulit.
"Kita dapat bergerak maju dengan tenang dan yang terutama adalah percaya kepada Tuhan."
"Percaya bahwa iman akan menyelamatkan kita," kata Murillo ketika membicarakan virus corona, menurut kantor berita Digital 19 yang dikelola pemerintah.
Menurut Digital 19, sejauh ini, pemerintah pusat Nikaragua hanya meluncurkan kampanye kebersihan publik sambil memantau wisatawan dari negara lain yang memiliki jumlah kasus yang tinggi.
Dalam kampanye kebersihan itu, pemerintah mengirim pekerja dari pintu ke pintu dengan memberikan instruksi tentang cara mencuci tangan dengan benar.
Judith (36), seorang warga Nikaragua lainnya, justru menganggap kampanye itu berisiko.
"Mereka bisa jadi penyebar virus. Mereka tidak memakai topeng," kata Judith.
Seorang dokter di kota Jinotepe juga mengatakan, sistem kesehatan masyarakat Nikaragua tidak diperlengkapi untuk menghadapi wabah.
"Nikaragua memiliki sistem kesehatan yang lemah dan infeksi sebesar ini dapat menyebabkan bencana."
"Sangat tidak bertanggung jawab bagi negara untuk tidak mengambil tindakan nyata terhadap pandemi ini," tutur dokter yang tidak mau menyebutkan namanya tersebut.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)