Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penyebab Jumlah Pasien Meninggal di Indonesia Lebih Banyak dari yang Sembuh Versi dr. Erlina

Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Persahabatan, dr. Erlina Burhan menjelaskan terkait jumlah pasien meninggal lebih banyak dibanding yang sembuh.

Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Penyebab Jumlah Pasien Meninggal di Indonesia Lebih Banyak dari yang Sembuh Versi dr. Erlina
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Covid-19 

TRIBUNNEWS.COM - Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Persahabatan, dr. Erlina Burhan menjelaskan terkait jumlah pasien meninggal lebih banyak dibanding yang sembuh.

Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu (1/4/2020).

Berdasarkan data yang dihimpun dari laman Covid19.go.id, di Indonesia secara keseluruhan ada sebanyak 1.528 pasien positif corona.

Baca: Update Provinsi di Indonesia Belum Ditemukan Kasus Positif Corona, NTT dan Gorontalo

Kemudian terdapat 81 pasien dinyatakan sembuh.

Serta 136 pasien telah meninggal dunia.

dr. Erlina menjelaskan, memang saat ini apabila orang yang meninggal dibagi dengan jumlah pasien terlihat tinggi.

Peta penyebaran covid-19 di Indonesia per Selasa (31/3/2020) sore.
Peta penyebaran covid-19 di Indonesia per Selasa (31/3/2020) sore. (covid19.go.id)

Itu dikarenakan Indonesia tidak melakukan pemeriksaan pada orang banyak.

Berita Rekomendasi

Sehingga dapat dikatakan pengecekan tidak dilakukan secara masif.

dr. Erlina menuturkan, pihak World Health Organization (WHO) telah memberikan pernyataan soal 3T dalam penanganan virus corona.

Yakni tracing, test, dan juga treat.

"Ini matematika simple aja ya, kalau yang meninggal itu dibagi dengan jumlah pasien memang sekarang seolah-olah itu tinggi," terang dr. Erlina.

"Tapi itu lebih karena memang kita tidak mendeteksi banyak orang jadi diagnosisnya tidak masif."

Baca: Update Corona Dunia Rabu, 1 April Jam 10.00 WIB, Italia dan Spanyol Balap China, AS Tertinggi

Baca: Dokter Erlina Burhan: Masker Kain Dapat Digunakan Masyarakat Sehat di Tempat Umum

"Padahal WHO selalu mengatakan tiga T, tracing, test, treat," tambahnya.

dr. Erlina menambahkan, tracing dapat dilakukan dengan melacak riwayat perjalanan dari pasien tersebut.

Pihak terkait harus mengetahui selama 14 hari terakhir, pasien pergi ke mana saja dan berinteraksi dengan siapa.

Setelah melakukan pelacakan, pasti akan menemukan orang-orang yang pernah berkontak langsung.

Kemudian harus menggali informasi dari orang-orang itu perihal keluhan yang merujuk pada gejala corona.

dr. Erlina mengatakan, seharusnya semua orang yang melakukan kontak harus tetap melalui tes.

dr. Erlina jelaskan perihal angka kematian lebih tinggi dari sembuh.
dr. Erlina jelaskan perihal angka kematian lebih tinggi dari sembuh. (Tangkap layar kanal YouTube Indonesia Lawyers Club)

"Kalau tracing, orang dilacak interaksi pasien ini 14 hari terakhir ke mana saja dengan siapa saja itu dilacak dan ditemukan," jelas dr. Erlina.

"Setelah dilacak ditanyakan apakah ada keluhan."

"Semestinya idealnya mereka semua ini dites," imbuhnya.

Namun kala itu, prosedur tersebut tidak dilakukan oleh pihak terkait.

dr. Erlina menyebutkan, ada kemungkinan saat itu adanya keterbatasan dari laboratorium.

Baca: Dampak Covid-19, Verifikasi Pendaftaran Penerimaan Anggota Polri Tahun 2020 Dilakukan secara Online

Baca: 4 Pasien Asal Semarang Bagikan Pengalamannya Bisa Sembuh dari Corona

Diketahui terdapat jumlah laboratorium yang sedikit untuk melakukan pemeriksaan corona.

Kemudian juga sempat terdapat masalah mengenai laboratorium yang kini telah diperbaiki oleh pemerintah.

Sehingga menurut dr. Erlina wajar apabila angka kematian terlihat sangat tinggi.

"Ini tidak dilakukan, karena waktu itu barangkali ada keterbatasan kapasitas laboratorium," tutur dr. Erlina.

"Jumlahnya sedikit dan terdapat masalah di sana sini yang sekarang pemerintah berusaha memperbaiki."

"Jadi tentu saja kalau pembaginya sedikit seolah-olah jadi besar," lanjutnya.

Antrean ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Malaysia saat penyerahan kartu kuning kesehatan usai mereka tiba di Pelabuhan Internasional Batam Center, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (31/3/2020). Pasca-Pemerintah Malaysia memberlakukan lockdown, sejumlah TKI yang bekerja di Malaysia memilih pulang ke daerah asal di Indonesia akibat tidak ada lapangan kerja serta menghindari wabah virus corona atau Covid-19 di Malaysia. Tribun Batam/Argianto DA Nugroho
Antrean ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Malaysia saat penyerahan kartu kuning kesehatan usai mereka tiba di Pelabuhan Internasional Batam Center, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (31/3/2020). Pasca-Pemerintah Malaysia memberlakukan lockdown, sejumlah TKI yang bekerja di Malaysia memilih pulang ke daerah asal di Indonesia akibat tidak ada lapangan kerja serta menghindari wabah virus corona atau Covid-19 di Malaysia. Tribun Batam/Argianto DA Nugroho (Tribun Batam/Argianto DA Nugroho)

Jumlah rumah sakit rujukan yang tersebar di seluruh Indonesia juga terbatas.

Diketahui hanya ada 132 rumah sakit yang menerima pasien Covid-19.

dr. Erlina menambahkan, tak pernah bosan untuk mengingatkan agar tidak banyak pasien yang dirawat.

Karena untuk mendapatkan perawatan butuh tenaga medis yang lebih agar dapat memberikan pelayanan yang baik.

dr. Erlina juga merasa saat ini dinas kesehatan sudah keteteran untuk melakukan tracing.

Seharusnya, untuk melakukan tracing dapat dibantu oleh level terendah di masyarakat.

Baca: Kondisi Terkini Detri Warmanto, Rontgen Paru-Paru dan Tes Darah Normal, Masih Tunggu Hasil Swab

Baca: KRONOLOGI Andrea Dian Positif Corona, Mulai dari Demam Hanya di Malam Hari hingga Lakukan Tes Swab

Yakni mulai dari RT dan RW hingga ke bagian kelurahan.

Level tersebut dapat membantu untuk mencari tahu orang yang pernah berinteraksi dengan pasien positif.

"Jadi memang rumah sakit terbatas, saya tidak bosan-bosan untuk mengatakan jangan sampai banyak orang yang dirawat," ungkap dr. Erlina.

"Kalau dirawat artinya apa, berat, butuh perawatan rumah sakit."

"Saya merasa sebetulnya dinas kesehatan sudah kalang kabut tapi mereka mungkin tidak cukup orangnya," ucap dia.

"Harus dibantu oleh local government, RT, RW atau kelurahan ikut mencari siapa saja yang berinteraksi," ujarnya.

Sejumlah kendaraan melintas di Tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020). Penurunan aktivitas kendaraan di jalan tol menurut Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya berkisar 15 hingga 29 persen akibat pembatasan sosial (social distancing) menyusul merebaknya wabah virus corona (Covid-19). Tribunnews/Jeprima
Sejumlah kendaraan melintas di Tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020). Penurunan aktivitas kendaraan di jalan tol menurut Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya berkisar 15 hingga 29 persen akibat pembatasan sosial (social distancing) menyusul merebaknya wabah virus corona (Covid-19). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Kemudian apabila sudah menemukan orang tersebut, dr. Erlina terus menyarankan untuk melakukan pemeriksaan.

dr. Erlina kemudian memberikan dua contoh negara yang mampu mengendalian penyebaran corona.

Di Korea Selatan sendiri, pihak kesehatan melakukan tes swab kepada 15.000 warganya setiap hari.

Negara Jerman, juga melakukan banyak pemeriksaan bahkan terdapat istilah drive thru.

"Dan kalau sudah ditemukan dites. Itu Korea Selatan melakukan swab itu 15 ribu per hari," jelas dr. Erlina.

"Kemudian juga di Jerman banyak melakukan, bahkan mereka ada istilah drive thru," lanjutnya.

Baca: RS Darurat Covid-19 Rawat 428 Pasien: 105 Positif Virus Corona, 242 PDP, 81 ODP

Baca: Masuk 8 Pasien Baru, Rumah Sakit Darurat Covid-19 Kini Rawat 242 PDP

Pemerikaan drive thru merupakan metode pengecekan yang mudah untuk dilakukan.

Masyarakat tidak perlu menuju rumah sakit agar dapat melakukan pemeriksaan.

Dalam metode itu disediakan beberapa posko yang nantinya bisa didatangi oleh masyarakat.

Dengan cara tersebut, dr. Erlina mengungkapkan dapat menemukan pasien-pasien baru yang ternyata terpapar corona.

Pasien itu bisa saja menunjukkan gejala ringan.

Hingga bahkan termasuk ke dalam orang tanpa gejala (OTG).

Untuk pasien yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, dr. Erlina menyarankan untuk melakukan isolasi mandiri.

Nantinya pasien tersebut bisa sembuh dan kembali menjadi negatif corona.

"Jadi pemeriksaan itu mudah sekali, orang tidak perlu ke rumah sakit," terang dr. Erlina.

"Ada posko yang bisa didatangi oleh masyarakat."

"Dan dengan demikian akan ditemukan pasien-pasien yang positif tapi masih ringan atau bahkan tanpa gejala," ujar dia.

"Ini cukup di rumahkan saja, karantina sendiri di rumah bisa sembuh dan jadi negatif," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Febia Rosada)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas